13 🦋 Pacaran? 2

379 80 12
                                    

"SHASYA!"

Teriakan dari suara Lauren menggema di setiap sudut ruangan kamarnya. Walaupun Lauren jarang di rumah, Vanesha masih bisa menghapal dengan jelas teriakan dari ibunya yang satu ini. Suara yang selalu berbunyi, jika dirinya tak kunjung bangun dari kehangatan selimut tetangga.

Sekuat tenaga Vanesha melawan rasa kantuk dan mata yang terasa lengket untuk di buka, ia mencoba untuk duduk dan mengumpulkan semua nyawa-nyawanya, lantas ia kembali membaringkan diri di ranjangnya.

"Shasya bangun! Ayo, cepat salat subuh. Nanti telat, lho. Anak perempuan itu harus rajin bangun pagi. Jangan malas-malasan!" gerutu Lauren seraya menarik selimut yang terlilit di badan Vanesha, ia menarik putrinya untuk duduk dan beusaha menyadarkannya.



"Ih, iya mama," jawab Vanesha masih memejamkan matanya sambil duduk.

Lauren menghela napasnya kasar, "cepat siap-siap, mandi, salat, setelah itu turun ke bawah buat sarapan bersama! Awas kalau kamu tidur lagi, ya!" ancam Lauren, lantas meninggalkan Vanesha sendiri.

Vanesha berdiri sempoyongan untuk menuju ke kamar mandi. "ih, iya mamaku yang bawel,"

Setelah selesai mandi dan beribadah, Vanesha bersiap turun untuk sarapan bersama. Namun, ponsel yang bergetar membuat langkahnya terhenti sekejap.

Ia membulatkan kedua matanya ketika nama Alvero terbentang lebar di layar ponselnya. Ada apa dengan lelaki itu? Kenapa dia jadi sering menghubunginya seperti ini?

Vanesha segera menggeser tombol berwarna hijau dan meletakan ponselnya tepat di telinganya, "hal--"

"Kenapa baru dianggkat? Kenapa nggak dari tadi?" omel Vero dari balik teleponnya.

Vanesha mendengkus, kenapa lelaki ini marah-marah kepadanya? Terserah dia mau angkat apa enggak, dong.

"Habis mandi, nggak kedengeran. Ngapain kamu telepon aku? Mau ngajak berantem lagi?"

Bisa terdengar dengan jelas, bahwa Vero terkekeh kecil dar ibalik teleponnya, "Kalau ngajak pacaran, gimana?"

Vanesha diam sesaat, ia sangat pusing dengan sikap Vero yang suka berubah-ubah seperti bungglon. Sesaat ia terus mengajaknya pacaraan, tetapi di hari berikutnya ia bersikap dingin atau bahkan menyebalkan seperti biasanya, dasar aneh!

"Woy!" Vanesha memejamkan matanya seraya menjauhkan teleponnya dai telinganya, pekikan Vero benar-benar merusak gendang telinganya saat ini.

"Lo nggak apa-apa, kan? Gue takut, kalau lo serangan jantung gara-gara gue ngomong begitu,"

Vanesha menghembuskan napasnya pelan, ini masih pagi ia tidak boleh marah-marah di pagi hari, "Kalau nggak penting, aku matiin, nih!"

"Ee-eh, tunggu! Buru-buru banget, sih! ... Oh, iya. Kenapa whatsapp gue nggak di balas?"

"Sibuk!"

"Oh,"

Vanesha menarik napasnya panjang, lantas menghembuskannya sangat pelan. Anak ini benar-benar menguras habis emosinya.

"Kalau begitu, semangat aktivitas untuk hari ini!"

Tut! Tut!

Vanesha sempat tertegun sebelum akhirnya ia tersenyum malu-malu. Akhir-akhir ini, Vero selalu bisa mencairkan suasana hatinya dengan sangat mudah. Dasar cowok menyebalkan dan tidak punya sopan santun!

Lain dengan Vero yang mulai menuju ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. Pagi ini, Vero berniat jalan pagi menikmati udara sejuk yang tak pernah ia hidup di padatnya kota Jakarta. Setelah ia mengantarkan Vanesha ke rumah bibinya, ia tidak langsung pulang, karena ia ingin menginap dan berlibur sekejap di vilanya ini.

Vero mulai melangkahkan kakinya keluar dari vila, ia menarik napasnya dalam-dalam dan membuangnya perlahan, "Sungguh indah segala ciptaan-Mu, Tuhan."

Vero mengedarkan pandangannya, deretan gunung dengan kabut yang masih menyelimuti mereka dengan asri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Vero mengedarkan pandangannya, deretan gunung dengan kabut yang masih menyelimuti mereka dengan asri. Begitu juga dengan pemandangan pepohonan yang tidak kalah indahnya.

Ia memeluk tubuhnya sendiri, "kalau gue diem terus, bisa-bisa mati kedinginan gue."

Vero mulai melangkahkan kakinya untuk berlari menyusuri jalanan yang mulai ramai akan pengunjung. Ia berniat menuju ke danau yang terletak tidak jauh dari vilanya. Meskipun dingin, setidaknya jika ia berlari, ia akan merasakan hangat di badannya.

Cukup lama ia berlari dari vila untuk menuju ke danau ini, apalagi di tambah Vero yang berlari memutari danau yang cukup luas ini. Hingga tidak terasa, waktu sudah menunjukan pukul tujuh lebih. Perutnya yang belum ia isi dengan apapun mulai berbunyi meminta asupan untuk diolah.

Ia mulai berjalan mencari pedagang kaki lima untuk membantu menenangkan perutnya itu, namun tiba-tiba ...

Bruk!


🌞🌞🌞


TBC

.

.

.

Ada yang masih nungguin cerita Alverosa nggak, nih?

Jangan lupakan tinggalkan Vote dan Commentnya.

Semangat! Semangat!

Follow akun wattpad ini
Follow juga akun instagram
@popykhalimah_

Mari kita berantem
Eh, berteman, wkwk.


Lope kalian, hihi.

🌞
♥️♥️♥️
⭐⭐⭐⭐⭐

ALVEROSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang