25 🦋 Ruang Rapat

266 62 26
                                    

Setelah melewati akhir pekan yang begitu menyenangkan, akhirnya waktu membawanya kembali ke hari Senin. Pagi ini, Vanesha sudah bersiap dengan seragam putih abu-abu, ransel begitu juga dengan sepatu sneaker hitamnya.

Bedak tabur selalu ia poleskan tipis-tipis di wajahnya, begitu juga pelembab yang melekat di bibirnya dan sebagai sentuhan terakhir, ia selalu menyemburkan parfum kesayangan di seluruh tubuhnya.

Sekali lagi, ia mengecek penampilan dan buku-buku yang ada di ranselnya. Saat ia merasa semua sudah siap, ia berjalan keluar kamar untuk sarapan bersama keluarganya.

“Selamat pagi semua!” sapa Vanesha mendudukan diri di kursi makan tepat di samping ayahnya.

“Pagi,” balas Lauren dan Rehan hampir bersamaan.

Senyum Vanesha pudar ketika maniknya menangkap meja Kevan yang masih kosong. “Lho, Kak Kevan belum turun?”

“Kevan sudah berangkat dari tadi pagi, Nak. Katanya mau mempersiapkan rapat buat acara nanti malam,” jelas Lauren sambil menyodorkan roti berselai coklat yang telah ia siapkan untuk putrinya.

Vanesha menerima roti tersebut. “Kok, aku ditinggal! Masa harus naik taksi lagi!” gerutunya sambil mengunyah roti yang ada di dalam mulutnya.

Lauren menggeleng seraya tersenyum tipis, putrinya itu masih terlihat sangat lucu. “Kata siapa harus naik taksi lagi? Itu, temen kamu di depan, nungguin kamu dari tadi, lho. Makanya, kamu cepetan sarapannya.”

“Lah, tumben banget Alisya sama Alitta jemput,” gumam Vanesha memasukan rotinya kembali ke dalam mulutnya.

Lauren terkekeh pelan, “Alisya sama Alitta? Orang yang di depan itu cowok. Iya, kan, Pah?” goda Lauren.

Rehan mengangguk dengan senyum tipis di bibirnya. “Pacar kamu, ya?”

“Pacar?” beo Vanesha. Ia tidak tahu siapa lelaki yang ada di depan rumahnya, apa jangan-jangan itu adalah Ghaksa? Atau ...

Brak!

“Mama, Papa, Vanesha berangkat dulu. Assalamu’alaikum!” Vanesha beranjak dari meja makan dan berlari ke luar rumah.

“Sarapan dihabisin dulu, sayang!” teriak Lauren dari meja makan.

“Vanesha sarapan di sekolah aja, Mah!”

Lauren dan Rehan tersenyum tipis melihat kelakuan Vanesha yang masih sama seperti anak kecil. Lain dengan Vanesha yang membuka pintu terburu-buru, ia harus memastikan siapa lelaki yang ada di depan.

“Astaghfirulloh!” pekik Vanesha ketika ia membuka pintu dan mendapati sosok lelaki sudah berdiri di depan pintu dengan tangan yang ia selipakn di saku celananya.

Vanesha mengusap dadanya berkali-kali, ia mendengkus kesal. “Ih, Vero! Kamu ngapain di sini? Ngagetin aja!”

Vero terkekeh pelan, lantas ia merubah raut wajahnya menjadi datar dan menatap Vanesha dengan tajam. “Bukannya lo sendiri yang minta gue jemput lo, ha?”

Vanesha meringis menunjukan sederet gigi putihnya, ia menepuk jidatnya pelan dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Eh, iya. Lupa.”

Vero menggelengkan kepalanya pelan dan berjalan ke motornya. “Ayo, berangkat!”

🌞🌞🌞


Hari ini semua warga sekolah SMA Garuda 12 sedang sibuk-sibuknya, mereka tengah mempersiapkan acara nanti malam. Perayaan ulang tahun sekolah merupakan kegiatan yang wajib dirayakan bagi SMA Garuda 12.

Seluruh kepanitiaan yang tergabung dan OSIS tengah rapat untuk pemantapan persiapan acara yang akan dilangsungkan nanti malam. Ketua OSIS yang memimpin rapat meminta seksi bidang untuk memberikan informasi perkembangan terhadap kegiatan yang sudah mereka siapkan.

“Oke, semuanya sudah beres. Rapat selesai dan guru bilang, anak-anak sudah boleh dipulangkan untuk mempersiapkan diri mereka di acara nanti malam. Jadi, silakan sampaikan informasi ini kepada semua siswa dan Kak Kevan, tolong pimpin berdoa sekarang.”

Kevan mengagguk pelan. “Baiklah. Terima kasih untuk rapat hari ini. Semoga acara nanti malam bisa berjalan dengan lancar. Berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing, dimulai!” semua menundukan kepalanya serentak.

“Selesai. Selamat siang semuanya.”

Selesai memberi salam dan saling melontarkan ucapan terima kasih. Semua orang mulai berjalan keluar satu per satu meninggalkan  ruang rapat. Vanesha, Alisya dan Alitta  keluar ruangan paling pertama, mereka sangat tidak menyukai ruang rapat yang dipenuhi banyak orang, karena hal itu membuat suasana menjadi panas.

Setelah menjauh dari ruang rapat, ketiga gadis itu berjalan santai menyusuri koridor sekolah yang mulai sepi. Mereka berjalan menuju parkiran. Ketika ketiganya sudah berdiri di depan mobil, Vanesha menghentikan langkahnya untuk membuka ponselnya yang bergetar, sepertinya ia mendapat pesan.

“Lo di mana?”

Vanesha menghembuskan napasnya kasar, lelaki yang satu ini kembali mengganggu hidupnya. Benar-benar menyebalkan. Dengan wajah masam, ia menggerakan jemarinya mengetikan balasan untuk lelaki satu ini.

“Pulang, lah! Kamu pikir?”

Vanesha berdecih pelan ketika ia mendapat fast respon dari lelaki ini. Sepertinya, ia sudah sangat penting bagi hidup lelaki itu.

“Lo berangkat sama gue. Jadi, lo pulang sama gue, gue nggak terima penolakan. Dan jangan coba-coba buat kabur.”

Vanesha mendengkus dan mengentakan kakinya kasar. Ia mematikan ponselnya dan meremasnya untuk melampiaskan kekesalannya. Lelaki itu masih saja menguji kesabarannya.

“Girls. Ak-aku nggak jadi pulang sama kalian, soalnya aku baru ingat mau ke suatu tempat dulu,” ucap Vanesha berbohong kepada kedua sahabatnya.

Alitta membuka kaca mobilnya, karena ia sudah memasuki mobil. “Ke mana? Kita anterin sekalian aja.”

Vanesha menggigit bibir bawahnya, ia harus kembali berbohong karena lelaki menyebalkan itu. “Eh, ng-nggak usah. Aku bisa sendiri, kok. Kalian pulang dulu aja, nggak apa-apa, kok.”
Alitta menautkan alisnya, “kamu nggak apa-apa?”

Vanesha tersenyum mencoba meyakinkan Alitta yang terlihat khawatir kepadanya. “Iya, aku nggak apa-apa, kok.”

“Ya, udah. Kamu harus hati-hati. Kalau udah sampai rumah, kabarin kita, ya!”

Vanesha terkekh di dalam hatinya. “Kan, aku pulang sama Vero. Kalau aku kenapa-kenapa, aku bunuh si Vero itu.”

Vanesha tersenyum tipis sambil menganggukan kepalanya. Ia melambaikan tangannya kepada kedua sahabatnya yang mulai melanjukan mobil meninggalkannya seorang diri.

Vanesha menghembuskan napasnya lega, ia segera berjalan menuju ke halte sekolah. Ia sudah meminta Vero untuk menunggunya di sana, karena ia tidak mau kedua sahabatnya atau siapapun melihat mereka naik motor bersama.

“Kemana aja lo? Lama banget! Buruan naik!”

Vanesha mendengkus kesal, ia baru sampai dan sudah dimarahi saja oleh lelaki itu. Memangnya dia siapa, berani-beraninya memarahi dirinya.“Salah kamu sendiri ngajakin balik bareng!” ucapnya sambil menaiki motor sport milik Vero.

Tanpa berniat melanjutkan pertengkarannya. Vino menyalakan mesin motor dan melanjukan motornya menyusuri kota Jakarta di sore hari yang terlihat sangat cerah.

Vanesha menghirup napasnya dalam-dalam. Sejujurnya, ia sangat suka naik motor daripada naik mobil. Itu sebabnya, ia tidak bisa menolak permintaan Vero ketika lelaki itu selalu menawarkan untuk pulang bersama.

Vanesha mengerutkan keningnya, ia baru menyadari akan satu hal. “Ini hoodie yang aku beliin waktu itu. Terima kasih Vero, kamu sangat menghargai pemberianku.”

Walaupun harga hoodie itu tidak seberapa, tetapi Vero memakainya, hal itu membuat Vanesha merasa Vero sangat menghargainya.

Vanesha terus tersenyum dengan senang, sampai ia tidak menyadari bahwa mereka sudah sampai di depan rumahnya.

“Makasih,” ucap Vanesha dengan cepat dan berbalik untuk masuk ke dalam rumahnya. Namun, langkahnya terhenti ketika lengannya dicekal Vero dengan kuat. Ia berbalik seraya menaikan sebelah alisnya.

Vero segera melepas cekalannya dan berdehem pelan. “Ma-maf.”

Vanesha mengangguk kecil. “Nanti malam gue jemput lo. Gue nggak terima penolakan lagi,” ucap Vero dengan cepat dan kembali melajukan motornya meninggalkan pekarangan rumah Vanesha.


🌞🌞🌞

Aaah, kata paling legend di dunia wattpad.
"Gue nggak terima penolakan."

Yang di tawarin siapa, yang klepek-klepek siapa, wkwk.

Jangan lupakan vote dan komentarnya
Po sayang kalian semua

Follow akun wattpad ini
Follow juga akun instagram
@popykhalimah_

Mari kita berteman

Papayy
Lope yu


🌞

♥️♥️♥️
⭐⭐⭐⭐⭐

ALVEROSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang