Saat semua pasang mata tertuju pada Kevan dan perampok, Vanesha justru memandang sosok lelaki yang berdiri di pojok cafe dengan senyum liciknya.Namun, yang menarik perhatiannya yaitu, saat lelaki tersebut memegang pistol dan menodongkannya dari kejauhan. Kedua manik Vanesha mengikuti arah pistol tersebut, siapa yang menjadi sasaran orang itu?
Di detik itu juga, kedua maniknya berhasil membulat sempurna. Ia baru menyadari, bahwa lelaki itu menjadikan Lauren sebagai sasarannya. Dasar, perampok licik!
"Ma-mama ...."
Rasa panik, bingung dan khawatir tercampur sempurna dalam benaknya, apa yang harus ia lakukan sekarang?
Perlahan, kedua bola matanya beralih kepada orang-orang yang ada di sekitarnya. Ia memandangi wajah mereka satu persatu. Takada yang berubah dari mereka.
Tak sengaja, kedua bola matanya menangkap sosok lelaki muda yang berdiri tepat di belakangnya. Walaupun dari kejauhan, ia bisa melihat sosok lelaki tersebut dengan jelas.
Ia kembali di kejutkan dengan keadaan, kenapa ia harus melihatnya lagi. Bahkan, di saat detik-detik terakhirnya.
Tiba-tiba lelaki itu tersenyum tulus kepadanya, senyuman yang masih sama seperti dulu.
Lantas, lelaki itu justru melenyapkan senyumannya. Ia menggelengkan kepalanya kuat, seakan-akan ia tahu, apa yang akan di lakukan seorang Vanesha.
Tak mau peduli, Vanesha kembali menatap Lauren dan salah satu perampok yang tengah menjadikan Lauren sasaran secara diam-diam.
Ia mulai memejamkan matanya kuat-kuat. Serpihan kenangan yang pernah ia kubur dalam-dalam, kini bangkit kembali tanpa izin dari pemiliknya.
"DASAR PSYCHOPATH!"
"LEBIH BAIK LO YANG MATI!"
"PERGI DARI SINI, DEK!"
"GUE NYESEL PUNYA TEMEN KAYAK LO!"
Vanesha membuka matanya, bayang-bayang masa kelam itu masih begitu mengerikan. Padahal, ia sudah memaafkan semuanya.
Ia menghembuskan napasnya kasar. Jika memang ini saatnya, ia benar-benar ikhlas. Ia tidak mau melihat orang-orang yang ia sayangi kesakitan, lebih baik sakit itu dilimpahkan saja kepadanya.
Sesekali, ia menghembuskan napasnya kasar sambil mengusap wajahnya kasar. Lantas, ia mencoba berlari sekuat tenaganya.
Entah mengapa, saat ia berusaha berlari sekuat tenaga, waktu terasa begitu lamban baginya.
Hingga akhirnya, di saat detik-detik terakhirnya. Serpihan kenangan itu kembali lagi menghiasi ingatannya yang tercampur bersamaan dengan mengalirnya butiran air matanya.
"HIDUP LO NGGA ANDA GUNANYA!""PSYCHOPATH!"
"GUE NYESEL PUNYA TEMEN KAYAK LO!"
"KITA UCAPKAN SELAMAT KEPADA PASANGAN VERO DAN VERA"
"PERGI LO!"
"JANGAN PERNAH MUNCUL DI HADAPAN GUE!"
"KITA PUTUS!"
DOR!
DOR!
DOR!
DOR!
Hening, takada yang bicara atau bahkan bergerak. Semua orang masih shock untuk menanggapi kejadian yang terjadi dalam hitungan detik.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVEROSA [END]
Genç KurguHAI-HAI! 🦋🦋🦋 SEBELUMNYA AKU MINTA MAAF SAMA KALIAN SEMUA, YA! MUNGKIN ADA BEBERAPA PART YANG NGGAK NYAMBUNG ATAU ANEH. KARENA, CERITA INI SEDANG MASA PERBAIKAN! DAN KARENA AKUNYA MALAS. JADI, MASA PERBAIKANNYA LAMA. wkwk. 🌞🌞🌞 Kisah ini tent...