Part 49 ♥️ MAAF?

348 35 82
                                    

I'am always here, like the violet sunset that always comes, even if my embrace is small. I'll hold you.

***

BRAKK!!

Terdengar suara pintu yang tertutup dengan keras. Ya, semua orang keluar dari ruang rawat atas keinginan tuan putri Vanesha, dan tentu saja kecuali Kevan.

"Vampir comberan! Sial! Dia memang nggak berubah," decak Alisya sambil mendudukan diri di kursi yang tersedia di depan ruang rawat.

Zico berdecih pelan, ikut mendudukan diri di sebelah Alisya, "setelah melewati maut saja, dia masih sangat baik-baik saja. Lo lihat, tadi kan? Bagaimana halusnya dia mengusir kita?"

Sambil melipatkan kedua lengannya di depan dada, Zico menghembuskan nafasnya kasar lantas berdesis pelan, "hm, keluarga Dirgranda memang menakjubkan!"

Di sisi lain, Alitta dan Rendy yang sedari tadi melihat aksi drama Alisya dan Zico, mereka hanya bisa melontarkan tatapan tengahnya lantas tertawa kecil. Mereka benar-benar kompak!

***

Kevan menggenggam tangan Vanesha sembari mengusap lembut puncak kepalanya, menyalurkan segala rasa bersalah sekaligus rasa rindunya pada adik kecilnya.

"Lama ngga ketemu, abang apa kabar?" tanya Vanesha, sedikit sesak mengingat pertengkaran dengan abangnya, kalau itu. Sedangkan Kevan, ia masih diam, dirinya masih tak tau harus mengatakan apa.

"Makasih bang, lo masih sudi lihat gue," lanjut Vanesha.

"Bang, maafin gue ya, gue belum bisa jadi adik yang membanggakan dan buat lo. Bahkan di saat detik-detik terakhir gue bernafas, gue belum bisa bahagiain lo,"

"Bang, jaga mama sama papa dengan baik ya. Jaga kamar kesayangan gue juga, jangan sampai ada yang merusak kamar kesayangan gue. Karena, kamar itu adalah saksi bisu segala perasaan gue. Tapi kalo lo mau tidur di kamar gue, boleh kok. Tapi jangan ilerin boneka-boneka gue, ya?"

Vanesha menghembuskan nafasnya sejenak, ia berusaha menenangkan dirinya untuk tidak menitihkan air mata di depan Kevan. Dan Kevan, ia masih bertahan dengan seribu kebisuannya sambil menahan air matanya.

"Gue sayang lo bang,"

"Lo baru siuman, dan lo mulai membual!" tegas Kevan dengan suara paraunya.

"Bang, hidup itu penuh kejutan. Lo ngga bisa yakin, akan apapun dalam hidup lo. Jadi, teruslah bahagia, hidup kalian harus tetap berjalan, setelah ada gue, maupun tanpa gue,"

"Makasih, lo udah jagain gue selama 17 tahun terakhir ini. Dan maaf, gue ngga bisa jadi adik yang membanggakan buat lo," lanjut Vanesha memberikan senyum sendunya.

"Ss--Sya?"

"Lo ngomong apasi, gue gak ngerti!" tegas Kevan mengalihkan pembicaraan.

"Bang ... peluk!" rintih Vanesha seraya merenggangkan kedua tangannya. Dalam hitungan detik, Kevan sudah menghamburkan diri ke dalam pelukan adik kecilnya, ia sangat merindukan adiknya ini, entah sudah berapa lama mereka saling menjauhkan diri.

"Bang ... nangis bang!" perintah Vanesha, sambil menepuk punggung bidang Kevan.

"Hm?"

"Nangis! Jangan dipendam! Ayo ... nangis!"

Di detik itu juga, pipi Kevan sudah basah dengan linangan air matanya sendiri. Oke, kalian bisa menganggapnya lemah, atau apalah itu!

Tapi sungguh, biarkan dia menumpahkan semuanya di dalam pelukan ini. Hangat dan tenang!

ALVEROSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang