10 🦋 Peluk 1

451 97 23
                                    

"Tidak! Tidak!"

"Lepaskan saya!"

"Tolong!"

Vanesha membuka maniknya yang sempat ia pejamkan. Ia berusaha untuk duduk serambi memegangi kepalanya yang terasa berat. Vanesha mulai menarik dan menghembuskan napasnya pelan, lantas ia menyeka keringat yang bercucuran di dahinya.

Di saat seperti ini, mimpi itu selalu setia menyambutnya dengan sangat kejam. Ia menarik kakinya dan memeluknya seraya mengingat-ingat mimpi yang selalu hadir di setiap penghujung tidurnya. Hal itu masih terlihat sangat jelas di dalam pikirannya.

Vanesha menggelengkan kepalanya berusaha untuk membuang jauh-jauh pikiran itu, ia mulai melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi dan mulai mempersiapkan diri. Hari ini ia akan ke rumah bibi, sendirian.

Setelah ia siap dengan barang bawaannya di dalam tas ransel berwarna hitamnya, ia mendudukan diri di balkon sambil menikmati suasana pagi hari yang terasa begitu sejuk baginya.

Ia menghembuskan napasnya panjang saat ponselnya terus bergetar dengan nama Alvero di dalamnya, Vanesha menggeser tombol hijau seraya berdecih pelan, "Ngapain telepon? Terlalu pagi untuk bertengkar, Alvero," ucapnya mengawali percakapan.

"Lo di mana?" ujar Vero dari balik teleponnya tanpa memperdulikan ucapan Vanesha satu detik yang lalu.

"Di rumah," balasnya seraya mengerutkan keningnya.

"Ke rumah bibi lo, jadi? Jam berapa?"

Vanesha semakin mengerutkan keningnya. Ia heran, ada apa dengan Vero? Tidak biasanya Vero menanyakan keberadaannya dan memperdulikan aktivitasnya.

"Kayaknya, sebentar lagi, deh. Soalnya ..."

Tut! Tut!

Belum sempat menyelasaikan ucapannya, Vero sudah memutuskan sambungannya sepihak. Hal itu benar-benar membuat Vanesha yang menggerutu kesal.

"Memang dasar Alvero, udah nyebelin, ngeselin, nggak punya sopan santun pula!" decaknya sangat kesal.

Vanesha memutuskan untuk bangkit meninggalkan balkon dan turun ke bawah untuk sarapan daripada ia memikirkan ketidakjelasan Vero yang membuat emosinya naik pitam.

"Bi Ratri, Shasya mau nyusulin Kak Kevan ke rumah bibi. Jadi, Bi Ratri sama Pak Soman jaga rumah hati-hati, ya. Jangan lupa, jendela sama pintu selalu di kunci," ujar Vanesha sambil menyuapkan nasi goreng ke dalam mulutnya.

Bi Ratri nampak risau, ia meneguk ludahnya kasar, "Iy-iya, Non. Ta-tapi, Non Shasya ke sana sendiri? Memangnya nggak apa-apa, Non?"

Vanesha menghembuskan napasnya pelan, "Shasya nggak apa-apa, kok, Bi."

"Iya sudah, Non Shasya hati-hati, ya! Jaga diri, Non." Vanesha mengangguk dan menyudahi sarapan dengan segelas susu.

Setelah berpamitan dengan Bi Ratri dan Pak Soman, Vanesha keluar dari rumah untuk memesan taksi online. Namun, ia sempat terperanjat saat maniknya menatap sosok lelaki di depan pintu rumahnya.

"Astaghfirulloh!"

Vanesha mengelus dadanya seraya mendengus kesal, bukannya minta maaf karena sudah membuatnya terkejut, justru lelaki di depannya itu tersenyum tidak jelas kepadanya.

ALVEROSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang