29 🦋 Gagal

314 61 6
                                    

Setidaknya, biarkan aku mengecap sedikit kebahagiaan bersamanya, sebelum Tuhan mengambil alih semuanya.

- Vanesha Putri Dirgranda.

🌞🌞🌞

Bruk!

Vanesha mengerang ketika dirinya menabrak dada bidang seseorang yang ada di depannya. “Ih, kalau jalan itu pakai mat--”

Vanesha menggantungkan ucapannya, ia semakin kesal ketika menangkap Kevan berdiri di depannya dengan senyum yang menampilkan sederet gigi putihnya. “Pakai apa, ha?”

“Kakak kalau jalan lihat-lihat bisa nggak, sih. Nih, jidatku sakit tahu nggak!” berang Vanesha berkacak pinggang. Lain dengan Kevan yang terkekeh pelan seraya mengacak-acak puncak rambut adik kesayanannya itu.

“Iya udah, maafin kakak yang ganteng ini, ya?”

Vanesha berdecih pelan, di matanya Kevan sama sekali tidak tampan, lebih tampan pacar barunya. “Ih, minggir! Aku mau ke kelas.”

Kevan menarik lengan Vanesha untuk mengikuti langkah kakinya, namun genggamannya terlepas ketika gadis itu memberontak untuk melepaskannya. “Ih, mau ke mana, sih?”

Kevan merotasikan bola matanya, ia menghembuskan napasnya perlahan. “Ke kantin, Tuan Puteri.”

Vanesha berdecih pelan, lelaki yang ia anggap sebagai kakaknya itu benar-benar alay bin lebay. “Nggak! Aku nggak lapar.”

Kevan menganggukan kepalanya lantas menarik kembali lengan adiknya. Vanesha hanya bisa mendongkol, ia benar-benar kesal dengan sikap kakaknya yang suka seenaknya sendiri. Ternyata, bukan hanya Vero yang memiliki sikap itu, tetapi Kevan juga.

Tidak hanya satu atau dua siswa yang menatap Vanesha dengan tatapan iri, bagaimana tidak? Vanesha di bawa mantan ketua basket yang paling di segani para wanita di sekolahnya. Di tambah lagi kedatangan teman-teman Kevan, hal itu membuat Vanesha seolah-olah menjadi Puteri sungguhan.

Vanesha mengedarkan pandangannya kala ia sampai di kantin. Ia hanya memastikan gadis menyebalkan itu masih berada di sini atau tidak, karena jika Vera masih di sini, itu akan membuat napsu makannya berkurang.

Vanesha menarik sudut bibirnya ketika maniknya tidak melihat Vera di mana-mana, namun pandangannya beralih kepada Ghaksa yang ada di depannya. Hatinya bergemuruh, ia harus mengontrolnya, karena ia sudah memutuskan untuk memaafkan lelaki itu dan berdamai dengan masa lalunya.

“Kak, aku mau ke kelas aja, deh. Aku nggak lapar.”

Kevan menyodorkan semangkuk mie ayam dan es teh. Ia tahu adiknya belum sempat makan, karena ia melihat ketika adiknya itu pergi dari kantin saat melihat Vero di gelayuti oleh Vera. “Habisin!”

Vanesha menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya dengan berat. Takada pilihan lain, ia tidak akan bisa menolak apa yang sudah kakaknya itu putuskan. Akhirnya, ia memutuskan untuk tetap duduk di sana dan memakan makanannya.

Vanesha merasa sedikit risih ketika Ghaksa terus menatapnya, ia tidak nyaman dengan hal itu.
“Makan aja, nggak usah lihatin adik gue begitu,” ucap Kevan membuat Ghaksa menunduk untuk memakan makanannya. Lain dengan Vanesha yang menarik sudut bibirnya, ia merasa lega karena kakaknya itu bisa mengerti apa yang tengah ia rasakan. “Terima kasih, Kak.”

ALVEROSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang