Vero berjalan santai melewati semua murid yang tengah sibuk dengan urusan mereka sendiri. Setelah mengantar Vanesha ke kelasnya, ia berjalan menuju ke kelasnya juga. Sejujurnya, ada rasa lega, sedih dan senang di dalam benaknya yang tercampur manjadi satu. Entahlah, ia saja bingung.
Ia senang dan lega, akhirnya Vanesha menceritakan semua kisah masa lalunya dan mau membuka diri untuk bangkit dan melawan masalah, bukan lari dari masalah. Namun, di sisi lain, ia juga merasa sedih dan miris atas kisah masa lalu gadis itu. Ia masih tidak menyangka dengan sikap lelaki brengksek itu. Jika ia masih bisa bertemu lelaki itu, ia tidak segan-segan untuk menghabisinya.
“Vero, gue tunggu di rooftop,” ucap Ghaksa seraya melewatinya begitu saja. Vero menaikan sebelah alisnya tanpa membalikan badannya untuk menatap Ghaksa, lantas Vero berdecih pelan. “Sepertinya, lo nggak ada bedanya sama kakak lo,” gumamnya pelan.
Mau tidak mau, Vero pergi ke rooftop menemui Ghaksa, karena bagaimanapun ia sendiri yang awalnya mengajak Ghaksa bertemu dan berbicara.
“Sekarang, katakan! Lo mau ngomong apa sama gue? Apa yang lo lakuin tadi sama Shasya?” tanya Ghaksa to the point.
Vero berdecih pelan, ia mendudukan dirinya di salah satu sofa yang tersedia di rooftop. Ia menghela napasnya kasar dan memejamkan matanya. “Seharusnya, gue yang tanya, apa yang lo lakuin sama Shasya sampai dia lari di tengah hujan deras. Dan bahkan, sekarang dia nggak mau ketemu lo, di takut sama lo,”
Ghaksa terdiam, ia juga tidak tahu jawabannya. Ia sendiri juga bingung kenapa gadis itu jadi ketakutan saat melihatnya. “Lo nggak ngerti jawabannya, kan?” ucap Vero tiba-tiba, hal itu membuat Ghaksa terduduk sambil menundukan kepalanya.
“Harusnya, lo nggak usah datang ke kehidupan Shasya!” Ghaksa segera bangkit dari duduknya dan menghampiri Vero untuk mencengkram kerah bajunya.
“Maksud lo apa, ha? Lo itu cuma iri, kan? Karena pada akhirnya, Vanesha itu lebih milih gue daripada lo! Lo itu sampah!” ucap Ghaksa melepas cenggkramannya di kerah baju Vero dengan kasar.
Vero berdecih pelan. “Iya! Gue memang iri sama kedekatan kalian berdua! Gue iri, karena lo bisa dengan mudah mengambil hati Vanesha. Gue iri! Gue selalu pengin ada di posisi lo! Tapi sekarang, gue justru bersyukur telah menjadi diri gue sendiri.”
“Gue bersyukur, karena gue nggak punya saudara brengsek kayak lo!” tegas Vero menunjuk tepat di wajah Ghaksa, hal itu membuat emosi Ghaksa naik pitam.
“Jangan pernah bawa-bawa kakak gue! Lo itu nggak kenal dia!” erang Ghaksa sembari mendorong dan memukul tepat di wajah Vero.
Lain dengan Vero yang berdecih pelan seraya mengusap sudut bibirnya yang berdarah akibat pukulan Ghaksa. “Aksa ... kakak brengsek lo, kan? Dia adalah cowok brengsek yang udah ....”
Vero menghentikan ucapannya, ia harus berpikir dua kali untuk memberitahu Ghaksa tentang masalah ini. Namun, Ghaksa terus mendesaknya untuk mengatakannya. “Kakak gue apa? Katakan! Cepat, katakan Vero!” tanya Ghaksa memaksa.
Vero mengusap wajahnya dengan kasar. Mau tidak mau, Ghaksa juga harus tahu perlakuan kakaknya itu. “Kakak lo melecehkan Vanesha,” Ghaksa diam terpaku, ia sangat terkejut dengan apa yang barusan ia dengar.
“Dia hampir menyetubuhi Vanesha! Gara-gara kakak lo, Vanesha mengalami post traumatic stress disorder. Dia trauma, dia tersiksa dengan semuanya! Apa lo tahu? Kenapa dia lari ketakutan saat dia berada di rumah lo? Karena dia baru tahu, kalau Aksa adalah kakak lo, dan dia takut kalau lo akan melakukan hal yang sama ke dia!” tegas Vero menuding pada Ghaksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVEROSA [END]
Teen FictionHAI-HAI! 🦋🦋🦋 SEBELUMNYA AKU MINTA MAAF SAMA KALIAN SEMUA, YA! MUNGKIN ADA BEBERAPA PART YANG NGGAK NYAMBUNG ATAU ANEH. KARENA, CERITA INI SEDANG MASA PERBAIKAN! DAN KARENA AKUNYA MALAS. JADI, MASA PERBAIKANNYA LAMA. wkwk. 🌞🌞🌞 Kisah ini tent...