14 🦋 Hoodie

422 71 32
                                    


Bruk!

Sosok gadis bertubuh mungil menabrak punggung Vero, seketika ia menoleh untuk melihat wajah gadis tersebut.

Gadis berkulit putih dengan hoodie kuning, sepatu sport berwarna hitam dan rambut yang di ikat membuat gadis itu terlihat sangat natural dan dewasa.

"Ee-eh, maaf ma--" ucapan gadis tersebut terpotong saat maniknya bertemu dengan manik Vero, lantas ia menghela nappasnya kasar sembari merotasikan kedua bola matanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ee-eh, maaf ma--" ucapan gadis tersebut terpotong saat maniknya bertemu dengan manik Vero, lantas ia menghela nappasnya kasar sembari merotasikan kedua bola matanya.

"Kenapa kamu masih di sini?" tanya gadis tersebut dengan tangan yang ia silangkan di depan dadanya.

"Minta maaf dulu bisa, kali. Udah nabrak, kok!" sela Vero seraya mengalihkan pandangannya ke arah jalanan.

Gadis tersebut hanya berdehem pelan, "Iya, maaf."

"Kalau nggak ikhlas minta maafnya, gue laporin atas dasar merusak kenyamanan, ketentraman dan kesejahteraan rakyat," ancam Vero dengan asal.

"Ya sudah, laporin saja sana!"

"Oke, gue laporin sekarang." Vero segera melangkahkan kakinya berbalik untuk meninggalkan gadis yang ada di depannya itu. Namun, langkahnya terhenti saat gadis tersebut mencekal lengannya dan menahannya. "Ee-eh, tunggu!"

"Kalau suka, bilang, dong. Nggak usah pegang-pegang begini," celetuk Vero sangat mengarang.

"Nggak usah ngarep! Sekarang, apa mau kamu?"

Vero tersenyum miring, sedangkan gadis tersebut mengerutkan keningnya, sepertinya ada bau-bau mencurigakan, "Lo harus traktir gue makan, baru gue maafin."

Gadis tersebut mendengus kesal, "Manfaatin banget, sih!"

"Lama!" decak Vero sembari menarik lengan gadis itu untuk menuju ke salah satu pedagang kaki lima. Susah payah Vanesha mengatur detak jantungnya yang mulai berdetak sangat cepat. Jantung yang menyebalkan!

"Mau pesen apa mba, mas?" tanya seorang wanita paruh baya yang mereka yakini ia adalah penjualnya.

"Kami pesan sate kelinci satu. Eh, dua Bu, kasihan pacar saya. Sama teh manis hangatnya dua, Bu. Terimakasih," Vero tersenyum simpul saat ia beralih menatap wajah Vanesha yang masih terihat kesal. Menurutnya, Vanesha terlihat sangat menggemaskan jika dia sedang marah seperti ini.

"Baik, ditunggu ya mas, mba." Vero hanya mengangguk, lantas ibu penjualnya pun pergi untuk menyiapkan pesanan mereka.

"Eh, kamu apa-apaan, sih! Aku itu nggak mau makan sate kelinci! Bayanginnya aja geli, masa hewan selucu dan seimut itu dimakan? Ih!" Vanesha bergidik ngeri saat membayangkan dirinya memakan sate kelinci.

ALVEROSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang