Bab 38 | Kembali Bertemu
[]
Denver pulang saat langit berubah gelap. Ia sengaja berlama-lama di depan pusara bundanya setelah mengantar Zetta pulang. Meninggalkan Zetta tanpa salam perpisahan pula. Selain terkejut, Denver juga masih menerka-nerka arah pemikiran Edgar.
Pertemuan pertama dengan Edgar tidak berakhir menyenangkan, Denver tahu betul. Namun, haruskah cowok itu melakukannya?
Denver berdecih pelan. Ia membuka gerbang rumah setelah turun dari motor. Mendorong motornya melewati gerbang. Lampu taman menyorot tiap langkah Denver hingga menuju pintu garasi yang tertutup.
“Aden,” panggil Bi Sasmi, derap langkahnya terburu mendekati Denver. Dapat terdengar jelas helaan napasnya yang memburu. Mungkin Bi Sasmi berlarian dari dapur hingga ke sini.
“Kenapa, Bi?” Denver terlebih dahulu membuka helm, kemudian bersandar di badan motor. “Khawatir, ya?”
“Bibi kira, Den nggak akan pulang. Ini udah jam delapan malam!”
Denver menarik seulas senyum. “Aku ketemu Bunda dulu.”
Wajah Bi Sasmi yang tadinya tampak panik, berangsur-angsur tergantikan dengan sorot sendu. Denver segera mengalihkan pandangan. Di langit yang gelap, bintang memenuhi langit dengan cahayanya yang redup. Berkelap-kelip perlahan.
“Masuk yuk, Den. Dingin di sini.” Tangan Bi Sasmi melambai-lambai sambil melangkah menuju garasi. Wanita itu menarik pintu garasi ke atas hingga terbuka lebar. Denver hanya mengangguk. Menempatkan motornya tepat di sisi mobil ayah.
“Bi.” Denver teringat sesuatu begitu sampai di pintu yang mengarah ke dapur. “Ayah nyariin aku nggak?”
“Tadi nanyain kok, coba cek ponsel Aden. Pasti tadi Tuan Divo ngehubungin.”
Ia melupakan ponselnya yang mati total, selepas Zetta membalikkan tubuh dan berderap masuk ke rumahnya. Awalnya memang karena ia butuh waktu untuk menyendiri, tanpa terdistraksi apa pun. Dering ponsel termasuk salah satu yang menganggu, menurut Denver.
Berdiri di konter dapur, Denver mengambil segelas air dan duduk di kursi panjang. Menandaskan air putih dalam tiga kali tegukan. Mau berapa kali pun mengelak, Denver tetap tidak bisa menerima kenyataan kalau Edgar pelakunya. Semuanya akan terasa mudah jika cowok itu bukan kakaknya Zetta.
Lima menit kemudian, Denver sudah masuk ke kamar. Ia tidak bertemu ayahnya di ruangan mana pun. Mungkin juga ayah sudah tidur. Kalau dipikir-pikir, sejak keinginan Denver yang menurut ayah mustahil, Denver jarang mengobrol lagi. Jarang menghabiskan waktu untuk bercanda bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Denver [End]
Novela JuvenilTidak seperti cowok kebanyakan, Denver menyukai bunga. Bukan sekadar suka, Denver pun menaruh harapan dan rindu yang tak tersampaikan. Zetta, cewek yang awalnya membenci Denver, berbalik melindungi cowok itu. Zetta tidak bisa tinggal diam saat seant...