24 | Jarak

46 6 0
                                    

24 | Jarak

***

“Kamu ada masalah apa sama Risna, Ta?”

Zetta menghentikan langkah, tepat di depan gerbang SMA Asanka. Suasana sekolah nyaris sepi, hanya ada beberapa orang yang masih berada di lingkungan sekolah. Menunggu jemputan atau sekadar mengobrol santai.

“Hm?” Runa menunggu jawaban Zetta. “Ada apa?”

“Kenapa tiba-tiba tanya itu?” sahut Zetta.

“Pas sehabis olahraga tadi, dia lihatin kamu terus. Aneh, tatapannya kayak nggak suka gitu.” Runa tampak berpikir sejenak. “Apa cuma perasaanku aja, ya?”

“Udahlah.” Zetta mengibaskan tangan. Tidak lama, dia mengamit lengan Runa. Beriringan berjalan menuju rumah Runa.

Sejujurnya, Zetta sedang tidak ingin bertemu dengan kakaknya. Dia akan mengingat semua permusuhan yang dilayangkan Edgar kepada Denver. Lantas bagaimana jadinya jika Zetta memilih menuruti permintaan Edgar? Apa Denver akan baik-baik saja dan jauh dari perbincangan di sekolah?

Zetta menoleh ke sisi kanan. “Runa, makan mi, yuk?”

Yang ditanya mengerjap, tersadar dari lamunan. “Nggak bosen mi terus?”

“Ngebakso aja, gimana?” Zetta sedikit mengguncang lengan Runa, antusias. Sudah lama dia tidak memakan bakso di luar sekolah. Banyak memesan bakso di kantin sekolah. Terakhir kali dia makan bersama Denver. Seperti ada sesuatu yang menikam ulu hatinya, Zetta menggeleng keras. “Jangan deh, mending beli es krim aja.”

“Serius? Ini lagi mendung, Ta.” Runa mengeluh.

“Emang kenapa? Sekali-kali nggak apa-apa.”

“Aneh.” Runa mencibir. “Ya udah, boleh, deh. Traktir tapi, ya?”

Zetta mendengkus, tetapi tidak menolak sama sekali. Kehadiran Runa cukup untuk melupakan masalahnya sejenak. Candaan cewek itu, gelak tawanya yang khas mampu membuat Zetta bersyukur memiliki teman seperti Runa.

Sesampainya di tujuan, Runa melesat ke konter kedai es krim. Memesan es krim rasa green tea bertabur oreo dan keju tabur. Sementara Zetta memesan rasa cokelat dengan toping keju tabur. Walaupun suasana mendung, banyak pengunjung yang menyambangi kedai. Sekadar berbincang santai. Rata-rata dipenuhi anak sekolahan.

“Ta, biasanya orang yang makan makanan manis itu lagi galau,” ujar Runa sesaat setelah duduk di salah satu meja dengan dua kursi, saling berhadap-hadapan.

“Kamu bilang aku galau?”

Runa mengangguk-angguk, wajahnya memancing Zetta untuk mencubit pipi cewek itu. Dengan gemas, Zetta akhirnya menarik pipi kiri Runa. “Aih, sakit!”

“Ngomong sembarangan, sih,” gerutu Zetta. Dia mengetuk-ngetuk jarinya di meja, sesekali melongok ke konter. Pesanan es krimnya masih dalam proses pembuatan.

“Mario perasaan temenin Denver mulu, deh. Kemarin dia bilang lagi nginep di rumah Denver, sekarang dia lagi sama Denver juga. Padahal biasanya Ibu Mario suka nyariin kalau Mario telat pulang.”

“Baguslah, sahabat yang baik.” Zetta mengangkat alis saat Runa menatapnya tanpa berkedip, cewek itu lalu menumpukkan kedua lengan di meja. Berbisik kepada Zetta.

“Kamu jangan nyindir gitu dong.”

“Nggak, Run. Aku bener-bener lagi ngomongin mereka,” tandas Zetta.

Seorang barista meletakkan pesanan Runa dan Zetta di meja. Wajahnya ramah ketika menyapa kedua sahabat itu. Zetta dan Runa menganggukkan kepala, serentak mengucapkan terima kasih. Runa kemudian sibuk kembali memainkan ponsel.

Denver [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang