40 | Dua Alasan
[]
“Hati siapa yang bermasalah?”
Sejak kalimat itu terucap, Runa memandang Denver aneh. Alih-alih menjawab, Runa justru menarik lengan jaket Denver menuju ke depan warung. Belakangan Denver tahu bahwa pemiliknya sedang berada di luar kota. Alasan mengapa warung tersebut selalu tutup.
Di bangku kayu yang berukuran panjang, ingatan Denver memutar secara acak. Pertengkaran yang akhirnya berujung baikan terjadi di sini. Saat hujan turun, pun hawa dingin menyapa. Suasana yang sama masih terjadi, bedanya Denver bersama Runa, bukan Zetta.
Pertengkaran itu tak terelakkan lagi, sampai-sampai membuat Denver terasa kosong. Boleh saja, mereka mempermasalahkan hal kecil. Denver tidak keberatan sama sekali. Namun, sejak Zetta mengakui bahwa dia menyebarkan tentang kesukaannya pada bunga, Denver terusik.
Nyaris semua hal menyebalkan selalu terpaut pada Zetta. Sumber rasa sakit juga ketidakpahaman Denver mengapa ia bisa selalu menerima. Pun Denver mencoba mencari akar permasalahannya terlebih dahulu. Denver mengaku, ia memang terluka, tetapi semuanya seolah lenyap, kala satu per satu kenangan manis bersama Zetta merayap naik. Seolah menyebarkan aroma bunga yang lembut, lalu perlahan berakhir berambat ke hatinya.
Denver tidak paham dengan perasaannya sendiri.
“Denver, kamu denger aku ngomong nggak, sih?” Runa memekik, sekaligus membuat Denver kembali menatap Runa.
“Kamu bilang apa tadi?” Denver mengusap wajahnya. Mencoba menghilangkan semua kenangan tentang Zetta.
“Lupain aja,” ujar Runa. “Kayaknya kamu nggak akan peka meskipun aku udah kodein berkali-kali.”
Kepala Runa mengangguk-angguk sambil menunduk kecewa. Sejenak Denver terdiam, kata-kata Runa sama sekali tidak ia pahami. Sekarang kepalanya mendadak pening. Denver membutuhkan waktu untuk menyendiri.
“Aku anterin kamu pulang,” ujar Denver.
“Sebentar.” Runa tiba-tiba berdiri di hadapan Denver, tepat ketika Denver hendak melangkah. Salah satu alis Denver yang terangkat akhirnya membuat Runa membuka kembali mulutnya. “Soal minuman rasa jeruk itu, kamu nggak penasaran kenapa aku bisa tahu? Pahadal jelas-jelas, kamu nggak pernah bilang suka banget minuman itu ke aku?”
“Kayaknya kamu sering merhatiin aku diem-diem.” Denver menjawab sambil lalu.
“Itu aja?” Runa menatap Denver lamat-lamat.
Denver mengurut keningnya menggunakan ibu jari dan telunjuk. Sungguh, selain menyendiri, rupanya Denver juga membutuhkan obat pereda nyeri sakit kepala. Semakin lama, kepalanya tidak bisa diajak bekerja sama, malah semakin berdenyut-denyut ngilu.
Tatapan Runa seolah-olah menunjukkan kalau dia benar-benar membutuhkan jawaban Denver. Lantas dengan sisa kesabaran yang ada, Denver menjawab, “To the point aja, Run. Kamu tahu aku nggak suka kode-kodean. Aku beneran nggak paham apa yang kamu maksud.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Denver [End]
Teen FictionTidak seperti cowok kebanyakan, Denver menyukai bunga. Bukan sekadar suka, Denver pun menaruh harapan dan rindu yang tak tersampaikan. Zetta, cewek yang awalnya membenci Denver, berbalik melindungi cowok itu. Zetta tidak bisa tinggal diam saat seant...