39 | Masalah Hati
[]
“Kamu serius sama ucapanmu waktu itu, Ta?”
Sebenarnya Zetta enggan membahas Denver. Kejadian kemarin masih membekas. Sikap dingin Denver turut serta memperumit suasana hatinya. Apalagi kalau mengingat hubungannya dengan Runa yang bisa hancur, kalau Zetta tidak segera menjaga jarak dengan Denver.
Tidak ada kata lain selain sesak.
Namun, tak urung Zetta akhirnya menatap Runa. Di tengah murid-murid yang berlalu lalang, Zetta mengisyaratkan supaya mereka menepi dan duduk di sebuah bangku dekat pohon. Letaknya tepat berada di batas antara gedung sekolah dan kolam ikan.
“Memangnya aku kelihatan becanda sekarang?” tanya Zetta.
Runa tergugu sejenak. “Kalian jauhan lagi.”
“Run,” panggil Zetta. Sesaat hanya terdengar suara gemericik air kolam. Agaknya suara Zetta tersekat saat mengatakan, “Kalau kamu beneran sesuka itu sama Denver, kejar aja. Aku nggak akan ngelarang.”
“Terus … gimana sama kamu?” Runa menatap Zetta lurus, kedua tangannya saling bertautan.
“Kamu nggak mungkin lupa isi pesanku itu, ‘kan?”
Setelah berkata demikian, Zetta berdiri. Matanya menengok ke gedung sekolah. Sepenuhnya sudah sepi, tetapi dari ujung lorong, tiba-tiba tiga orang siswa berjalan beriringan. Saling melempar candaan dan tertawa keras.
Tidak lama, Runa sudah berdiri di samping Zetta. Matanya ikut mengamati arah pandangan Zetta dan berdecak.
“Masih ada urusan sama mereka, Ta?”
“Nggak ada.” Zetta menghela napas. Masih tak habis pikir, mengapa kakaknya harus berteman dengan mereka. Atau mengapa mereka bersedia mengikuti perintah kakaknya waktu itu?
Zetta menarik tudung jaketnya hingga menutupi kepala. Titik-titik gerimis mulai membasahi bumi. Tangan Runa menarik lengan Zetta sebelum mereka berpapasan dengan Kak Erlan. Zetta mengikuti langkah kaki Runa menuju gerbang sekolah. Entah Zetta salah mendengar atau tidak, Runa membisikan kata “maaf”. Begitu menoleh, Zetta menemukan wajah Runa yang diselimuti kabut, persis seperti cuaca saat ini.
Mendung.
***
Denver melangkah mendekati mobil. Tidak peduli kalau gerimis mulai turun, konstan. Serta-merta sedikit mengaburkan pandangan. Dari kaca mobil yang tidak begitu gelap, Kak Edgar duduk di balik kemudi. Mata cowok itu mengamati sekitar sebelum akhirnya berhenti pada Denver.
Tangan Denver mengetuk kaca jendela mobil beberapa kali. Meskipun terlihat enggan, Kak Edgar akhirnya menekan tombol hingga kaca itu perlahan turun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Denver [End]
Teen FictionTidak seperti cowok kebanyakan, Denver menyukai bunga. Bukan sekadar suka, Denver pun menaruh harapan dan rindu yang tak tersampaikan. Zetta, cewek yang awalnya membenci Denver, berbalik melindungi cowok itu. Zetta tidak bisa tinggal diam saat seant...