08 | Tidak Peka

91 9 24
                                    

08 | Tidak Peka

***

"Kenapa orang itu muncul lagi?" gumam Denver.

"Siapa?" tanya Mario.

Denver menatap pada satu titik. Dagunya mengedik ke arah gerbang sekolah, pertanda supaya Mario mengikuti arahannya. Cowok bertopi hitam itu sibuk menunduk dengan ponsel di tangannya. Denver mengamati sekeliling, jam belajar telah usai beberapa menit yang lalu, wajar jika hanya tersisa beberapa anak di lingkungan sekolah. Namun, apakah cowok itu sengaja memilih waktu yang tepat ketika sekolahan nyaris sepi untuk kemudian menemui Zetta? Apa tujuannya?

"Den," panggil Mario setelah selesai memperhatikan cowok tadi, "kamu kenal siapa dia?"

"Anak sekolah tetangga. Waktu itu tiba-tiba Runa nelepon aku, katanya Zetta diikutin orang." Denver melirik Mario sekilas, kemudian kembali mengamati cowok bertopi.

"Dia orangnya?"

Denver mengangguk yakin. "Cowok itu kayaknya punya hubungan sama Zetta, entah apa, tapi Zetta nggak suka saat dia deketin Zetta."

"Jadi, hari ini kamu mau lindungin Zetta lagi?" Wajah Mario tampak cemas. Cowok itu bahkan sudah berdiri di hadapan Denver, seakan mencegah supaya Denver tidak gegabah mengambil keputusan. "Mending tunggu Zetta dulu deh. Kalau ada sesuatu yang mencurigakan, baru kamu bertindak."

"Ide bagus, tapi aku nggak mau ambil risiko kalau Zetta sampai kenapa-kenapa." Denver menepuk lengan atas Mario sambil mengulas senyuman singkat.

Sebelum benar-benar pergi, Denver menoleh ke arah gedung sekolah, celingukan mencari sosok Zetta, tetapi sepertinya Zetta masih berada di kelas bersama Runa. Ada waktu beberapa menit sebelum Zetta datang, dia harus memastikan kalau nantinya Zetta akan baik-baik saja.

Mario menunduk, menatap layar ponsel, lalu mengesah. "Aku harus pulang sekarang. Ibu udah SMS. Inget pesanku, jangan gegabah, Denver. Ini lingkungan sekolah!"

"Nggak usah khawatir," kata Denver sebelum Mario melesat menuju lahan parkir yang terletak tidak jauh dari gerbang.

Setengah berlari, Denver akhirnya sampai beberapa meter di hadapan cowok bertopi. Mobil berwarna hitam tampak terparkir di seberang gedung sekolah. Mobil yang sama yang dahulu sempat Denver lihat. Cowok itu masih belum menyadari kehadirannya, baru ketika Denver berdiri tepat di depannya sambil berdeham, cowok itu mendongak.

"Ketemu lagi," kata Denver.

Ia melupakan fakta bahwa pertemuan pertama mereka tidak berakhir baik, dia masih ingat telah membuat cowok bertopi ini kesal sebelum akhirnya menyerah dan meninggalkan Denver dengan Zetta. Dari nametag, Denver akhirnya tahu cowok ini bernama Edgar. Sekilas sorot matanya mengingatkan Denver kepada Zetta.

"Temen Zetta yang waktu itu?" tanya Edgar, tidak lama dia mengangguk-angguk seolah paham.

"Kalau disebut pacar pasti nggak percaya."

Sejak kalimat itu terucap, Edgar menaikkan alisnya. Mulai terganggu dengan ucapan Denver. Di sekitaran area sekolah, hanya ada tiga orang perempuan yang sepertinya menunggu jemputan. Mereka sempat memperhatikan, tetapi urung ketika Edgar menatap mereka satu per satu. Satpam sekolah pun tidak tampak di pos yang artinya Edgar ataupun Denver bisa saja saling beradu fisik jika salah satunya terpancing emosi.

"Di mana Zetta?" tanya Edgar kemudian.

"Kenapa cari Zetta? Ada urusan apa?"

Edgar mengembuskan napasnya secara kasar. Wajah santai yang Denver tunjukkan sejak kedatangannya itu sepertinya membuat Edgar kesal. Denver tetap berdiri tegap, tidak terpengaruh oleh tatapan dingin Edgar dan tangan cowok itu yang kini mengepal.

Denver [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang