Chapter 26

3.7K 199 6
                                    

Siang hari ini Zia bertingkah seperti tuan rumah bahkan melebihi status Clem sebagai istri Frankl. Perempuan itu menyuruh ini dan itu kepada Clem. Sampai dititik kemuakan yang hakiki, Clem berucap ketus ketika Zia menyuruhnya menyisir rambut perempuan itu. Sedang sebelumnya sudah menyuruh memilah-milah pakaian yang akan dikenakannya hari ini. Itupun tidak satu dua kali, namun berkali-kali karena tidak sesuai dengan mood-nya hari ini, bayangkan hanya baju yang akan dikenakan harus sesuai mood? What the..

"Aku bukan pembantumu." Ucap Clem dengan wajah muak yang kentara.

"Tapi Frankl menikahimu untuk ini." Balas Zia remeh.

Clem mengatupkan bibirnya kesal. Dirinya tidak bisa mengelak, karena Frankl menikahinya bukan untuk dijadikan nyonya, melainkan untuk menyiksanya, ahh dia paham betul akan hal itu.

"Kau tidak akan pernah menjadi nyonya di rumah ini."

"Begitupun kau." Balas Clem sengit.

PLAK wajah Clem tertoleng ke kiri setelah menerima tamparan Zia yang cukup keras. Pipinya panas amarahnya mencuat hingga ke ubun-ubun.

"Beraninya kau bicara seperti itu padaku! Aku sudah tahu siapa dirimu. Kau tidak lebih dari seorang pelayan di mansion ini kau ingat itu." Tunjuk Zia semena-mena setelah menampar Clem.

PLAK Clem balas menampar perempuan itu. Kini mengapa sepupu sialan Frankl ini ikut-ikutan menyakitinya. Sudah cukup manusia yang Clem benci, dia harap tidak bertambah lagi.

Zia terdiam beberapa saat, lalu menusuk Clem dengan tatapannya. Tanpa siapapun sangka, Zia merogoh gunting yang berada di sekitar nakas lalu menghujamkannya ke Clem. Beruntung perempuan itu menghindar, namun keberuntungan tidak selalu berpihak padanya. Clem terjatuh ketika dia mencoba berlari menjauh.

Kesempatan yang bagus untuk Zia menghujamkan gunting yang dia pegang tanpa meleset, jika saja Frankl tidak menahan tangan Zia saat itu. "Jangan menyentuh milikku." Frankl menghempas tangan Zia ke udara.

"Tapi dia sudah menamparku!" Teriak Zia menunjuk Clem yang terduduk di Iantai.

Frankl menatap perempuan itu yang hanya mengatupkan bibir tidak berniat membela diri. Walaupun dia berbicara Frankl akan tetap menyalahkannya, pikirnya. Iris hijau Clem menatap Frankl seolah berkata, Apa lihat-lihat. Salahkan saja aku.

"Biarkan aku yang menghukumnya."

See? Aku sudah tahu akhirnya, jadi aku tidak perlu repot-repot membela diri bukan?

Frankl menyeret Clem menuruni tangga menuju sebuah rumah yang terpisah dari mansion, rumah yang telah dialokasikan sebagai gudang.

"Kau ingin membawaku ke mana!" Clem meronta mencoba melepaskan lengannya dari genggaman Frankl ketika tepat di depan pintu yang cukup asing ketika dilihat sekilas.

Tidak ingin menjawab, Frankl justru semakin menguatkan cengkaramannya. Dan memaksa Clem masuk. Di dalam Clem tersungkur ke lantai tepat ketika Frankl melepaskan lengannya.

"Kau akan tetap tinggal disini hingga kau menyadari kesalahanmu."

"Tidak! Aku tidak mau!" Clem bangkit ingin berlari keluar namun dicegat oleh Frankl, dan tersungkur lagi.

Walaupun sudah tersungkur berkali-kali Clem tetap berusaha keluar. Pasalnya dirinya tidak bisa tinggal di tempat seperti ini, karena memiliki trauma dengan tempat penuh kain putih. Tempat gelap apa lagi gudang.
Sebab, waktu kecil dirinya pernah disekap dan disiksa oleh musuh ayahnya. Hingga Clem kecil hampir mengalami cidera otak karena pukulan benda tumpul di kepala.

"I said stay!" Bentak Frankl garang, namun Clem tetap keras hati, tidak akan berhenti.

Sampai ketika, tidak tahu kenapa mungkin karena jengah Frankl menghempas tubuh kecil Clem hingga kepala perempuan itu terbentur ujung perabotan, lebih tepatnya kursi kayu dengan model classic namun memiliki lekukan dan ukiran yang epic.

Clem menyentuh plipisnya yang terasa sangat sakit dan nyut-nyutan parah. Tapi sekali lagi tidak menghalangi Clem untuk terus berusaha keluar dari gudang laknat itu. Dan terus dihalangi Frankl, hingga Clem tidak sanggup berdiri lagi. Barulah pintu itu terkunci dari luar. "Jangan.. tolonglah.." lemah Clem mengesot berusaha meraih gangang.

Samar Frankl masih mendengar suara Clem dari balik pintu, pria itu menunggu. Sambil mendengar suara tangis pilu Clementine, hingga berganti nada menjadi jerit ketakutan. Tak lama berseling terdengar teriakan nyaring. Kemudian senyap.

Frankl pikir itu hanyalah taktik Clem agar dirinya membukakan pintu, lantas iapun tak menggubris dan meninggalkan Clem sendirian.

*

To be continue, up pendek wkwkkk ga papa dah. Vote and comments yaw Thanks in advance.

Ulqquiora 🌹

After The Storms END√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang