Chapter 9

7.3K 388 6
                                    

Hari mulai tampak gelap, Zhafir mencoba membuat unggun dengan cara Clementine. Walau lama namun, akhirnya dia berhasil membuat elemen penting untuk malam ini. Api!

"Kau lihat, aku juga bisa." Tuturnya membanggakan diri. "Tapi mengapa gadis itu belum kembali juga?" Seketika dia tersadar gadis itu tidak ada di sana. Di tempatnya biasa. Okey dia cukup khawatir sekarang, padahal dia sendiri yang mengungkapkan untuk berjalan masing-masing di pulau ini. Tapi, dia berharap untuk menarik kembali ucapnya itu atau berharap Clementine tidak begitu menanggapi ucapannya.

Tidak mungkin jika dia mengusir manusia satu-satunya yang dia temui di pulau tak berpenghuni ini. Okey! Zhafir memutuskan untuk mencari gadis itu sebelum matahari benar-benar tidak terlihat lagi.

Setelah satu jam mencari, akhirnya gadis itu terlihat tak jauh dari bibir pantai. Dengan sesuatu yang cukup besar di depannya. Zhafir mengusap tengkuknya canggung. "Um.. kau tidak benar-benar menganggap ucapanku tadi pagi itu serius bukan?"

Clementine masih dengan posisinya, memeluk lutut dan menatap kosong tubuh ayahnya yang sudah tidak bernyawa. Seakan sudah habis air mata yang tertumpah, hingga membuatnya diam tak ingin melakukan apapun lagi.

Zhafir masih belum menyadari benda apa di depan Clementine. Dia berjalan lebih dekat. "Clem?" Panggil Zhafir menyentuh pundak gadis itu pelan.

Tapi, Clementine masih belum bereaksi. "A-ada apa?" Ucap Zhafir seakan tercekat setelah melihat mayat seorang pria di depan Clementine.

Zhafir beranjak ke samping Clementine ikut memandangi sosok tanpa nyawa di depannya. Dia pikir itu adalah kenalan gadis bak patung bernyawa ini. "Siapa?" Tanya Zhafir. Apa sedari tadi dia berbicara sendiri?

Hening. Seakan menulikan telinga, gadis itu enggan menjawab. Angin berembus pelan, menerbangkan anak rambut Clementine lamat-lamat.

Ah.. Kali ini Zhafir mengerti. Dia menarik kepala Clementine untuk dia sandaran di dada bidangnya. Dan gadis itu tidak menolak.

Hatinya seakan teriris melihat derita dari mata sendu itu. Tapi, tunggu.. apa yang terjadi padaku? batin Zhafir tidak mengerti. Mengapa dia menjadi melankolis seperti ini?

"Orang tuaku.." lirih Clementine. Ingin berbagi cerita. Namun, tak kuasa menahan derai air mata dan mengungkapkan kata-kata. Sesaat terlintas kenangan dirinya bersama keluarga kecilnya. Masa-masa bahagia itu memutar di kepalanya terus menerus seperti kaset rusak, seolah tidak ingin membiarkan Clementine untuk bisa mendapatkan ketenangannya.

"Ibu dan ayahku berada di kapal itu.." lanjutnya parau.

Tidak tahu harus membalas apa, Zhafir memilih untuk tetap bungkam dan memposisikan diri menjadi pendengar yang baik.

"Beberapa hari yang lalu, semuanya masih baik-baik saja. Namun, kini.. ayahku.." Tuturnya tak sanggup melanjutkan apa yang tengah terjadi terhadap keluarganya. Clementine menenggelamkan wajah di kemeja putih yang Zhafir kenakan sambil meremas kemeja itu kuat menyalurkan kesedihan.

Tangan Zhafir mengelus ragu kepala Clementine yang berada di dadanya. Untuk sekarang dia tidak tega membiarkan gadis itu bersedih seorang diri. "Kau pasti bisa melewati ini Clem,"

*

Setelah kejadian sore itu Clementine tidak lagi banyak bicara dan melakukan aktivitas. Dia hanya meringkuk di tempat sebelumnya yang ia buat untuk beristirahat. Kali ini semua gairah hidupnya tidak ada seolah raib diserap oleh kekelaman yang baru saja terjadi. "Makanlah Clem-"

"Leave me alone," lirih Clementine sarat berbisik.

"Kau tidak bisa jika terus begini, makanlah walau hanya sedikit."

After The Storms END√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang