Chapter 59

2.4K 110 0
                                    

Malam itu terasa sangat sepi, namun susana hening di luar sana terlihat begitu indah. Bulan bersinar dengan terangnya, menyelimuti seisi kamar Clementine yang hanya disinari cahaya rembulan karena perempuan itu sengaja membiarkan gordennya terbuka sebelum ia memutuskan untuk tidur.

Sang raja dari kegelapan malam, sedang menyorot seorang wanita yang mengenakan kain satin indah di tubuh rampingnya, lagi tengah terlelap itu, dialah bintangnya. Deru napas perempuan itu terdengar tenang, namun tidak setenang tidurnya.

Perlahan iris Clem terbuka, dan langsung disuguhi punggung besar seorang pria yang sedang membelakanginya. Pria itu duduk di sisi tempat tidur Clem sambil menatap bulan dalam hening. "Frank?" Panggil Clem memastikan.

Namun tidak sesuai dugaan, justru Zhafirlah yang Ada di sana yang kemudian menoleh ke arahnya, tidak mendebat ketika Clem salah memanggil namanya. Ia menatap Clem dengan senyuman. "Apa aku mengganggu tidurmu?"

Bukannya menjawab Clem balik bertanya, bingung "mengapa kau ada disini?" Ucapnya tak enak hati jika diketahui oleh tunangan pria itu. Okey mungkin lebih tepatnya jika diketahui oleh suaminya.

"Untuk melihatmu." Iris Zhafir beralih ke arah rembulan, menatap dengan penuh arti sang raja malam.

Merasa aneh, Clem hanya meng-okey kan saja perkataan Zhafir lalu berbalik, memunggungi pria itu, ingin melanjutkan tidur. Ia tidak peduli mau sampai kapan pria itu di sana.

Namun, tidak lama berselang Clem merasa ada seseorang yang merengsak naik, Clem membuka matanya awas dan terkejut ketika Zhafir sudah ada tepat di depan wajahnya. Clem menolehkan wajah cepat, tapi lagi-lagi Zhafir mengurung tubuhnya dengan kedua lengannya yang kekar. Clem merasa sangat tak nyaman. "Menyingkirlah Vy," tuturnya menatap pria itu tak suka.

"Ada apa? Aku menyukai menatapmu dengan posisi sedekat ini." Tuturnya menggoda, yang membuat Clem lebih tidak nyaman.

"Tapi aku tidak. Aku tidak ingin jika Fran-" belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, Zhafir lebih dulu membukam mulutnya dengan bibir pria itu cepat lagi panas dan rakus.

Clem meronta. Mendorong tubuh Zhafir sekuat tenaga namun lagi-lagi kekuatannya seolah tak berarti bagi pria itu. Ia ingin menangis, 'Frankl' nama Frankllah satu-satunya yang ia panggil dalam diam. Tubuhnya menolak disentuh pria lain selain suaminya. Gila rasanya jika ia menyadari hal itu, tapi itulah kenyataannya.

Zhafir menahan kedua tangan Clem di atas kepala dengan satu tangannya. Bibirnya menjelajah dagu lalu leher wanita itu sensual.

"Hentikan! Zhafir!" Teriak Clem tak terima. Namun tidak digubris sama sekali. Setelah tetap tak digubris, akhirnya Clem menanggil nama suaminya "Frank tolong.." Panggil Clem meminta pertolongan.

Zhafir menarik bibirnya dari tubuh perempuan itu lalu tersenyum miring. Benar-benar tidak seperti sifat pria itu. Satu tangannya tiba-tiba saja menyingkap rok Clem dan menyelinap masuk ke dalam kain pengaman terakhir dari area sensitif wanita itu.

Sontak Clem merapatkan kaki dan kembali berteriak memanggil nama Frankl putus asa saat satu jari Zhafir memaksa masuk ke dalam miliknya. "FRANK!"
~

Clem terbangun dari tidur, sontak terduduk termenung. Mimpi yang benar-benar absurd. Clem melap peluh di keningnya lalu meraih gelas di atas nakas dan meminumnya gusar. Ia mengedarkan pandangan ragu. Matanya melirik jam yang sudah menunjukan pukul setengah enam pagi. Satu hal yang membuatnya tersadar, bahwa Frankl tidak ada di sana.

Clem mengikat rambut asal. Kemudian bangkit, ia mencuci muka terlebih dahulu sebelum turun ke lantai dasar untuk membuat sarapan. Memang di mansion Frankl banyak terdapat maid, namun entah mengapa dia lebih senang memasak dari tangannya sendiri. Mungkin karena mengikuti jejak sang ibu, walau di kediaman mereka berjejer para maid, tapi ibunya tetap memasak sendiri untuk ayah dan dirinya.

Hari saat itu masih begitu pagi hingga sinar mentari belum menampakan diri. Clem sudah sibuk dengan alat dapur di bantu dengan beberapa maid di sana. Clem yang sudah lihai, menyelesaikan masakannya hanya dengan waktu kurang dari satu jam saja. Hingga Zhafir datang menyapa dengan tongkat di tangannya berfungsi untuk membantunya berjalan. "Hi Clem," Sapa pria itu ramah. Namun, Clem tidak membalas, ia hanya menaruh hidangan ke atas meja di depan Zhafir.

"Umm maaf untuk yang kemarin, aku tidak bermaksud membuatmu mengingat perlakuan orang itu pada keluargamu." ucapnya menyesal

Clem masih diam, antara canggung dengan mimpinya tadi malam atau mungkin masih kesal karena perkataan pria itu kemarin. Dia tidak menyangka orang yang selalu jadi tempat ia bercerita dapat mengatakan hal-hal yang sangat menyakiti hatinya. Terlebih ia sangat percaya dan masih menganggap pria itu lebih dari sekedar teman setelah peristiwa besar mereka akan dunia gelap Frankl. Tapi kini, ia merasa ikatan pertemanam mereka kian mengendur. Telah menyerah dengan sedikit mimpi yang tak terungkapkan. Melankolis yang kehilangan satu-satunya teman berkeluh kesah akan dunia gila ini. Gila karena bertemu seorang Frankl yang menjungkirbalikan kehidupannya yang kisahnya seperti negeri dongeng, tapi kini seperti cerita horror dan kutukan.

Zhafir menghela napas pelan seraya berkata, "baiklah," pasrahnya "Aku akan menemui Jean untuk memintanya agar bersiap-siap pergi."

Clem masih diam tidak berniat membalas sama sekali, pagi ini dirinya begitu tidak mood. Mimpi seperti itu dan ditambah Frankl tidak ada di kamar mereka semalam. Ke mana dia pergi? Tidak biasanya Frankl pergi seperti ini dan itu berlangsung semalaman. Tentulah setelah pria itu mengatakan isi hatinya pada Clem, dan Frankl menjadi sedikit menghagrai dirinya sebagai istri pria itu? Apakah benar begitu? Clem menyantap makanannya dengan tatapan kosong, sekosong ruangan makannya yang telah ditinggal maid serta Zhafir.

Saat asik dengan lamunannya, seorang wanita tua dan seorang supir di belakang wanita itu mendatangi Clen. "Martha?" Clem menyebut nama ibu angkat Frankl bingung serta bertanya-tanya bagaimana wanita itu bisa di mansion ini?

Wanita itu tersenyum ramah.

Clem sontak bangkit dari duduknya lalu berjalan memghampiri Martha dan memeluknya hangat. "Apa yang membuatmu kemari?" Clem melepas pelukannya dan mengantar wanita itu ke kamar di lantai dasar, tempat mendingan ibunya dulu, sebelum pria itu membunuhnya. Clem merasakan hatinya seperti di remas dari dalam ketika mengingat kejadian itu. "Kau beristirahat saja dahulu aku akan membawakan sarapan, tunggulah."

"Terima kasih.." ucap Martha dan meminta supir yang membawa tas kopernya untuk menaruhnya di samping tempat tidur queen size di kamar itu. Setelah menuruti permintaan Martha, supir yang mengantarnya tadi pamit pergi.

Hanya membutuhkan waktu beberapa menit, Clem kembali ke kamar Martha membawakan sarapan di tangannya sendiri tanpa meminta bantuan maid karena memang, ia terbiasa mengerjakan semuanya sendiri, ralat semenjak ia hidup bersama Frankl. Ia melihat Martha yang menatap dunia luar yang sebentar lagi matahari akan timbul menyambut makhluk hidup di muka bumi. Clem meletakkan nampan di tangannya di atas nakas lalu mengikuti arah pandangan Martha.

"Abraham menitipkan dirimu padaku." Ucap Martha mengalihkan pandangan ke wajah Clem di sampingnya. Sedang perempuan itu tidak mengerti mengapa Frankl menitipkan dirinya pada ibu angkatnya? menyadari tatapan itu Martha kembali berucap, "Saat ini dia sedang diperjalanan ke benua Amerika untuk beberapa hari kedepan, dan mengaku padaku jika dia memiliki sedikit masalah denganmu, karena itulah dia memintaku kemari untuk menjagamu sampai dirinya kembali."

Ah.. Clem tidak percaya ini. Ia merasa tidak enak karena menyulitkan wanita tua nan baik hati itu karena datang jauh-jauh kesini, "Maafkan aku yang merepotkanmu.." ucapnya tidak enak. "Aku akan meminta Frankl agar tidak perlu mengkhawatirkan bayinya, kami baik-baik saja."

"Tidak perlu sungkan seperti ini darling," ucapnya menyentuh salah satu pipi Clem lembut. "Seorang ayah pastilah menghkawatirkan anak dan istrinya di rumah. Begitu pula denganku, aku ke sini karena merindukanmu anakku."

Clem hanya memaksakan diri untuk tersenyum ramah. Bagi Clem, itu tidak berlaku bagi ayah yang bernama Frankl. Pria itu hanya mementingkan diri sendiri, tidak pernah memikirkan orang lain terlebih dirinya. Tapi.. apakah benar demikian? Ah Frankl.

*

To be continue, vote and comments yaw Thanks in advance, hopefully u enjoyed my story..

Ulqquiora 🌹

After The Storms END√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang