Chapter 47 (Little Bit Hot Scane) +18

8.2K 160 0
                                    

Singkat cerita, mereka berdua telah sampai di salah satu corporate besar dengan nama Franklstein Development Company. Perusahaan ini bergerak di bidang pengembangan kontruksi yang telah sukses membangun perumahan-perumahan di beberapa bagian wilayah negara itu termasuk di ibu kota-ibu kota yang cukup padat penduduk.

Clem berjalan di sisi Frankl memasuki perusahaan yang memiliki hingga 70 lantai. Design perusahaan ini dominant luxury dengan dinding kaca transparan yang menampakkan pemandangan luar biasa indah perkotaan di bagian luar perusahaan. "Selamat siang Mr. Mendenhall," beberapa resepsionis dan karyawan menyambut mereka ketika sampai di lobi perusahaan.

Sekilas Frankl membalas dengan senyum elegant khas miliknya seraya memasuki lift khusus untuk para petinggi perusahaan. Clem yang berjalan di sisi kanan sedikit ke belakang dari keberadaannya, membuat Frankl menggengam tangan wanita itu mesra agar berada tepat di sampingnya. Clem menatap wajah santai Frankl yang membawa tangannya masuk ke dalam saku celana. "Mengapa kau diam?" Tanya Frankl tanpa menatap lawan bicaranya, malah menatap pintu lift yang mulai tertutup

"Kau ingin aku bicara apa?" Clem memutar kedua bola matanya jengah.

Mendengar balasan itu, Frankl tersenyum ala kadarnya tanpa membalas.

Tepat di lantai 70 pintu lift terbuka. Ketika mereka keluar, beberapa orang mendatangi Frankl yang merupakan sekretarisnya. Frankl dan orang itu berdiskusi sebentar mengenai jadwal yang tadinya begitu padat, kini Frankl pangkas menjadi lebih singkat karena ia memilih untuk agenda yang sangat penting saja. Sebenarnya itu penting semua, tapi agenda yang dapat di wakilkan seperti datang ke lapangan untuk memberikan pidato alokasi dana yang di berikan kepada masyarakat sekitar pabrik di perusahaan yang berbeda, Frankl memerintahkan untuk beberapa orang di human resources department untuk mewakilkannya.

Setelah berdiskusi sebentar, Frankl dan Clem masuk dari sebuah pintu sebelah kiri. Kebetulan di lantai paling atas ini hanya terdapat dua ruangan, satu ruangan untuk rapat besar yang tentunya dikhususkan bagi para petinggi perusahaan. Sedang satunya adalah ruangan pribadi Frankl.

Masuk di salah satu ruangan, mereka berdua telah di tunggu kedatangannya oleh beberapa orang yang telah duduk dibalik meja bundar besar dengan menggunakan jas rapih. Semua mata langsung teralih pada mereka berdua. Nyali Clem seketika menciut, ia mencoba menarik tangannya yang digenggam Frankl di dalam saku celana, berniat untuk kabur. Namun, Frankl menahannya tidak membiarkan genggaman itu terlepas.

Frankl menarik satu kursi yang hanya dikhususkan untuknya agar Clem duduk di sana. Karena anak buah Frankl baru saja ingin mengambilkan satu kursi lainnya. Kali ini, ketika Frankl ingin melepaskan genggamannya justru Clem lah yang tidak ingin melakukannya. Dia gugup dan canggung. Hingga ketika Frankl mengeluarkan tangan mereka berdua barulah Clem melepaskan genggaman itu.

"Selamat siang, rekan-rekan Company. Seperti yang kalian ketahui, saya membawa seorang tamu yang akan memimpin rapat kali ini." Frankl menatap Clem tersenyum, kontan Clem menatap Frankl dengan tatapan membunuh. Dari tatapan itu ia seolah berkata 'apa yang kau lakukan bastard,' Tanpa gertakan yang berarti Frankl menatap kembali orang-orang berjas di hadapannya. "Kenapa saya memilih perempuan ini? Karena menurut saya, ia cukup berpengalaman dalam hal meng-evaluasi perusahaan karena ayahnya merupakan mantan pemimpin disalah satu perusahaan besar."

'apa? meng-evaluasi? Bahkan aku tidak pernah sekalipun datang ke perusahaan ayahku. Ini perusahaan apa saja aku tidak tahu.' Clem menatap Frankl nyalang. "Kau jangan bodoh Frank." Peringat Clem pelan, hanya didengar mereka berdua.

Seluruh mata tertuju pada mereka berdua. Clem menatap mereka bergantian, astaga apa yang dipikirkan Frankl hingga menyuruhnya speak up di depan banyak orang yang tidak ia kenal. Clem kembali menatap Frankl, memohon. "Aku tidak mengerti apapun yang kau maksudkan.. babe," Clem masih mencoba menego hingga rasanya tenggorokannya terasa cekat saat mengucapkan kata terakhir.

After The Storms END√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang