Chapter 32

4.2K 187 1
                                    

Ketika Frankl kembali, lagi-lagi Clem terlihat meringkuk menggetar, begitu menyedihkan. Frankl tidak tahu mengapa dia merasa sedih melihat perempuan itu sekarang. Iapun berjalan lebih dekat dan menahan beberapa pelayan yang membawa makanan agar tidak masuk dulu.

Tak senjaga, iris Clem bertemu dengan keberadaan pria itu, sontak ia berbalik, memunggungi Frankl perlahan demi perlahan. Bahkan untuk berbalik saja Clem kini sangat kesulitan.

"Makanlah." Ia menyuruh pelayan-pelayan tadi menaruh kudapan ke dekat Clem.

Tentu saja Clem masih tidak bereaksi. Dihatinya kini hanya ada kebencian untuk semua orang. Terlebih pada orang ini.

Lantas Frankl pergi lagi setelah memberikan Clem makanan.

Walau sudah tidak ada orang lagi, perempuan itu masih tidak ada menyentuh makanan sama sekali. Hingga seseorang kembali datang, Zia.

Tanpa menoleh Clem menyahut, "Apa yang kau inginkan?" Ia tahu siapa yang datang berkunjung untuk melihatnya seperti ini, atau lebih tepatnya tidak akan melewati sedetikpun penderitaan dirinya.

"Sebenarnya, yang kuinginkan telah terwujud. Tapi aku ingin kau melakukan sesuatu."

"Apa kau tidak memiliki mata? Aku di sini sekarang, apa yang bisa aku lakukan di dalam sini?" Dia tidak akan segan mengungkapkan kebencian sekarang.

"Cih.." Zia memutar kedua bola matanya jengah. "Aku ingin kau terus membuat Frankl membencimu."

"He did."

"Maksudku semakin membencimu."

"He did too."

"Ah.. lupakan. Omong-omong aku senang melihatmu di sini. Bye.." perempuan itu tergelak sambil berlalu.

Tanpa berniat membalas, Clem menutup mata.

*

Frankl menumpukan kedua tangannya ke belakang kepala. Pandangannya jatuh ke arah langit-langit kamar, dengan pikiran kacau. Ahh perempuan itu sangat mengganggu. Mengapa aku terus memikirkan anak pembunuh itu?

Pandangannya kini jatuh ke sisi tempat tidur, ia pernah memerhatikan wajah lelap Clem saat di sampingnya. Seketika dia tersadar ganjil, mengapa dia sering memerhatikan gadis itu ketika tidur? Bodoh.

Secara otomatis, kini wajah kesal Clem mulai menari-nari di otaknya. Lalu beralih ke adegan penyiksaan yang ia lakukan. Raut pesakitan Clem tercetak jelas di kepalanya. Hatinya tersentil nyeri. Mengapa rasanya ia menyesal dengan perbuatannya atas Clem? Perempuan malang itu bahkan tidak pernah menyakitinya. Tapi yang ia lakukan pada Clem? Sangat tidak termaafkan.

Jangan bilang dia merindukan gadis itu di sampingnya? Fuck! ada apa denganku?! Frankl bangkit dari baring lalu mengusap rambutnya frustasi. Mencari-cari sebab dari gelisahnya malam ini.

Baiklah, kali ini ia memutuskan untuk ke ruangan Clem. Melihat, sekaligus menge-check kondisi gadis itu. Ia menenteng selimut di tangannya, untuk siapa? Tentu untuk sang istri. Di tengah perjalanan Frankl merasa aneh bin ganjil dengan apa yang ia lakukan.

Dia bisa membawa Clem bersamanya jika ia mau. Tapi ego lebih besar dari segalanya. Ketika sampai, ia melihat Clem menenggelamkan wajah di sela kedua lengan dengan kaki yang tertekuk. Makanan tadi siang yang ia bawa terhambur ke sana kemari. Barang tentu perempuan itu yang melakukan hal tersebut untuk melampiaskan apa yang ia rasakan saat ini.

Walau Clem mendengar pintu terbuka, ia sama sekali tidak berniat mengangkat wajah untuk sekedar melihat siapa yang datang, tentu ia pikir orang yang datang adalah orang yang belum puas melihatnya menderita. Siapa lagi jika bukan Frankl atau mungkin kekasih pria itu, Zia.

After The Storms END√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang