[36] HTS?

2.4K 145 233
                                    

Permisi numpang lewat, pada kangen nggak sama Kang Cilok dan permaisuri? Kita udah lama kagak jumpa wkwk. Maafkan aku yang molor.. kemarin di rumah banyak kerjaan jadi maafkan diriku yak..

Hai hati, masih sanggup bertahan sedikit lagi bukan? Hubungan ini memang menyakitkan bila ada yang mengingatkan tentang status kita. Tapi, sabar ya. Bentar lagi kok

***

"Gue nggak bisa bohong sama diri gue lagi, gue butuh lo Fe," bisik Galen tepat di telinga gadis itu.

"Gal.." ujar Feo tertahan. Galen memeluknya begitu kuat seakan cowok itu tidak akan pernah melepaskannya.

"Maaf," bisik Galen mengabaikan suara Feo barusan.

"Aku juga," balas Feo tersenyum di tengah pelukan mereka. Air matanya jatuh tanpa dia sadari, namun Galen dapat merasakan itu.

"Jangan nangis," pinta Galen begitu lembut. Tangis Feo malah semakin parah. Masih tidak menyangka jika sosok yang ada dihadapannya ini adalah Galen.

"Ini nggak nangis, keluar sendiri air matanya," elak Feo seraya menghapus bekas air matanya dengan kasar. Galen sontak menahan tangan gadis itu.

"Gue sakit liat lo nangis Fe, tolong jangan lakuin itu,"

***

Apa kalian mau tau reaksi Artha saat melihat Galen dan Feo kembali berangkat bersama? Terkejut? Marah? Artha tidak menyangka apa yang dia lakukan ternyata gagal. Mereka bahkan saling melemparkan senyum seolah mereka ada pasangan paling bahagia di dunia ini. Ingin marah? Buat apa? Lagian Artha bukan siapa-siapa Feo. Masih mending, Feo tidak tau dalang permasalahannya dengan Galen adalah Artha.

"Hai Ta," sapa Feo mengejutkan. Artha hanya berdehem saja menjawab sapaan Feo barusan. Pandangannya terus teralihkan ke arah tangan gadis itu yang saling bertaut dengan tangan Galen.

"Perasaan, gue nggak beliin lo gelang," sindir Feo tajam. Galen tidak bodoh. Cowok paling jujur sedunia itu jelas saja menceritakan semuanya kepada Feo. Artha jelas saja kaget bukan main. Apa yang dia takutkan akhirnya terjadi.

Galen yang berdiri di samping Feo, menatap ke arah Artha penuh kemenangan. "Lo nggak lupa kan Ta, kalau fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan?" sindir Feo semakin menohok Artha.

Galen mendekat. Menyudutkan cowok berkaca mata itu dengan tatapannya yang tajam. "Berani juga ya lo main-main sama gue," cibir Galen langsung membuat wajah Artha pucat seketika.

"gue cinta sama lo, Fe," ucap Artha berhasil memancing emosi Galen yang tertahan.

"Anjing, lo ngomong apa barusan?" desis Galen murka.

"Gue nggak rela lo dimainin sama Galen," ujar Artha menguji nyali. Galen jelas saja tidak terima. Cowok itu hampir memukul Artha jika saja Feo tidak menahannya.

"Artha, mau lo ngatain Galen seburuk apa pun, gue juga nggak bakal suka sama lo," ucap Feo sarkas. "Karena apa? Pemilik kunci yang sesungguhnya cuman Galen, nggak ada siapa pun termasuk lo. Gue pergi ya, gue harap jangan ikut campur sama hidup gue lagi," sungguh, Feo saja tidak sadar dirinya telah berkata demikian. Ucapan Feo memang kasar, namun Artha pantas mendapatkan itu.

Galen pun langsung mengajak gadis itu pergi meninggalkan Artha yang masih termenung. Jangan tanya perasaan Galen saat itu. Bahkan orang-orang sempat menatap ke arahnya aneh karena senyum yang dia tunjukkan.

Feo menoleh, baru menyadari jika sedari tadi cowok disampingnya terus tersenyum entah memikirkan apa.

"Gal, jangan senyum!" ujar Feo berhasil membuat senyum Galen menghilang detik itu juga.

DIVISORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang