Demi apa, aku deg-deg an nulis part ini, WKWK.
Komen yaaaaaa jangan lupa..
Kita sama-sama belajar untuk menahan sebuah luka
***
Feo terus berjalan tak tentu arah. Kakinya terus melangkah. Tatapan matanya kosong bahkan separuh jiwanya menghilang beriringan dengan kepergian Galen. Gadis itu terus mengusap kelopak matanya. Berusaha menahan tangis karena dia tidak akan selemah itu. Feo punya waktunya sendiri untuk terlihat lemah. Sekarang bukan waktu yang pas untuk menunjukkan rapuhnya.
Feo hampir ragu dengan langkahnya. Semakin jauh dia melangkah, gadis itu tersesat semakin jauh. Apa yang Galen lakukan, Feo masih bisa memakluminya. Gadis itu hanya perlu bersahabat dengan waktu untuk sabar menunggu kedatangan Galen. Jalanan dimana dirinya berada benar-benar sepi. Feo hampir tidak yakin akan menemukan jalan pulang. Sedari tadi Feo melangkah, gadis itu bahkan belum menemukan orang yang berlalu lalang.
Galen hanya mengujinya, dan Feo harus berhasil melewati ujian itu dengan caranya. Jika dirinya salah mengambil langkah, sosoknya akan hilang tanpa meninggalkan jejak untuk Galen mencarinya. Feo memutuskan rehat sejenak. Gadis itu beringsut duduk di rerumputan. Bukan karena dia lelah, Feo hanya ingin Galen mudah menemukan keberadaannya. Dirinya masih punya banyak waktu untuk menunggu sosok itu datang menjemputnya. Hati kecilnya percaya, Galen hanya ingin bermain-main sebentar dengan perasaannya.
"Galen, aku bakal nungguin kamu. Kamu pasti lagi uji keberanian aku kan? Makanya kamu ninggalin aku disini sendiri. Aku tau Galen. Tanpa kamu perjelas, aku bisa merasakan itu," ucap Feo bermonolog sendiri di tempat nan sunyi itu.
Kepalanya mengarah ke arah langit. Tempat sepi namun menenangkan. Feo harus berterima kasih dengan Galen lagi karena telah membawanya ke tempat indah ini. Dalam benaknya gadis itu berjanji, jika Feo akan mampir kesini lagi. Galen mungkin tau, Feo butuh tempat seperti ini. Makanya Galen meninggalkannya karena cowok itu membiarkan Feo menikmati waktunya sendiri. Setidaknya hanya itu yang bisa Feo pikirkan untuk menenangkan hatinya yang mulai resah.
***
Bi Mai berdiri di depan pintu dengan tatapan yang sulit diartikan. Galen ingin mengabaikan namun suara wanita itu, berhasil menghentikan langkahnya.
"Dia celaka," ujar Bi Mai dengan mata tajam menatap lurus ke arah depan. Galen sudah terbiasa dengan sikap aneh pembantunya itu. Bi Mai sudah bekerja di kediaman ibunya, sejak Galen masih kecil. "Dia butuh pertolongan kamu Galen," imbuhnya dengan napas tercekat.
Galen menghela napasnya berat. Cowok itu sungguh tidak paham dengan apa yang Bi Mai ucapkan. "Maksud Bibi apa?" tanya Galen tidak sabar.
"Seseorang, yang kamu turunin di jalan tadi siang," jawab Bi Mai tanpa menatap ke arah Galen. Cowok itu langsung bisa menangkap apa yang Bi Mai maksud. Setelah meninggalkan Feo, Galen tidak langsung pulang. Dia malah pergi tak tentu arah untuk menghilangkan perasaannya yang tidak tenang.
Galen hampir masuk, tetapi lagi-lagi, suara Bi Mai kembali menahan langkahnya. "Dia celaka Galen. Bibi mohon, pergilah, selamatkan gadis itu," ujar Bi Mai dengan tatapan penuh harap.
Galen tidak akan melakukan itu. Mana mungkin dia terjebak dengan permainannya sendiri untuk mencari gadis itu malam-malam begini. Galen sudah membulatkan tekatnya untuk menyingkirkan Feo dari hidupnya.
"Kamu akan menyesal Galen. Feo butuh kamu saat ini," ujar Bi Mai lirih. "Feo benar-benar membutuhkan bantuanmu," imbuhnya lagi.
"Mau dia celaka, itu bukan urusan Bibi," desis Galen tajam lalu melangkah masuk ke dalam rumahnya. Jujur saja, pikiran cowok itu kembali tidak tenang setelah mendengar apa yang Bi Mai katakan. Galen memang nekat. Dia sebelumnya tidak pernah seperti ini hingga punya niatan menghilangkan seseorang untuk selamanya. Dengan gerakan cepat, cowok itu langsung berlari keluar rumah untuk menjemput Feo. Bi Mai tersenyum melihat apa yang Galen lakukan.
![](https://img.wattpad.com/cover/189222614-288-k80427.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVISOR
أدب المراهقين"LEPASIN!" "Nggak akan! Apa yang udah jadi milik gue, nggak akan pernah gue lepas Fe." Galen menjawab dengan penuh penekanan. "Ayo pulang!" Wajah Galen mendekat dengan tatapannya yang menakutkan. Napasnya naik turun seolah sedangmeredam emosi yang...