KANG CILOK KOMBEKKKKKK UHHUK UHHUK
Kangen nggak? Jangan kangen, Kang cilok Fakboy soalnya. Awas kalian..
***
Kita tidak seharusnya saling berharap. Nyatanya harapan bisa saja berakhir pait. Ingat, mencegah lebih baik dari mengobati. Lebih baik melepas dari pada terluka untuk kesekian kali.
***
"Yaudah deh, aku pulang ya Gal," Feo hampir beranjak jika saja tangan Galen tidak menahan pergerakannya.
"Jangan pergi," racau Galen lirih dengan mata yang masih terpejam.
Feo diam termenung melihat Galen meracau dalam tidurnya. Gadis itu merunduk berniat membangunkan cowok itu. "Gal," ujarnya pelan seraya mengguncang tubuh Galen.
"Jangan pergi Ma," ucap Galen lagi semakin terdengar menyakitkan. "Maafin Galen udah gagal jagain Mama,"
Feo hanya diam. Gadis itu bingung harus melakukan apa. Semuanya tampak kososng. Galen menyebut Mamanya berulang kali. Haruskah Feo menyadarkan Galen? Atau memilih membiarkan cowok itu meratapi kesedihannya sendiri?
"Gal.." lidah Feo sesaat kelu. Gadis itu bahkan tidak bisa membiarkan Galen dalam keadaan seperti ini. Namun dirinya yang lain terasa ingin mengetahui lebih jauh apa yang Galen rasakan. Apa sebenarnya masalah yang sedang menimpa cowok itu?
Feo tidak jadi pergi. Tangannya masih digenggam dengan erat oleh Galen. Gadis itu akhirnya memutuskan duduk lagi di samping Galen.
***
Galen meringis karena nyeri dengan lehernya. Cowok itu terbangun dari tidurnya yang tidak nyaman. Pergerakannya terhenti ketika sorot matanya menangkap sosok Feo yang duduk di sampingnya, dengan kepala yang bersandar di lipatan tangannya. Kepalanya tengeng namun Galen tidak memperdulikan hal itu. Pikirannya penuh akan tanda tanya. Kenapa gadis itu malah tertidur disini? Diliriknya jam dinding di sudut ruangan. Pukul 01.23
Galen mendekat, berniat membangunkan tidur tenang gadis itu. Matanya yang terpejam dengan indahnya seolah menahan Galen untuk mengusik tidurnya. Setelah berpikir lama, Galen memutuskan mengangkat tubuh Feo. Gadis itu akan merasakan hal yang sama jika dia terbangun nanti. Maka dari itu, Galen memindahkan tubuh Feo ke kamarnya.
Lagi dan lagi, Feo berhasil mengejutkan Galen. Saat cowok itu hampir mengangkat tubuhnya, air mata Feo keluar dari matanya yang masih terpejam. Bukankah ini yang Galen harapkan? Galen penasaran dengan air mata gadis itu. Dirinya yang dulu ingin membuat Feo menderita sampai cowok itu melihat sendiri Feo menangis karenanya.
Tapi kenapa sekarang rasanya berbeda? Atau mungkinkah Feo selalu manangis di dalam mimpinya? Persetan dengan semua hal itu, Galen segera membawa tubuh Feo.
Jarak kamarnya dari sini tidak dekat. Apalagi Galen harus menaiki tangga dulu. Sekuat-kuatnya Galen, tubuh Feo nyatanya memang berat. Tapi Galen tetap berusaha.
Setelah menidurkan tubuh Feo dengan perlahan, Galen memutuskan keluar dari kamarnya. Malam ini, sepertinya cowok itu akan tidur di sofa ruang tamu. Karena sebrengsek-brengseknya Galen, cowok itu tidak akan melakukan hal di luar batas.
Galen tidak melanjutkan tidurnya. Cowok itu malah pergi ke arah dapur untuk mengusir dahaga dan menenangkan pikirannya. Dia tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Kenapa tadi dia malah membawa Feo ke kamarnya. Bukankah seharusnya Galen membangunkan Feo dan mengusir gadis itu seperti yang ia lakukan dulu?
Jika dipikir-pikir, kenapa akhir-akhir ini Galen selalu uring-uringan saat melihat Feo berdekatan dengan cowok lain? Tunggu, tidak mungkinkan Galen mulai tertarik dengan Feo? Jika diteruskan, mungkin hal yang tidak dia inginkan akan terjadi nanti. Galen tidak boleh seperti ini. Namun hatinya yang paling dalam seolah membenarkan apa yang terjadi saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVISOR
Teen Fiction"LEPASIN!" "Nggak akan! Apa yang udah jadi milik gue, nggak akan pernah gue lepas Fe." Galen menjawab dengan penuh penekanan. "Ayo pulang!" Wajah Galen mendekat dengan tatapannya yang menakutkan. Napasnya naik turun seolah sedangmeredam emosi yang...