[43] The power of Feo

1.8K 120 159
                                    

Kang CILOK KEMBALI. Oke palak dia dengan vote dan komen yak. Sampe jantungan pokoknya. Kalian siap bertarung?

Kekuatan terbesar dalam hidup adalah rasa percaya pada Sang Pencipta, bahwa semua akan baik-baik saja.  

***

Semenjak turun dari mobil, Gisel terus-terusan menempel ke arah Feo. Jangan tanyakan perasaan Galen saat itu. Dia benar-benar kesal karena Gisel berani melawannya lewat perantara gadisnya.

"Mama pasti seneng deh ketemu Kak Feo," ucap Gisel riang. Mereka berjalan lebih dulu. Sedangkan Galen berjalan di belakang. Cowok itu hanya bisa menghela napas pasrah melihat kelakuan adiknya itu.

"Ngomong-ngomong, cuman Kak Feo yang Kak Galen ajak ketemu mama," ocehnya lagi dengan mata binarnya. Hanya karena sudah punya tameng, Gisel berubah jadi cerewet seperti ini.

"Masa sih?" tanya Feo dengan nada tak percaya. Oke, mereka ngomongin Galen seakan-akan keberadaan cowok itu tidak dianggap.

"Iya kak, kalau entar Kak Feo jadi kakak ipar aku, pasti seru deh," balasnya dengan senyum merekah. Feo sampai tertawa mendengar perkataan Gisel.

"Kata Kak Galen, kamu nggak suka masak ya?"

"Ih enggak, aku suka masak kok," bantah Gisel cepat. "Kak Galen bohong," imbuhnya lagi semakin membuat Galen waspada. Detik itu juga, kepala Feo menoleh ke belakang dengan tatapan membunuhnya.

"Bercanda," bantah Galen dengan senyum tipisnya. Kalau sampai mereka duet masak, tamat sudah riwayatnya.

"Kapan-kapan, masak bareng Kak Feo mau?"

"Boleh, kapan kak? Habis pulang dari rumah sakit?" tanya Gisel semangat.

"Jangan aneh-aneh, Kak Feo capek," timpal Galen tegas membuat keduanya langsung menatap ke arah cowok itu.

"Iya, jangan nanti. Gisel pasti juga capek," balas Feo membuat Galen tersenyum puas. Karena kali ini, Feo membelanya. "Besok aja gimana?" imbuh gadis itu berhasil menghilangkan senyum indah di wajah Galen. Gisel langsung mengangguk setuju. Sepertinya besok Galen harus mencari alasan untuk pergi.

***

"Nah, ini ruangannya Kak," ujar Gisel seraya membuka pintu rawat inap mamanya. Jantung Feo seketika berhenti berdetak. Dia akhirnya berada di tempat dimana dia seharusnya dirawat disana. Tempat yang sedari dulu Feo hindari. Wanita paruh baya yang terduduk dengan wajah sendunya, semakin menggetarkan hati Feo. Dia sangat cantik. Persis sekali seperti Gisel. Wanita itu melamun dengan tatapan ke sudut ruangan seakan dia tidak peduli dengan kedatangan mereka.

Gisel mendekat tanpa ragu. "Apa kabar Mama?" sapanya ceria seakan tidak ada kesedihan sedikitpun dari nada ucapannya. Jelas saja, karena Galen melarang keras adiknya menangis.

"Oh iya, hari ini aku ulang tahun Ma," ucapnya lagi walaupun wanita paruh baya itu terus terdiam. Di ruangan putih itu, hanya suara Gisel yang terdengar. Semuanya terdiam seolah tenggelam dalam pikirannya masing-masing.

"Lihat deh Ma, aku bawa kue coklat buatan Kak Feo," ucap Gisel seraya membuka kue coklat yang dia bawa. "Mama inget nggak? Dulu, Mama sering banget buatin aku kue coklat waktu aku ulang tahun,"

Galen lantas mendekat ke arah Gisel. Feo pun juga melakukan hal yang sama. "Mama nggak mau ngomong Kak," adunya sedih ke arah Galen. "Mama lupa sama ulang tahun aku," imbuhnya pilu. Feo tertegun melihatnya.

"Jangan nangis, Mama bakal sedih liat kamu nangis," ucap Galen seraya menghapus bekas air mata di pipi Gisel.

"Kita nyanyi sama-sama aja yuk," usul Feo berusaha memecah suasana. "Mama Gisel nggak mungkin lupa, dia tau anaknya yang paling cantik ini lagi ulang tahun,"

DIVISORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang