[13] JEDA SESAAT

2.6K 150 123
                                        

Kang cilok mau update dulu. Eh di persimpangan di cegat sama preman. Yaudah puter balik. Kata kang cilok, yang komen rame, langsung update. YUHU

Demi meluluhkan hati yang patah, kita perlu waktu untuk berubah.

***

Sejak dari tadi, Galen tidak bisa berhenti memikirkan tentang gadis gila yang terus mengganggu hidupnya. Sudah berkali-kali Galen bersikap kasar dengannya, namun sepertinya, Feo kebal dengan sikap kasar Galen. Senyum itu, selalu terpancar indah di wajahnya. Entah kenapa, Galen semakin kesal disaat Feo malah membalas sikap kasarnya dengan senyuman. Galen ingin melihat gadis itu menangis, atau mungkin terlihat terluka. Sepertinya, hidup Feo tidak pernah merasakan hal itu. Galen yakin secepatnya, dirinya pasti akan melihat gadis itu menangis karena ulahnya. Kenapa Feo berhasil membuatnya penasaran seperti ini? Segala cara telah Galen lakukan untuk mengusir Feo dari pikirannya. Tapi, tetap saja Galen tidak bisa memikirkan arti dibalik senyuman gadis itu.

Dari luar, seseorang mengetuk pintu kamar Galen. Cowok itu tau, pasti Gisel yang melakukannya. Tanpa menunggu suara Galen memintanya masuk, benar saja Gisel sudah masuk dengan wajah yang sulit diartikan. Gadis itu terlihat bahagia dan sedih secara bersamaan.

"Kenapa?" tanya Galen mendekat ke arah Gisel.

"Papa..... ada dibawah," jawab Gisel ragu. Seketika, tatapan mata Galen berubah tajam. Laki-laki itu nyatanya masih belum puas mengganggu hidupnya.

"Kenapa bisa masuk?" tanya Galen emosi. Cowok itu sudah memberi peringatan, agar tidak membiarkan Aileen masuk ke dalam rumah.

"Kak, Papa mau minta maaf sama kita," ujar Gisel lirih tanpa berani menatap ke arah Galen. Galen berdecih. Minta maaf katanya? Mau sebanyak apa pun Aileen berusaha, Galen tidak akan pernah memaafkan laki-laki brengsek itu.

"Gisel," bentak Galen murka. "Laki-laki itu, udah bikin Mama masuk rumah sakit. Kakak nggak akan maafin dia sampai kapan pun. Kakak harap, kamu ngerti dengan berhenti biarin laki-laki itu masuk ke dalam rumah kita," ucap Galen tegas dengan tatapan tajam seakan memberi Gisel sebuah peringatan keras.

Gisel terisak. Dia hanya ingin hidupnya kembali seperti dulu. Papanya sudah berubah, dan Galen tidak pernah mau mengerti akan hal itu. "Kak... Gisel mohon," pinta Gisel penuh harap. Apa yang Gisel lakukan kali ini, bukan hanya sekali. Namun untuk meluluhkan hati seorang Galen memang tidak semudah itu.

"Kalau kamu nggak nurut sama Kakak, jangan harap kamu bisa ketemu Mama lagi," desis Galen penuh penekanan. Gisel langsung terdiam walaupun isakannya masih terdengar. Galen selalu berhasil membuat Gisel menurut dengan kata-katanya. Akhirnya Gisel memutuskan keluar tanpa mengucapkan sepatah katapun ke arah Galen. Gisel kecewa, karena apa yang dia inginkan, lagi-lagi berakhir dengan sia-sia. Sepertinya, Gisel memang harus berhenti menyatukan Aileen dan Galen jika dirinya masih ingin bertemu dengan Mamanya.

Aileen sudah menduga, jika Gisel akan turun tanpa sosok Galen. Putra sulungnya itu, memang sulit. Aileen hanya bisa menyambut kedatangan Gisel dengan senyum lebarnya.

"Nggak papa sayang, Kak Galen masih butuh waktu buat maafin Papa," ujar Aileen saat melihat raut wajah Gisel yang kecewa.

"Maafin Gisel ya Pa?"

"Kenapa Gisel minta maaf? Kan Papa yang salah. Kalau gitu, Papa pulang ya? Kasihan Kakak kamu pasti risih karena Papa ada disini," ucap Aileen terdengar begitu menyedihkan di telinga Gisel. Gadis itu, hanya mengangguk dalam diam. Hati kecilnya sebenarnya tak rela membiarkan Aileen pergi dengan harapan kosong. Namun lagi-lagi, ucapan Galen tadi berhasil memaksanya untuk melakukan itu.

DIVISORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang