Kang Cilok dan Permaisuri mau dinner dulu, jangan pada iri.
Jika menurutmu aku adalah garis finish, hanya kamu yang menjadi pemenangnya. Karena hanya kamulah pilihanku diantara banyaknya mereka yang ingin menggapaiku.
***
Feo dan Galen sering kali tanpa sengaja berpapasan di koridor sekolah. Galen selalu melengos jika dirinya tak sengaja bertatapan mata dengan Feo. Sedangkan gadis itu, dengan bakat bermain perannya yang sangat luar biasa malah melemparkan sebuah senyum ke arah Galen.
Jika ditanya apa Galen tertekan? Jelas saja dirinya tak tahan dengan hubungan mereka saat ini. Namun, ingatan Galen soal perkataan Artha terus saja menghantui pikirannya. Galen manusia paling egois di dunia. Mana rela hal yang seharusnya hanya menjadi miliknya menjadi milik orang lain juga.
Malam ini, Feo sudah memiliki janji dengan Dokter Ellis. Gadis itu berniat pergi sendiri tanpa ditemani oleh Bi Shelli. Feo hanya tidak ingin Bi Shelli semakin khawatir dengan keadaannya.
"Biar Bibi anter ya Non," pinta Bi Shelli dengan raut wajah iba.
"Nggak usah Bi, aku bisa berangkat sendiri," tolak Feo halus. Keadaannya sekarang memang cukup baik jika dilihat dari luar. Setiap orang yang berpapasan dengan Feo pasti tidak akan pernah menduga jika gadis itu mengidap gangguan kejiwaan yang cukup serius.
"Non yakin?" tanya Bi Shelli ragu.
Feo tersenyum manis lalu mengangguk. Gadis itu lantas pamit pergi dengan taksi yang sudah dia pesan sebelumnya. Lucu tidak jika Feo sering melihat riwayat chatnya dengan Galen? Feo sering melakukan itu untuk menghibur hatinya. Rasanya saat dia bertemu Galen kemarin, dengan tatapan cowok itu yang acuh, Feo seperti kehilangan semangat hidupnya. Masih ingat bukan alasan Feo bertahan hanya karena Galen? Sedangkan sekarang alasan satu-satunya itu mulai memudar bersama waktu.
Bahkan saat Galen menyadari Feo sempat curi pandang ke arahnya, cowok itu malah bersikap pura-pura tidak melihat Feo. Jika keadaan saat ini ada orang lain yang perlu disalahkan, Feo lebih memilih menyalahkan dirinya sendiri. Sejak awal Galen tidak pernah menyukainya. Dan Feo malah memaksa. Kini, semesta akhirnya bermain sesuai dengan perannya. Bukankah Feo harusnya sadar jika Galen bukan jodohnya sejak awal?
Hanya mengingat itu saja, Feo kembali menangis. Dia bukan manusia paling kuat se dunia, dan Feo bisa menjadi sosok paling lemah. Semua hal terjadi hanya tergantung dengan keadaan. Keadaan yang membuatnya kuat dan lemah dalam waktu yang bersamaan. Feo rindu Galen. Feo lebih memilih marahnya Galen seperti dulu dari pada mendiamkannya seperti sekarang.
Lagi-lagi Feo egois. Dia terlalu menuntut untuk hal yang mustahil terjadi. Tidak apa jika dirinya tidak bisa memiliki Galen nantinya. Setidaknya, Galen mengerti bahwa apa yang Feo rasakan tulus adanya.
"Sudah sampai mbak," ucap sang sopir taksi, mampu mengejutkan Feo. Dengan kasar Feo langsung menghapus bekas air matanya. Sialan, apa pak sopir itu melihatnya menangis? Jika iya, Feo tidak akan memaafkan dirinya.
"Oh iya Pak, ini ongkosnya," ucap Feo cepat seraya menyerahkan selembar uang seratus ribuan.
"Mbakknya lagi galau ya? Jatuh cinta itu emang dibolehkan mbak, tapi yang nggak boleh menganggap cinta itu seperti segalanya. Anak saya, sampai usia 25 tahun aja belum pernah pacaran mbak. Sekali dia pacaran, rusak sudah apa yang dia bangun selama ini," ujar Pak sopir menasihati.
Feo yang bingung harus berkomentar apa, memilih hanya mengangguk saja. "Lagian ya mbak, bukan soal cinta yang dikejar dalam hidup. Namun kebahagiaan. Merjuangin seseorang, kalau nyatanya nggak bahagia toh buat apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVISOR
Teen Fiction"LEPASIN!" "Nggak akan! Apa yang udah jadi milik gue, nggak akan pernah gue lepas Fe." Galen menjawab dengan penuh penekanan. "Ayo pulang!" Wajah Galen mendekat dengan tatapannya yang menakutkan. Napasnya naik turun seolah sedangmeredam emosi yang...