ADA NGAK YANG NUNGGUIN KANG CILOK? Kemarin, lagi rame pesenan ciloknya wkwk ngaconya diriku ini pemirsa.
Menjalin sebuah hubungan tidaklah semudah yang dibayangkan. Ada komitmen, kepercayaan, ketulusan, dan kelebihan yang saling menyempurnakan kekurangan.
***
"Kamu mau jadi pacar aku?" tanya Galen tanpa mengubah posisi mereka saat ini.
Demi apapun, dunia Feo seketika berhenti saat Galen mengucapkan kalimat itu. Bahkan, teriakan para penonton pun tak sanggup mengalihkan perhatian Feo dari mata setajam elang yang saat ini tengah menatapnya dengan lekat. Rasanya seperti mimpi. Galen menyatakan perasaannya tepat di hadapan seluruh murid NHS. Ini benar-benar gila.
"Aku mau Gal," jawab Feo kelewat cepat. Jantungnya sedari tadi terus berdetak dengan cepat, apalagi saat Galen semakin mengeratkan genggaman tangannya.
Galen tersenyum puas mendengar jawaban gadis itu. Dalam hatinya dia terus berjanji bahwa ini akan menjadi hubungan pertama dan terakhirnya. Dan Feo adalah gadis terakhir yang ada di hatinya setelah mamanya dan Gisel.
Teriakan penonton semakin riuh saat Galen mendekap Feo ke dalam pelukannya. Ingin rasanya Feo menghentikan waktu. Dia ingin merasakan ini lebih lama. Setidaknya harapan kebahagiaan akan selalu ada di hidupnya.
"Have I mentioned today how lucky I am to be in love with you?" bisik Galen tepat di telinga Feo. "I'm lucky to have you, Fe," imbuh Galen lagi.
***
"Traktir dulu Bos," ujar Bais dengan kedipan mata genit. Jadwal tampil mereka sudah habis. Acara dilanjutkan dengan beberapa penampilan dari pihak OSIS.
"Lain kali, gue nganter cewek gue pulang dulu. Udah malem soalnya," jawab Galen seraya mengeluarkan ponselnya. Mereka sampai melongo saking kagetnya dengan ucapan Galen barusan.
"Cewek gue njir, jangan macem-macem lo pada. Pawangnya serem," gurau Argo mengundang gelak tawa mereka.
Galen tidak menggubrisnya. Saat ini, dia sedang menghubungi ponsel Feo. Tadi gadis itu pamit pergi dengan Ayana untuk membeli makanan. Katanya sebentar, tapi sampai sekarang gadis itu belum kembali juga.
"Kamu dimana?" tanya Galen setelah panggilannya terhubung dengan ponsel Feo. Lagi-lagi teman-teman Galen dibuat terkejut dengan gaya bicara cowok itu. Ini sih, bucinnya udah ngalahin Argo. Padahal Feo juga udah besar, nggak usah dicariin sampai di telpon segala.
"Ini lagi ngantri Gal. Kamu mau nitip sesuatu?"
"Enggak. Kamu dimana, biar aku susul," ujar Galen semakin membuat teman-temannya tak habis pikir.
"Di stand paling pojok. Bawah pohon beringin pas," Galen pun langsung mematikan sambungan ponselnya begitu saja.
"Ngapain lo pada senyum-senyum nggak jelas?" tanya Galen heran seraya memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.
"Suka aja liat kamu jadi bucin gitu Gal," goda Bais habis-habisan. Galen memutar bola matanya malas lalu pergi begitu saja menyusul keberadaan Feo. Apa yang Feo katakan memang benar. Stand makanan yang gadis itu datangi memang banyak yang ngantri. Jadi selama setengah jam, gadis itu belum juga mendapatkan makanannya.
"Hai Gal," sapa Feo seramah biasanya. Namun malam ini, entah kenapa sorot mata gadis itu terlihat berbeda. Kebahagian terpancar dengan tulus dari sorot mata itu.
Galen mendekat, mengabaikan orang-orang yang kini sibuk menatap ke arahnya. Tidak apa hanya menatap, asalkan mereka tidak ada niatan untuk menyakiti Feonya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVISOR
Teen Fiction"LEPASIN!" "Nggak akan! Apa yang udah jadi milik gue, nggak akan pernah gue lepas Fe." Galen menjawab dengan penuh penekanan. "Ayo pulang!" Wajah Galen mendekat dengan tatapannya yang menakutkan. Napasnya naik turun seolah sedangmeredam emosi yang...