ABSEN DULU KUY
Sebuah pertemuan
Berprestasi mungkin bisa membuatmu lebih tinggi, tapi kerendahan hati bisa membuatmu lebih dicintai.
"NON FEO BANGUN UDAH JAM SETENGAH TUJUH," Teriak Bi Shelli dari arah dapur. Shelli adalah nama asisten rumah tangga di keluarga Feo. Lebih tepatnya Shellistya Ningsih. Namun, wanita yang berumur 30 tahun itu menolak jika orang lain memanggilnya dengan nama Ningsih. Akhirnya Feo memanggilnya Shelli lebih tepatnya Bi Shelli. ART paling gaul seantero komplek.
Selang beberapa menit Bi Seli kembali bersuara. "NON UDAH SIANGG,"
Namun gadis yang sedari tadi dia panggil malah membenarkan letak selimut hingga menutupi kepala. Tidurnya begitu nyenyak seakan tidak merasa terganggu dengan teriakan Bi Shelli.
Beberapa menit lagi..
"BODO AMAT NON TELAT BIBI SYUKURIN, JANGAN SALAHIN BIBI UDAH JAM 7 INI,"Seorang gadis dengan rambut coklat yang terikat kacau turun dari atas dengan cepat. "BIBI KOK NGGAK BANGUNIN FEO SIH ?"
Bi Shelli melotot tajam ke arah Feo. Tatapannya terlalu tajam hingga Feo merasakan suasana di sekitarnya mulai berubah.
"Dari tadi juga udah dibangunin," jawab Bi Shelli tenang sambil mengaduk nasi goreng yang hampir matang.
"Nggak denger Bibi, makanya kalau bangunin Feo ke kamar dong," protes Feo sambil mengenakan sepatu hitamnya.
"Makanya Non kalau tidur jangan pakai kloset jadi nggak denger kan?"
"Headset Bi," koreksi Feo.
"Halah sama aja Non, nih sarapan dulu Non," Bi Shelli menaruh nasi goreng buatannya diatas meja makan.
"Udah telat Bi, lagian Feo makin telat kalau sarapan.Feo berangkat ya daaa,"
Bu Shelli mengangguk lemas. Mending tadi dia nggak usah bikin sarapan.
"Besok-besok bilang Non kalau nggak mau sarapan," omelan Bi Shelli terdengar samar di telinga Feo, karena gadis itu sudah keluar rumah.
***
Feo mengayuh sepedanya dengan kecepatan kilat. Yang dipikirannya sekarang adalah sampai ke sekolah dengan cepat. Optimis boleh tapi jangan terlalu. Sekarang udah jam 7 lebih, bagaimana mungkin gadis itu mengejar waktu agar tidak telat ?
Di dalam hatinya siapa sangka jika dia terus berdo'a. Hal paling menakutkan adalah nama baiknya yang dia jaga dari dulu harus rusak gara-gara telat sehari.
Dengan kata lain musuh terbesarnya, Thessa akan tertawa bahagia melihat kekalahannya. Thessa adalah saingan terberat Feo. Keduanya selalu berebut posisi paralel di setiap semester. Semua sudah hapal kalau Feo adalah musuh bebuyutan Thessa. Selama ini Feo selalu menjadi murid teladan di sekolah. Berangkat pagi, tidak pernah telat, membolos saja dia tidak berani. Karena peristiwa dia bangun kesiangan sudah dipastikan dia akan menulis sebuah sejarah terlambat datang ke sekolah.
"PAK MARJO JANGAN DITUTUP GERBANGNYA" teriakan Feo berhasil menghentikan niat sang satpam untuk menutup gerbang sekolah.
Tapi sayangnya Pak Marjo lebih licik dari seekor kancil dan lebih pintar dari tupai. Saat jarak Feo mulai dekat, dengan kekuatan seribu bayangan Pak Marjo menutup gerbang dalam hitungan detik.
Sepeda yang tadinya berjalan cepat seketika berhenti karena menabrak gerbang besi warna hitam itu.
JEDUAR...
Ban depan sepeda Feo jadi mencong ke kiri. Feo melongo kemudian menatap Pak Marjo sinis.
"Yah rusak kan pak ? Gara-gara Bapak nih," ucap Feo berniat membuat Pak Marjo merasa bersalah. Tidak sesuai dugaannya, pria berumur 40 tahun itu malah tertawa sambil memegang kedua kumisnya yang tebal.
"Kalau rusak mau diapain lagi Non ?"
"Ganti pak 30 juta. Sepeda limited edition ini Pak"
Mendengar penuturan Feo barusan tawa Pak Marjo langsung pecah.
"Sepeda karatan kok 30 juta. Dijual aja nggak laku Non," bukannya tersinggung Feo malah ikut tertawa.
"Ini tuh bukan karatan Pak. Tapi motifnya gini. Dasar nggak tau model," omel Feo merasa kesal juga.
Sudah jutaan umat yang bilang kalau sepedanya itu bututlah, tualah, parahnya ada yang bilang kalau sepedanya lebih pantes berada di museum. Walaupun disodorkan beribu hinaan Feo dengan bangga akan menjawab'Sepeda gue ini banyak kenangannya. Nggak akan ternilai seperti harga diri gue,'
Feo bukan anak dari keluarga yang kurang mampu. Malah dia terlahir dari keluarga yang cukup berada. Bahkan bisnis orang tuanya sampai ke luar negeri. Hingga mereka selalu sibuk dan tidak pernah menghiraukan keberadaan Feo. Feo tidak mau jika dirinya harus berpenampilan nerd. Pintar bukan berarti harus cupu. Sejujurnya dia juga tidak ada niatan berpura-pura menjadi orang susah seperti yang orang lain kira. Feo hanya ingin menikmati hal yang tidak teman-temannya miliki. Salah satunya sibutut ini.
Selang beberapa sekon, datanglah mobil mewah bewarna hitam dari arah yang sama. Pak Marjo berniat membukakan gerbang kalau Feo tidak menghalangi.
"Wah wah Pak Marjo pilih kasih," sindiran Feo membuat Pak Marjo mendelik tajam ke arahnya.
Karena dirasa sudah menunggu lama, mobil itu akhirnya mengeluarkan suara klakson yang sangat mengganggu indera pendengaran Feo.
"Minggir Non, bisa gawat kalau nggak dibukain gerbang" dengan jurus andalannya, Pak Marjo bisa membuka gerbang dalam hitungan detik.
Feo tidak tinggal diam. Hanya karena menggunakan mobil, Pak Marjo dengan senang hati membukakan gerbang. Tapi dirinya ? Si butut malah jadi korban. Direntangkan kedua tangannya menghalangi mobil itu melaju.
Tinn.. Tinn.. Tinnn...
Mau berapa kali klakson terdengar nyaring, niat Feo tidak akan mundur. Sang pemilik mobil akhirnya turun dan berhadapan langsung dengan Feo.
Kaca mata hitam bertengger sempurna di hidungnya yang mancung. Kulitnya yang putih bersih ditambah alisnya yang tebal semakin membuat cowok itu terlihat sempurna.
Untuk beberapa saat cowok itu berhasil membuat Feo terdiam cukup lama. Hanya menatap wajah tampan seorang Galen Pranadiba Aileen mampu membuat tubuhnya membeku.
"Bisa minggir nggak ? Lo ngalangin jalan. Sekalian sepeda butut lo itu," ujar Galen setelah melepas kaca mata hitam yang menempel di hidungnya.
~~~~
Tinggal klik bintang pake jurus seribu bayangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
DIVISOR
Ficção Adolescente"LEPASIN!" "Nggak akan! Apa yang udah jadi milik gue, nggak akan pernah gue lepas Fe." Galen menjawab dengan penuh penekanan. "Ayo pulang!" Wajah Galen mendekat dengan tatapannya yang menakutkan. Napasnya naik turun seolah sedangmeredam emosi yang...