36 ❘ Tawanan

1.7K 310 181
                                    

Sret sret sret!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sret sret sret!

Suara isak tangis beradu dengan suara gunting. Tanpa bisa ia cegah, air mata terus menetes ke pipi Nakyung, sambil menatap helai demi helai rambutnya yang berjatuhan ke lantai.

"Udah dong nangisnya. Saya gak fokus nih. Kalau masih nangis, saya botakin, mau?" Tanpa menjawab, buru-buru Nakyung membungkam mulutnya agar isakannya tidak keluar.

"Nah iya gitu. Jangan nangis. Adik saya aja masih senyum waktu dulu rambutnya rontok semua."

Nakyung tak habis pikir. Ia mengira ketika ia dilepaskan dari kekangan rantai,  pemuda itu sudah cukup menyiksanya dengan rotan. Ternyata, pemuda itu berencana memotong habis rambutnya.

Rambut Nakyung yang tadinya panjang sepinggul kini sudah sependek bahu dengan potongan acak-acakan.

Ingin rasanya Nakyung protes seperti biasanya, tapi sekarang ia terlalu takut untuk membuka mulut. Salah bicara sedikit saja, nyawanya mungkin bisa melayang. Pemuda ini sudah gila.

Brak!

"BOS!"

Pintu ruangan itu kembali terbuka dengan paksa. Eunwoo tampak menoleh sengit, tidak suka acaranya diganggu.

"Apa lagi?!"

"Gadis itu membuat kekacauan!"

"Tck. Kalian bahkan tidak bisa menangani seorang gadis hah?!" Eunwoo membanting gunting di genggamannya, membuat anak buahnya maupun Nakyung terkesiap.

Tanpa perasaan, Eunwoo menarik rambut Nakyung hingga gadis itu mendongak menatapnya. "Kau. Diam saja dan jangan lakukan apa-apa," desisnya lalu mendorong kepala Nakyung dengan sembrono.

Lalu, Eunwoo beserta anak buahnya meninggalkan Nakyung sendirian di dalam ruangan itu. Tangis Nakyung tumpah seiring suara pintu ditutup.

"Kenapa...," lirih Nakyung, masih tidak mengerti mengapa ia harus menerima ini semua. Sebuah pikiran terlintas di kepalanya,

'Apa aku akan mati hari ini?'

Buru-buru ia menyatukan kedua tangannya di depan dada. "Tuhan, saya mohon, ijinkanlah saya hidup," rapalnya dalam hati.

Nakyung terus mengulang kalimat itu sembari memejamkan matanya erat-erat.

"Tuhan, saya mohon, ijinkanlah saya hidup. Tuhan, saya mohon, ijinkanlah saya hidup. Tuhan, saya mohon, ijinkanlah saya hid—"

Mata Nakyung terbuka ketika sebuah pikiran kembali melintas. 'Bagaimana kalau aku benar-benar mati?'

'Harus ... sampaikan sesuatu ....'

Gadis itu mulai menyebar pandangannya. Mencari sekiranya sesuatu yang bisa ia gunakan untuk menulis 'salam perpisahan'.

Pandangannya tertuju pada meja yang Eunwoo gunakan tadi. Dengan sisa tenaga, Nakyung bangkit dari duduknya lalu berjalan terseok ke arah meja itu—membuka lacinya satu persatu.

VacationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang