※※※※
Aku berlari menaiki loteng dengan tergesa-gesa. Tidak peduli nyeri pada telapak kaki yang sudah berdarah, terus berlari dan membiarkan pecahan kaca semakin tertancap kedalam telapak kaki.
Begitu sudah berhasil memasuki kamar, aku lekas mengunci pintu.
"Buka pintunya!"
Suara dan gedoran kasar dari pintu membuatku ketakutan setengah mati. Tanpa pikir panjang mendorong rak buku yang berada disamping pintu, hingga benda itu jatuh dan menghalangi pintu.
Perasaanku kacau, menghalangi pintu dengan rak buku tidak lantas membuatku tenang. Aku membawa tubuhku yang sudah sangat kacau kedalam lemari, mengunci diri disana.
Memeluk lutut sendiri dengan badan bergetar. Ketakutan luar biasa. Takut pria diluar sana berhasil masuk dan menangkapku.
Air mataku mengucur deras, darah memenuhi pakaian yang tersusun rapi didalam lemariku. Berada didalam kegelapan lemari tidak membuatku takut, rasanya jauh lebih baik dibanding harus bertemu dengan pria itu diluar sana.
Aku terus menangis, hingga akhirnya tangan menutup mulut sendiri. Menahan agar isakan itu tidak keluar, terlalu takut seandainya pria itu berhasil menerobos masuk dan mendengar suara tangisanku.
"Kim Chohee, buka pintunya!"
Aku menutup mataku rapat-rapat, Tuhan tolong aku.
Bisakah, kau mengampuniku sekali ini saja? Aku tidak mau bertemu dengannya. Aku tidak mau melihat wajahnya.
Berada didalam lemari pengap dan gelap itu selama puluhan menit membuatku bisa bernafas lega. Begitu suara itu tidak terdengar lagi, suara langkah kaki yang melangkah turun meninggalkan loteng membuatku dapat menarik nafas lega.
Lantas, dengan sisa tenaga aku mendorong pintu lemari. Membuatku kembali melihat sinar matahari senja yang merambat masuk dari jendela. Namun, tidak ada tenaga lagi buatku untuk sekedar berdiri. Jadi aku hanya terdiam, duduk didalam lemari dengan sebelah kaki terjulur keluar, menatap sinar jingga itu dengan perasaan campur aduk.
Pertama kalinya setelah aku tinggal disini hampir setahun, iblis itu hampir melecehkanku.
Apa ada yang lebih buruk dari ini? Ku rasa, bernafas disini saja sudah sangat berat.
Setiap hari dihantui rasa takut, membuatku perlahan kehilangan senyumanku.
Aku bertanya-tanya, sebenarnya apa itu kebahagiaan? Mungkinkah aku sudah pernah merasakannya? Atau aku hanya melupakan bagaimana rasanya?
Getaran dari saku rok sekolahku membuatku merogoh pelan saku, dan mengabil ponselku. Aku meletakkannya diatas tumpukan baju yang sudah penuh dengan bekas darah dari kakiku.
Nama Kak Jungkook tertera disana.
Namun tidak sedikitpun aku bergerak untuk mengangkat panggilan itu. Aku hanya menatap benda itu dengan pandangan kosong.
Seperkian detik setelah benda itu berhenti bergetar, ponsel itu kembali menyala menunjukan sebuah notifikasi pesan dari Kak Jungkook.
'Selamat ulang tahun, Choco!'
Lagi, aku hanya menatap benda itu dalam diam.
Kemudian, aku beralih menatap sinar jingga yang indah dan menyedihkan disaat bersamaan. "Apa jika aku gak pernah terlahir sebagai Kim Chohee, semuanya gak akan seberat ini?" []
KAMU SEDANG MEMBACA
Kak Jungkook [✔️]
Fanfiction[SELESAI] The other side of "Kak Taehyung" Kim Chohee dan kehidupannya yang rumit. Ia pandai menyembunyikan lukanya, namun kenapa Jeon Jungkook selalu melihat luka itu walau sudah tertutup rapat oleh Chohee? "Ketika aku mulai mencintainya, kenapa ta...