12

128 18 0
                                    

※※※※

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

※※※※

Aku terdiam. Mengamati sosok Papa yang sejak tadi terlihat gusar.

Entah apa yang terjadi, namun pria paruh baya itu tidak terlihat seperti biasanya. Kalau biasanya ia terlihat tenang tanpa ekspresi, sekarang wajahnya nampak sangat lelah.

Membuatku yang melihatnya ingin menghampiri untuk sekedar menanyakan kenapa?

Walau sudah diabaikan selama beberapa tahun, tetapi aku tetap tidak bisa mengabaikan Papa. Seperti aku tidak bisa mengabaikan Mama. Dua hal itu sama-sama berat.

Bagaimanapun, selama ini Papa telah berusaha keras menghidupi aku dan Kak Taehyung seorang diri. Ia adalah sosok kepala keluarga yang kuat sejauh yang ku lihat.

Lantas, aku membawa tungkai ku menghampirinya. Memasuki ruang kerja Papa yang hampir tak pernah ku masuki sebelumnya.

"Papa.." Panggilku lirih.

Pria paruh baya itu diam saja. Masih memijit kepalanya seraya membolak-balik kertas-kertas diatas meja.

Ku beranikan diri untuk semakin mendekat. Kini aku berada tepat disamping tubuhnya.

"Papa."

Papa sedikit tersentak.

"Chohee.. kenapa disini?"

Aku mengangkat bahuku. Tidak menjawab pertanyaan Papa, kini terfokus pada kertas-kertas diatas meja.

Aku bukan anak yang bodoh, diumurku yang masih muda aku bisa memahami dengan jelas bahwa garis-garis itu menunjukkan saham perusahaan yang menurun.

"Ini udah malam, mending kamu tidur."

Aku menggeleng, beralih berdiri dibelakang tubuh Papa yang terduduk dikursi kerja. Entah dapat keberanian dari mana, tanganku terangkat untuk memijat pundak Papa.

Yang terlintas dikepalaku hanyalah, Papa pasti sangat lelah.

"Pasti berat ya Pa ngurusin aku sama Bang Taehyung sendirian?"

Pertanyaan itu terlontar begitu saja.

Papa berguman untuk menjawab pertanyaan itu. Menandakan bahwa ia mengiakan, membenarkan jika ia memang lelah.

"Aku gak tau ini penting atau enggak sekarang. Tapi Pa, rasanya aku belum berterimakasih atas semua yang udah Papa lakuin buat aku sama Kak Taehyung selama ini."

Bibirku mengulas sebuah senyuman tipis, sambil terus memijat kedua pundak yang kelelahan itu. "Kalo lelah Papa boleh mengadu. Aku emang belum bisa bantuin Papa sekarang, tapi aku akan belajar dan terus belajar. Supaya suatu hari aku bisa gantiin Papa untuk ngurus diri Papa sampai tua. Papa gak sendirian, Papa masih punya aku dan Bang Taehyung. Kami disini, jadi cobalah untuk menengok kebelakang dan lihat bahwa aku sama Kak Taehyung ada disini."

Semua perkataan itu terlontar begitu saja. Ketika melihat Papa lelah, aku menyesal tidak bisa melakukan apapun.

Tiba-tiba ku rasakan tangan kasar itu menyentuh tanganku dipundaknya. Selanjutnya, yang ku dengar adalah tangis pilu dari pria paruh baya yang ku sayangi itu.

"Maafin Papa, Chohee.."

Hatiku tersentuh.

"Papa sadar sudah buat hidup kalian sulit selama ini. Papa menyesal waktu pulang ditengah malam dan mendapati kalian menangis dalam tidur kalian. Papa bukan orangtua yang baik selama ini, jadi cuman ini yang bisa Papa lakuin buat nebus kesalahan itu. Bikin kalian hidup tanpa kekurangan sedikitpun agar dikemudian hari kalian merasakan bahagia diluar sana walau gaada Papa."

Hari itu aku sadar. Bahwa aku harus membuka pandanganku pada semua orang.

Setiap orang punya lukanya masing-masing. Hanya saja, mereka memilih menyembunyikannya agar tidak terlihat seperti pengecut. Memilih menghadapi luka itu sendiri walau sebagai gantinya rasa sakit yang diterima tidaklah mudah untuk diatasi. []

Kak Jungkook [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang