11

140 20 0
                                    

※※※※

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

※※※※

"Selamat pagi, ganteng!"

Minggu pagi aku memutuskan untuk kerumah Kak Jungkook.

Dan mendapati cowok itu menyambutku dengan senyuman diwajahnya. Padahal seharusnya senyum itu tidak terbit mengingat ia baru saja kehilangan kemarin.

Tetapi, kenapa aku malah muak melihat snyum palsu itu?

"Selamat pagi juga, manis." Balas Kak Jungkook.

Kak Taehyung meletakkan bungkusan yang kami bawa dari rumah diatas meja ruangtamu.

"Gua jemput Jimin dulu, katanya motornya tiba-tiba kempes. Sialan, palingan alesan biar hemat bensin." Kak Taehyung mendegus seraya mengambil kunci motornya. Setelah itu, ia menitipkan ku pada Kak Jungkook sebelum akhirnya pamit untuk menjemput Kak Jimin.

Mereka akan menginap dirumah Kak Jungkook hari ini.

Setelah kepergian Kak Taehyung. Aku mengamati tiap gerak-garik Kak Jungkook. Ia masih seperti kemarin.

Lantas, aku bergerak untuk duduk bersila diatas sofa. Menghadapnya yang sedang menatap kosong televisi. Pergerakan ku membuat Kak Jungkook menoleh.

"Hei jagoan, mau sampai kapan topeng itu bertahan? Gak cape?"

Kak Jungkook masih menatap kosong kearah ku. Sebelum akhirnya cowok itu tersenyum tipis. "Aku gapapa, Choco."

Sebelum wajah itu kembali berpaling, aku lebih dulu menangkup kedua pipi itu. Memaksanya untuk melihat mataku.

"Kenapa harus berbohong untuk terlihat kuat?" Tanyaku pelan, nyaris berbisik.

Setelahnya wajah itu meredup. Ia meraih tanganku, lantas ikut duduk bersila untuk menghadapku. Mata itu menatap kearah tangannya yang menggengam dua tangan kecilku. Enggan menatap mataku karna mungkin takut dipergoki sedang menyembunyikan luka.

"Anak cowok itu harus terlihat kuat apapun keadaannya. Lagian sekarang aku gantiin sosok Ayah dirumah ini, harus jadi kuat agar Bunda gak terlalu terpuruk. Agar Bunda tahu bahwa dia masih punya aku, agar dia percaya kalo aku bisa dipercaya untuk membantu kami melewati semua ini."

Benar, Kak Jungkook akan menggantikan sosok Ayah dirumah ini. Padahal usianya saja belum 16 tahun.

Tetapi ini tetap salah.

"Lalu kenapa?" Wajah Kak Jungkook terangkat, menatapku heran. "Terlepas dari semua itu, Kak Jungkook kan manusia. Semua manusia berhak menangis untuk meredam rasa sakit. Selain itu, Kak Jungkook baru aja kehilangan. Orang yang gak nangis ketika kehilangan hanya orang yang menganggap kalo ia baru saja kehilangan sesuatu yang gak berharga dalam hidupnya. Bukannya Ayah itu berharga banget bagi Kak Jungkook?"

Aku meraih badan tegap itu, merekuhnya erat dalam sebuah pelukan hangat.

"Nangis aja, gak ada yang melihat. Ayo nangis hari ini, dan kembali menjadi kuat besok."

Setelahnya aku lega. Tangis itu pecah dipundakku. Melepaskan apa yang selama ini ia tahan dalam dirinya.

Mengadu bahwa dunia terlalu kejam. Merebut apa yang seharusnya tidak pergi ketika ia masih belum siap menerima kejamnya dunia. Merengek seperti anak kecil yang minta miliknya untuk dikembalikan. Menyalahkan takdir yang begitu jahat kepadanya saat ini.

Aku senang mendengarnya. Aku senang ia menunjukan luka itu dihadapanku. Sungguh, aku senang akhirnya ia melepaskan semua bebannya.

Tangan itu masih memelukku, enggan melepaskan walaupun tangisnya kini sudah mereda.

Kemudian, ku dengar suaranya berbisik dipundakku dengan suara bergetar.

"Ajari aku buat bertahan. Ajari aku bagaimana ngelewatin semua hari-hari sulit ini, aku gak bisa ngelewatin nya sendirian."

Aku tersenyum. Mengusap pungung tegap itu seraya berucap mantap.

"Aku disini, Kak." []

Kak Jungkook [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang