07

173 24 0
                                    

※※※※

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

※※※※

Aku menatap layar ponsel dalam diam.

Nomor seseorang tertera disana. Nomor yang sudah lama kusimpan, namun tidak pernah sekalipun ku hubungi.

Aku selalu berusaha untuk tidak merindukan sosok itu. Tidak karna ia sudah meninggalkan anak-anaknya tanpa pamit. Tanpa bepaling, dan tanpa peduli lagi.

Namun, aku tetaplah seorang gadis kecil yang menginginkan kasih sayang dari seorang ibu.

Mama telah membuat hatiku sakit, tapi aku tidak bisa mengabaikannya. Kenapa?

Ku raih benda persegi itu, menekan tombol call sebelum akhirnya menempelkan benda itu ketelinga.

Beberapa lama menunggu panggilan itu tersambung, akhirnya sebuah suara menyapa indra pendengaranku.

"Halo?"

Jantungku berdetak kencang.

"Ma-mama.."

Mendadak menjadi gagap. Lidah ini seperti kelu untuk berkata-kata, padahal ada sejuta hal yang ingin disampaikan walau lewat panggilan ini.

"Kenapa, Chohee?"

"I-itu ma─"

"Cepat Chohee, jangan membuang waktu Mama. Mama sibuk."

Badanku melemas. Dadaku sakit, dan mataku kian memanas.

Berbagai perasaan berkecamuk didalam dada, didominasi perasaan kecewa yang begitu kental. Mengasihani diri sendiri karna sekali lagi ditolak oleh ibu sendiri.

Kutarik nafas dalam.

"Chohee rindu, Ma."

Tidak ada sahutan. Karna itu, tangan ini lekas menjauhkan ponsel dari telinga. Mematikan sambungan telpon dengan rasa kecewa yang dalam.

Hingga akhirnya setetes air mata turun. Membuatku menggigit bibir untuk menahan isak tangis yang mendesak ingin keluar.

Kemudian hujan turun dengan deras. Seolah berkata padaku,

Tidak apa-apa, menangislah Kim Chohee. Tidak ada yang melihat, aku akan menyembunyikan lukamu.

Maka tangisku pecah pada waktu itu.

Menangis keras dengan hujan yang meredam suara tangis.

"Gak papa, Kim Chohee. Ayo menangis hari ini dan jadi kuat lagi besok." Kataku pada diri sendiri, menyemangati hati yang lagi-lagi terluka karna ulahku sendiri.

Aku tahu seharusnya aku tidak melakukannya. Aku tahu jika pada akhirnya semua berakhir begini, dengan tangis dan luka lagi. Kenapa aku menyakiti diri sendiri begini?

Drtt~

Ponselku bergetar, membuatku menghentikan tangis. Kini ku tatap layar ponsel yang menyala itu dengan mata sembab.

Kak Jungkook is calling.

Ku tarik nafas panjang, menstabilkan suaraku sebelum akhirnya mengangkat telpon itu.

"Berhenti nangis, hujan ga bisa nutupin semuanya tau."

Mataku membola, sedikit kaget. Bagaimana dia bisa tahu?

"Apa? Siapa yang nangis." Elakku, tidak mau kelihatan lemah. Apalagi didapan Kak Jungkook.

"Aku didepan kamar kamu, Choco. Buka pintunya dan kita buat senyuman itu kembali terbit."

Aku lupa, Kak Jungkook disini bermain game dengan Kak Taehyung dan Kak Jimin.

"Kenapa kakak bisa tau?"

Kak Jungkook terkekeh, "eum, insting calon suami mungkin?"

Selanjutkan aku tersenyum kecil sebelum akhirnya membuka pintu dan disambut senyuman cerah Kak Jungkook didepan pintu. []

Kak Jungkook [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang