"Ra! Mehra!"
"Mehra Lasianthera Khadij!"
"Hei, Nona Cerewet! Kok dari kemarin cerewetmu hilang?!"
"Hihh, berisik!"
Aku tak memedulikan warga sekolah yang menjadikan kami bahan tontonan. Sebab tatapan kebingungan Arsen tampak lebih menarik sekarang. Juga, mengapa ia terlihat agak sedih?
"Kamu kenapa?" Pertanyaan itu akhirnya keluar juga dari mulutku.
"Kenapa apanya?"
"Mukamu itu loh, kayak yang baru diputusin pacar aja. Bingung plus suram, kek ngenes-ngenes gimana … gitu!"
"Heh, sembarangan! Harusnya aku yang nanya, kamu kenapa, sih? Dari kemarin tingkahmu aneh banget, deh."
"Gak pa-pa."
Semua perempuan tahu betul itu artinya apa.
Usai mengatakannya, aku memasuki ruang guru untuk melaksanakan tugas piket--melakukan apa yang kemarin Maher dan Meher lakukan.
Namun, melihat Arsen mengekoriku, membuatku jengkel dan menjeda sejenak tugasku.
"Jangan ikuti aku!"
"Siapa yang sedang mengikutimu? Aku 'kan juga piket."
Oh, ya ampun, mengapa aku bisa lupa?
"Ya Allah, malu banget!"
"M--maksudku, jalanan 'kan masih lebar. Jadi jarak kita gak perlu sedeket ini!"
Kulihat Arsen menaikkan alis sebelah kirinya, tetapi pada akhirnya ia berpindah tempat juga, tidak sedekat tadi.
Beberapa menit kemudian, kami berjalan bersama menuju ruang kelas ditemani keheningan yang sebelumnya tak pernah tercipta bila kami sedang bersama. Sebab biasanya, pasti ada saja topik yang kami obrolkan.
Atau, setidaknya ada satu atau dua lawakan yang salah satu dari kami lontarkan, sehingga gelakan tawa terdengar. Yah, intinya, sebelumnya tidak pernah sesunyi ini.
Sesampainya di kelas, Arsen mengambil alih laci kecil yang kubawa dan mulai melakukan tugasnya. Seperti merapikan meja dan kursi guru--sama sebagaimana yang dilakukan Maher dan Meher kemarin, menghapus jejak spidol di papan tulis, dan sebagainya.
Sedangkan aku sendiri begitu sampai di kelas, langsung berolahraga tangan dengan menyapu seisi kelas. Ya, hanya menyapu. Sebab anak di kelas kami bilang lebih baik mengepel lantai setiap hari Jumat saja.
"Mehra, yang lain mana, ya?"
"Mana kutau? Aku 'kan bukan ibu mereka!"
"Hei, aku 'kan nanyanya baik-baik. Lagi pula, aku bertanya begitu karena kasihan melihatmu menyapu seisi kelas sendirian, tau!"
KAMU SEDANG MEMBACA
[SYaHS1] LoveMath | SELESAI✔
Lãng mạn[Spiritual-Young adult-Hurt] "Jadi, mau nggak, Ra?" "Enggak! 'Kan masih kecil." "Oh, berarti kalo udah gede, mau nerima?" "Mau, tapi ... dia harus bisa ajarin aku MTK dulu, sampe nilaiku dapet 100 semua." Orang-orang yang mendengar jawabanku tertawa...