LoveMath 2 - Karena Aku Menyukaimu

511 42 20
                                    

"Hei, Mehra!" Suara Arsen menyentakku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hei, Mehra!" Suara Arsen menyentakku. "Ngapain kamu diem aja di sana? Lagi nguping pembicaraan kami, ya?!"

"Duh! Ketahuan, deh! Mehra nakal, sih!"

Dengan perlahan, aku memberanikan diri menatap Maher dan Arsen yang kini tengah menatapku penuh selidik. Ya Allah, aku jadi menyesal karena telah mencuri dengar pembicaraan kedua lelaki itu.

"Mehra …."

Panggilan Maher yang bernada penuh peringatan itu membuatku hanya mampu menyengir--menampakkan deretan gigiku yang tak terlalu rapi.

"Gak sopan, ya, kamu! Jangan diulangi lagi!" Dan omelan Maher pun terdengar.

Di antara aku, Maher dan Meher, memang Maher yang paling tegas atau yang biasa kusebut galak. Ia juga menjadi yang paling bijak di antara kami, walau kadang terkalahkan oleh Meher.

Namun, meskipun begitu, Maher juga bisa dibilang sosok ceria yang terkadang menyebalkan.

"Iya-iya. Maaf!"

Akhirnya, aku memilih menghampiri mereka dan duduk di tempat duduk yang terbuat dari semen--yang letaknya cukup dekat dengan posisi Maher dan Arsen. Sambil menahan malu, tentunya.

Padahal rasa malu yang timbul sebab kejadian siang tadi--saat Arsen bertanya mengenai apakah aku cemburu saja, masih belum bisa reda sampai sekarang. Lebih tepatnya sih, kesal dan malu.

Hei! Kalau kalian berada dalam posisiku, apa yang akan kalian rasakan?

"Oh iya, Sen. Tadi katamu, kamu kagum pada kembaranku ini. Emangnya apa sih, yang bisa membuatmu merasa kagum, dari cewek banyak tingkah kayak dia?"

"Siapa yang banyak tingkah?!" protesku tak terima.

"Masih mending kusebut banyak tingkah, bukan petakilan!"

"Aku cuma terlalu periang, tau!"

"Iya deh, semerdeka-mu aja."

"Huh, dasar!" Tiba-tiba aku teringat sesuatu. "Eh, Meher mana?"

"Tuh!" Maher menunjuk sebuah toko yang menjual peralatan sekolah dan jajanan, menggunakan dagunya. "Tadi sih pas pamit, katanya mau jajan. Paling juga sekalian beli pulpen, spidol, sama kertas warna-warni yang teksturnya kayak kertas HVS, tapi agak lebih tebel itu."

"Itu emang kertas HVS, Bambang! Tapi warna-warni."

"Namaku Maher, bukan Bambang! Lagian aku 'kan gak ngerti yang kayak gitu. Jadi wajarlah, kalo salah."

"Aku juga gak ngerti, sih."

"Yeuh!"

"Jadi nanya, gak?" Maher mengangguk antusias. "Btw Ra, jangan ge-er dulu, ya! Aku tuh cuma kagum karena di balik kelakuan nyebelin kamu itu, ternyata kamu bisa baik juga."

"Hah? Gimana-gimana?"

"Itu, loh, 'kan dulu kamu pernah nolongin kakek-kakek yang jualan buah pake semacam gerobak gitu. Padahal waktu itu bel masuk udah bunyi dan pastinya kamu bakal telat banget begitu sampe kelas."

[SYaHS1] LoveMath | SELESAI✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang