LoveMath 46 - Aku Memang Jahat

131 19 28
                                    

-A/n di paling bawah dibaca sampe abis, ya! Soalnya mau ada info di sana ;)
-Bintang di pojok kiri bawahnya jangan lupa dipencet, ya!

“Kamu dan harapan tentangmu adalah dua hal yang sama-sama ingin kulupakan.”
•·Anonym·•
📚📌LoveMath📍📊
-fa_mujahiddah11-

”•·Anonym·•📚📌LoveMath📍📊-fa_mujahiddah11-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ra, kamu kenapa, sih?"

"Lagi banyak pikiran lagi, ya?"

Aku hanya mampu mengangguk samar, dengan pandangan yang terjatuh pada lantai koridor yang tengah kupijak.

Kepalaku yang memang masih terasa sakit sebab kejadian kemarin, semakin terasa sakit dikarenakan ucapan Clemira yang terus-menerus mengiang-ngiang.

"Ada apa, Ra? Cerita aja!"

"Iya! Kamu tuh kebiasaan, deh, harus ditanya dulu baru mau cerita!"

Aku berhenti melangkah, membuat Maher dan Meher ikut menghentikan langkah mereka. Kutatap keduanya dengan kedua netra yang terasa lelah dan agak sembap, sebab aku habis menangis cukup lama semalam.

Aku menggigiti bibir bawahku dengan bergetar, menahan tangis. Apalagi saat tangan kiri Maher mulai mengusap kepalaku dan tangan kanan Meher mulai mengelus punggungku, sesak itu semakin terasa.

"Her, Er …," panggilku lirih.

"Iya?"

"Kenapa?"

"Maisha dan Arsen …," ucapku menggantung.

"Mereka kenapa lagi?"

Aku menarik tangan mereka dan membawa kedua sejoli itu untuk mengobrol di tempat yang lebih sepi. Sesampainya kami di taman dekat masjid sekolah, aku pun menceritakan semua yang terjadi kemarin tanpa terkecuali.

"Jadi … Arsen adalah penyebab kematian Maisha?"

"Dan dia jadi trauma karena hal tersebut, padahal dia adalah pelakunya?"

Kedua bola mataku bergerak ke sana-kemari dengan pandangan menerawang yang menyendu.

"Mungkin," jawabku sekenanya.

Aku melanjutkan kembali ucapanku, "Kayaknya keputusanku untuk menjaga jarak dan melupakannya, adalah keputusan yang terbaik."

"Ra …." Usapan Meher di pundakku menghadirkan senyuman tipisku. "Allah tau kamu mampu, kamu sabar, kamu kuat … makanya kamu harus menghadapi semua ini."

Pandanganku memburam seketika, dengan air mata yang mulai menggenang di pelupuk mata.

"Apa aku benar-benar mampu?"

"InsyaaAllah, kamu mampu."

"Apa aku bisa sabar dan kuat dalam menghadapinya?"

"InsyaaAllah bisa, Ra."

[SYaHS1] LoveMath | SELESAI✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang