☀️ Memutuskan ☀️

761 52 3
                                    

"Eh serius? Lo dilamar? Tuhkan ... gue bilang juga apa, dia itu suka sama lo"

"Yahh gagal deh emak gue dapat menantu modelan dia"

Dua orang gadis sibuk berceloteh menanggapi cerita temannya.

"Ya iya, gue juga kaget. Padahal kan ... baru ketemu, udah maen lamar aja" kata gadis berkerudung melanjutkan ceritanya

"Yaudah sih terima aja"

"Nah iya. Siapa tau itu jodoh lo" kedua temannya terus saja memberi dukungan

"Ya tapi aneh aja gitu, ketemu aja baru dua kali, masa udah ngelamar aja. Padahal nih ya gue itu udah berusaha bersikap dingin sama cowok" gadis itu terus saja bersikeras untuk mencari alasan

"Yang lo inget dua kali, siapa tau udah lebih. Lo kan pikun, mana ingat"

"Tau nih Ara. Masa cowok modelan dia dianggurin, mending kasih gue aja deh" kata Aira

"Inget Izzan, lo mau dicuekin lagi." kata Salma memperingatkan Aira.

••••

Kling

Satu pesan masuk, bukan melalui media sosial seperti whatsapp atau instagram. Benar-benar pesan biasa seperti pesan yang sering Ara terima dari operator.

+628 53181219***
"Assalamualaikum."

"Walaikumsalam" balas Ara

"Cuman mau ngucapin selamat atas kelulusanmu, semoga ilmunya bermanfaat. Jadilah guru yang berkualitas hingga mampu mendidik putra-putri bangsa menjadi generasi yang berkualitas juga. Mengabdilah untuk negeri ini dengan caramu.

Aku bangga sama kamu, setelah semua perjuangan yang telah kamu lewati dan semua pengorbanan yang telah kamu berikan, akhirnya cita-citamu dapat tercapai, mengabdi untuk pertiwi dengan caramu sendiri. Kamu hebat!
Wassalamualaikum."

"Walaikumsalam" balas Ara lirih

Ara menitikan air matanya. Siapa yang mengiriminya pesan ini? Sangat menyentuh, seolah orang itu sangat paham rintangan apa saja yang telah Ara lalui, apa saja yang telah gadis itu korbankan.

Gadis itu memutuskan untuk menelpon nomor itu tapi nihil, tidak ada jawaban, bahkan nomornya saja sudah tidak aktif, padahal baru beberapa menit yang lalu nomor itu mengiriminya pesan.

"Shakilaaa ... turun dek, dipanggil ibu makan" suara Azizah -kakak ipar Ara- membangunkannya dari lamunannya

"Eh iya Mbak. Shakila turun sekarang" Ara beranjak dari tempat tidurnya

Saat sedang asik mengunyah makananny Ara dikejutkan oleh suara bariton milik ayahnya

"Kila, apa kamu mau menerima lamarannya?" tanya Yudha tiba-tiba membuat Ara tersedak.

"Ayah ini loh. Anaknya lagi makan ditodong pertanyaan kayak gitu, jadi keselek kan" ibu Ara menyodorkan segelas air putih

Naufal tertawa "Adek mas keselek ya ... padahal cuman ditanyain tentang lamaran doang loh" goda Naufal

"Mas, Shakila jangan diganggu ishh" peringat Azizah sambil mencubit perut suaminya

"Aw aw sakit dek. Kok mas dicubit sih" kata Naufal tak terima.

(Katanya sakit, padahal mah cubitan kayak gitu ga berasa)

"Kalian ini ya, heboh sekali" ucap Yudha

"Jadi gimana nak? Kamu mau?" lanjutnya

"Kila 'kan mau mengabdi dulu yah, Kila gamau buat laki-laki itu menunggu lama"

"Nak, kok manggilnya 'laki laki itu'? yang sopa dong, 'mas' gituloh" ibu Ara menasehati

"Iya, Kila gamau bikin mas Ilham nunggu lama" ralat gadis itu.

"Tapi niatan baik itu tidak baik ditunda nak" ucap Yudha

••••

"Jadi bagaimana pak bu? Apa bersedia menerima anak kami sebagai menantu?" tanya papa Ilham

"Kami hanya bisa mendukung, selebihnya kami serahkan pada Ara langsung" ucap Yudha sambil menatap putrinya

"Saya memutuskan," ada jeda untuk kalimat selanjutnya, Ara menarik napasnya dalam, mengucapkan Basmallah, berusaha menetralkan degup jantungnya.

'semoga ini menjadi yang terbaik' batinnya.

°°°°












Alhamdulillah

Prajurit Waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang