Zahra
Jiah, sumpah ini gue bentar lagi nikah? Emakkk bentar lagi Shakila nikah makkk ....
Gue gak bisa berhenti tersenyum, gue seneng banget ... karena bentar lagi gue nikah huhu
(Selamat ya, mbak Ara, semoga lancar sampai hari H)
Makasih ya mbak Thor ... semoga cepet nyusul sama si ehem :v
(Sa ae dengkul paus wkwk)
Skip
Pergi saja engkau pergi dariku
Suara nada panggilan mengganggu indra pendengaran gue.
"Buset. Udah mau nikah, nada deringnya masih galau aja." cerocos mas Naufal
"Berisik, Mas, sana bantuin mbak Azizah aja"
"Assalamualaikum, Kak?" kata gue menjawab panggilan tadi
"..."
"Iya, aku udah di depan rumah"
"..."
"Oke siap! Hati-hati, Sersan"
"..."
"Waalaikumsalam"
Gue masih setia menunggu calon imam di depan teras.
(Jiah calon imam, berasa apa Author ngetik :v)
Sesekali gue meringis saat mengingat kejadian yang gue alami, sangat mengerikan. Tapi gue bersyukur sih, kalo aja kejadian itu gak menimpa gue, mungkin saat ini gue masih di kamar, merenung sendiri dan gak akan bisa bersama Sersan gue ini.
"Assalamualaikum, ibu Guru"
"Walaikumsalam, kak Sersan" gue membalas salam Sersan di hadapan gue diakhiri cengiran.
"Udah siap?"
"Udah, aku panggil mbak Diva, ya. Biar gak berduaan. Boleh kan?" Sersan di depan gue mengangguk pertanda setuju
"Ra, duduk di samping saya dong. Saya berasa jadi supir kalo kamu duduk di belakang" keluh Sersan gue
"Loh, Angga bahasanya masih kaku gitu, padahal udah mau nikah" kata mbak Diva
"Tau tuh, Mbak, kak Sersan suka gak jelas"
"Kebiasaan, Mbak, ya udah saya ulang. Ra, duduk di samping aku dong. Aku ngerasa jadi supir tau kalo kamu duduk di belakang" kata Sersan meralat ucapannya
"Aku mau temenin mbak Diva aja di belakang" kata gue
Mbak Diva ketawa, "Gak apa-apa, Ngga, kan sekali-sekali" tukas mbak Diva, sedangkan si Sersan hanya bisa menghela napas.
"Mau cari cincin dimana, Dek?" tanya mbak Diva saat mobil sudah melaju di jalan
"Belum tau sih, Mbak, liat nanti abang sopirnya aja" kata gue sambil tertawa sementara kak Putra ngelirik gue dari kaca yang ada di bagian depan mobil
Gue nyengir, "Santai dong ngeliriknya pak Sersan, serem banget" dia menggumamkan sesuatu kayak semacam ... mantra
"Mbak Diva ada kenalan gak? Aku sama kak Putra bingung mau cari cincin di mana" tanya gue setelah puas melihat wajah kesal sang Sersan. Mbak Diva mengangguk
"Ada, yang jual temen Mbak. Biar Mbak tunjukkin jalannya" kata mbak Diva sambil tersenyum
Gue berjalan bersisian sama mbak Diva, sedangkan kak Putra? dia jalan di belakang sambil memasukkan tangannya di saku celana, sok ganteng ... tapi emang ganteng sih. Hm
"Silahkan di pilih, Mas, Mbak"
"Yang itu dong, Mbak, tolong ambilin, ya" pinta gue sambil menunjuk salah satu cincin dari balik etalase.
Mata gue berbinar. Modelnya simple, tapi gak tau kenapa gue suka aja
"Dek, yakin yang itu?" gue mengangguk mantap.
"Tapi itu terlalu simple. Ini kan buat pernikahan, cari yang lain aja deh"
"Tapi aku suka yang ini, Mbak"
"Ya udah"
"Dek, kenapa ngelamun? Mikirin apa?" Tegur mbak Diva saat perjalanan pulang dan mendapati gue sedang melamun
"Eh enggak, Mbak. Cuma mikirin kejadian kemaren aja, pas itu aku bener-bener takut"
"Hai, Ara" sapa seorang gadis dari belakang gue. Gue membalikkan badan dan melihat seorang perempuan cantik, ralat sangat cantik dengan rambut hitam tergerai.
Senyumnya sangat ramah, dan gue tebak dia berasal dari orang berada, terlihat dari tas bermerek yang dia gunakan.
°°°°
Alhamdulillah
Fyi: Bintang Anggara Saputra itu biasa dipanggil Bintang atau Angga, cuman kalo sama Ara dipanggil Putra.
Yash. Penasaran ga sih gimana ceritanya Ara bisa sama Putra?
Vote + komen! Aku maksa!
KAMU SEDANG MEMBACA
Prajurit Waktu [END]
Teen Fiction"Tapi kenapa? Kasih tau aku alasan yang bisa aku terima, aku tau kamu ga mau ini semua terjadi iya kan?" - - - - "Kita pisah sekarang?" "Semoga kamu jadi lebih baik. Ini perpisahan terindah." -Bintang Anggara "Aamiin, kamu juga semangat hijrahnya, K...