Gadis itu gelisah sedari tadi. Tangannya bergetar, napasnya memburu menandakan dia benar-benar gugup. Berulang kali ia menghela napas gusar, jarinya sibuk memainkan ujung kerudung yang ia kenakan. Berdiri lalu duduk, kemudian berdiri lagi begitu seterusnya.
Zahra Shakila Ramadhani. Kerap dipanggil Ara. Kini ia sedang berpikir keras, menyusun rangkaian kata yang akan diucapkan ketika bertemu dengan orang yang ia tunggu saat ini.
"Oyy ... duileh, rindu bener kayaknya, baru aja telponan udah ngajak ketemu bae. Mana ketemunya di halte lagi, ga elit banget nih pacar gue" seloroh seorang cowok berbadan tegap dari jauh.
"Dih, bocah mana sih ini?! Tengil banget!"
"Jangan disini lah pacarannya, di taman aja kuy" ajak Putra lalu di balas anggukan, mereka berjalan bersisian menuju taman.
"Why ayang beb minta ketemu?" Tanya Putra, masih dengan sikap tengilnya.
"Ishh. Geli bnget tau ga? Aku ga jadi ngomong ah" jawab Ara tambah kesal lalu memanyunkan bibirnya.
"Hahaha kocak banget, pacar siapa sih ini hmm?" Canda Putra kemudian mengacak lembut pashmina instan milik Ara
"Pacar Song Jong-Ki. Kenapa?!" Sewot Ara, sejurus kemudian ia memekik
"Kakak ... kenapa kerudungku di berantakin? Ini susah tauu rapiinnya" Ara semakin memanyunkan bibirnya.
"Ha ha ha, sini aku rapiin" Putra menjulurkan tangannya tapi langsung ditepis
"Gausah! aku bisa rapiin sendiri!"
"Ha ha ha. Itu bibirnya gausah di monyong-monyongin, mau aku cium?"
"Heh!! Lo mau dapet bogem mentah?! Mau yang sebelah kanan ato kiri?!" Jawab Ara sambil menunjukkan tangannya yang terkepal
"Weheheh peace. Galak bener pacar gue, jadi makin sayang"
"Tau ahh. Kesel gue!"
"Sama pacar sendiri kok pake 'gue' sih? Mau aku sumpelin cabe itu mulut biar ga kebiasaan?" Ancam Putra
"Ish. Kak Putra jahat huh. Masa mulut aku mau disumpelin cabe, nanti aku aduin ke komnas HAM biar mampus"
"Suruh siapa kasar? Lagian lebih jahat mana sama kamu?"
"Kok aku?"
"Kan kamu mau laporin aku ke komnas HAM, hayoo"
"Oh iya iya" jawab Ara cengo
"Tuh kan ... HA HA HA HA"
"LAH KOK? ISH KAK PUTRAA" kini Ara sudah mencak-mencak karna ulah Putra, sementara Putra sudah terkikik, ia bahkan sudah duduk di rerumputan saking puasnya mengerjai Ara.
"Kak, aku mau ngomong"
Wajah Ara berubah serius, gurat bahagianya memudar berganti dengan guratan sedih. Sedangkan Putra, kini sudah menatap Ara yang sedang menunduk, terpancar kebingungan di netra hitam milik Putra.
"Ngomong lah, mau ngomong aja susah. Emang dari tadi kamu ga ngomong?"
Balas Putra berusaha santai. Ara hanya diam, tak berniat membalas ucapan Putra."Aku mau kita--
Ara kembali menunduk. Kemudian tiba-tiba ia terisak. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan, tapi tertahan di kerongkongan. Cepat-cepat ia menghapus butiran bening di pipinya, agar tak diketahui oleh Putra.
"Aku mau kita udahan." bersusah payah gadis itu menyelesaikan ucapannya. Ini sungguh berat baginya. Putra kembali menatapnya dengan tatapan bingung.
"Ara ..." panggil Putra dengan panggilan lembut
"..."
"Ra ..."
"..." Ara masih diam, berusaha menahan tangisnya
"Dek ..." panggilan Putra kini menjadi sedikit lebih tegas. Ara mengangkat kepalanya, menatap tajam netra milik Putra berusaha nampak tegar, namun kemudian ia kembali menunduk.
"Kamu serius? Kita udah hampir setahun loh" tanya Putra, kini ucapannya kembali melembut. Ia pikir mood Ara sedang tidak baik, itu sebabnya Ara mengatakan hal ini.
"Aku serius kak. Justru karna udah setahun, aku gamau sampai terlanjur jauh"
"Tapi kenapa? Kasih tau aku alasan yang bisa aku terima, aku tau kamu ga mau ini semua terjadi iya kan?"
°°°°
Alhamdulillah
KAMU SEDANG MEMBACA
Prajurit Waktu [END]
Roman pour Adolescents"Tapi kenapa? Kasih tau aku alasan yang bisa aku terima, aku tau kamu ga mau ini semua terjadi iya kan?" - - - - "Kita pisah sekarang?" "Semoga kamu jadi lebih baik. Ini perpisahan terindah." -Bintang Anggara "Aamiin, kamu juga semangat hijrahnya, K...