💙 LDR (2) 💙

685 39 1
                                    

"Ara?"

Suara berat itu kembali merusak mood Ara.

"Ke-kevin?" kata Aira terbata.

Pria itu mengangguk lalu mengambil tempat di samping Ara, tak tau malu memang.

Kevin tersenyum ramah pada Aira dan Salma. Kemudian tatapannya beralih pada Ara, senyumannya berubah menjadi ... entahlah, makna senyuman itu rancu.

"Kevin, lo udah balik?" tanya Salma kaget

"Udah. Buktinya gue ada di sini,"

"Ka-kapan?" Aira yang masih dengan kegugupannya ikut bertanya

"Minggu lalu," jawabnya, "kenapa gugup gitu? Lo sakit, Ra?" tanya Kevin peduli.

Ditempatnya Aira sudah salah tingkah karna ditanyai seperti itu dengan --mantan gebetannya.

'Anjir jantung gue jedag-jedug,' batin Aira berteriak.

Akhirnya hanya sebuah anggukan yang diberikan oleh gadis itu sebagai jawaban.

Ara sudah gelisah di tempatnya, merasa tak nyaman dengan kehadiran Kevin. Gadis itu merasa bosan lalu tenggelam dalam lamunannya.

"Lo bedua lagi sibuk apa sekarang?" tanya Kevin yang masih mencoba berbaur dengan kedua teman Ara kendati mereka sudah pernah bertemu beberapa tahun lalu. Pria itu juga mengganti kata sapaannya.

"Gue sibuk di rumah sakit," jawab Salma sekenanya

Kevin bersorak heboh, "Lo udah jadi dokter, Sal?"

Salma mengangguk sebagai bentuk kesopanan, gadis itu juga jengkel dengan Kevin rupanya.

"Kalau Aira?"

"Alhamdulillah, udah jadi guru SMP," kata gadis yang sedang sibuk meredam gemuruh jantungnya.

"Ikut seneng deh," pungkas Kevin

"Ra, kok lo ga balas chat gue? padahal lo online," tanya Kevin setelah terdiam cukup lama

Ara yang terkejut hanya bisa menjawab seadanya.

"Sibuk."

"Ohh," katanya lalu tersenyum miring.

Jari pria itu bergerak berusaha menyentuh tangan Ara yang berada di atas meja.

Sementara Ara yang kembali melamun tidak menyadari tingkah Kevin. Gadis itu sibuk memikirkan keadaan Putra di sana.

Beruntung suara ponsel mencegah tangan Kevin untuk bergerak lebih dekat lagi.

Pria itu pamit, lalu buru-buru menjauh untuk menjawab panggilan. Tak lama ia kembali dan menampakkan raut kecewa bercampur sedih.

"Padahal gue masih mau ngobrol sama kalian, tapi gue ada panggilan mendadak," lirihnya penuh sesal

"Yaudah. Lo pergi aja," sahut Salma bersemangat, dalam hati ia bersorak senang.

Kevin mengangguk kemudian berlalu pergi. Setelah kepergian cowok bertubuh tinggi itu ....

((( Kepergian ))) Buset dah, Thor. Dikata meninggal apa yak.

Ya maap:)

Skip.

"AAAA!" pekik Aira tertahan, "sumpah itu Kepin? Buset tambah ganteng aja,"  katanya hiperbola sementara kedua temannya hanya merotasikan bola mata malas.

"Btw tu bocah kenapa bisa muncul lagi?" tanya Aira penasaran

"Kemaren gue ketemu di supermarket," jawab Ara.

Seperti sahabat perempuan pada umumnya, mereka meminta Ara bercerita lebih rinci dan disanggupi oleh gadis itu.

••••

"Mah, kak Putra emang sering tugas akhir tahun gini ya?" Tanya Ara

Saat ini Ara dan mamah Putra --Ratna-- tengah memasak bersama.

"Iya. Angga jarang di rumah kalo akhir tahun gini. Pasti dapat tugas pengamanan," jelas wanita setengah baya itu

Ara mengembuskan napas kasar mencoba mengerti tugas dan profesi Putra.

Februari menyambut, bagi yang merasa bahagia mungkin terasa cepat. Tapi, bagi Ara yang sedang berjuang melawan rindu dan rasa khawatir, waktu justru berjalan sangat lambat.

"Zahra, Angga baik-baik aja di sana. Kamu jangan khawatir, ya," kata Ratna memberi kabar

"Alhamdulillah." balasnya.

Dalam hati ia terus merapalkan doa berharap kebaikan untuk Putra. Namun, ada satu pertanyaan yang mengganggu benaknya.

'Kenapa kak Putra gak titip salam buat gue kayak biasanya?'

Gadis itu kemudian menarik sudut bibirnya ke atas, ia tersenyum nanar, 'Kak Putra 'kan gak ingat gue,' ucap batinnya mengingatkan.

Ia rindu, sangat, tetapi tak ada yang bisa gadis itu lakukan kecuali berdoa.

-

Pertengahan April yang menyedihkan bagi seorang gadis yang ditinggal calon suaminya pergi bertugas.

Seharusnya tepat di bulan ini pria itu kembali, tapi nyatanya Putra masih betah berada di Pulau Batu bara itu.

Saat ini Ara berencana menemui Ratna di salah satu caffe. Biar kayak anak muda katanya.

Ponsel Ratna berbunyi di tengah perbincangan ringan kedua wanita berbeda generasi itu.

"Angga nelpon, nih," kata Ratna tersenyum sumringah sementara Ara sudah mengangguk antusias.

Ratna dan Putra saling bertanya kabar, hingga pria itu memberanikan diri untuk menanyakan hal lain.

"Mamah lagi sama Zahra?"

"Kamu mau ngomong?" Putra mengangguk di seberang sana sebagai jawaban. Meskipun ia tau ibunya tak akan melihat gerakannya.

Dengan tangan bergetar Ara mulai berbicara, "Assalamualaikum, Kak,"

"Wa'alaikumsalam, apa kabar?"

"Alhamdulillah, sehat," jawab gadis itu

Setelahnya hanya hening yang melingkupi keduanya hingga Ara angkat bicara lebih dulu.

"Kak, masih lama ya?"

Putra mengehela napas, "Tunggu saja. Kamu tidak pernah mengeluh selama ini, saya akan melakukannya," kata pria itu menggantung

Ara menukikkan alisnya bingung, "Maksudnya?"

"Tunggu saya pulang, lalu kita menikah," pungkas Putra

Gadis itu menutup mulutnya terkejut, "Be-beneran?"

"Hmm,"

Di tempatnya, Ara sudah tak sanggup menahan degup jantung yang menggila pun dengan Ratna yang tersenyum senang.

"Sebenarnya, saya masih kecewa," kata pria itu dengan nada rendah

"Kecewa? Kenapa?"

"Sa--"

Putra baru saja akan menjawab ketika suara teriakan waspada dari salah satu teman membuatnya terkejut.

Sambungan telpon terputus membuat Ara mendadak gusar di tempatnya. Sebelum Putra menutup telponnya ia juga sempat mendengar suara teriakan.

"Astagfirullah. Lindungi kak Putra, ya Allah ...." lirihnya.

°°°°

Alhamdulillah

Prajurit Waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang