☀️ LDR ☀️

633 31 1
                                    

"Ara, aku harus pergi. Ada misi yang harus aku jalankan" kata Putra pelan

Napas Ara tercekat, air mukanya berubah drastis. Ratna --mama Putra-- yang peka terhadap situasi, memilih pergi dan membiarkan kedua insan itu menyelesaikan masalahnya sendiri.

"Ke-kenapa?" suara Ara terdengar bergetar, ia menunduk menghindari tatapan Putra

"Maaf. Anggota OPM itu kembali mencari masalah, aku harus pergi" jelas Putra

'Tapi sebentar lagi kita nikah! Lo gak bisa pergi gitu aja! Pernikahan ini gak mungkin ditunda!' semua kalimat itu hanya tertahan di kerongkongan.

Ara memilih diam, sementara Putra terus mengucapkan kata 'maaf' karena hanya itu yang bisa ia katakan untuk saat ini.

Setelah lama dalam keheningan, Ara mulai mengatur napasnya

"gak apa-apa, aku ngerti tugas Kakak dan aku paham tugasku .... Kakak dan kewajiban kakak dengan negara ini, aku dan kewajibanku dengan doa" kalimat tadi diakhiri dengan seulas senyum tulus.

Tak terlihat air mata yang menumpuk di pelupuk matanya. Putra tersenyum sebagai jawaban.

••••

Seorang gadis dengan gamis hijau dan kerudung dengan warna yang sama, tengah berdiri dengan sepasang suami istri yang tampak segar di umur yang sudah tidak muda lagi.

Mereka bertiga melebur dengan orang-orang lain yang berseragam hijau pupus dan para pria berseragam doreng ada juga yang membawa serta balita dan anak-anak mereka.

Selama beberapa saat gadis itu membayangkan dirinya memakai seragam yang sama dengan ibu-ibu lain, seragam kebanggan mereka dengan warna hijau pupus.

Dilihatnya seorang pria terbalut seragam doreng dan ransel besar yang bertengger di punggung kokoh tengah berjalan ke arahnya. Ralat, ke arah suami istri yang sedari tadi bersamanya.

"Angga pamit ya, Mah" katanya setelah mencium punggung tangan ibunya.

Sementara wanita yang ia panggil 'Mamah' hanya bisa tersenyum pilu sambil sesekali menghapus air mata yang jatuh membasahi pipinya.

"Berapa lama kamu pergi, Nak?" tanya Arsen --papa Putra-- sambil menepuk pundak putra kebanggaannya.

"In sya Allah enam bulan, Pah. Bulan September sudah pulang. Sebentar aja, kok" jawabnya nanar.

"Jaga dirimu, Mamah dan Papah selalu menunggu kepulanganmu" kata Arsen dan dibalas anggukkan.

Setelah itu Putra beralih pada gadis yang sedari tadi menunduk dan hanya sesekali mendongak dengan tatapan kosong.

"Ara" panggilnya lembut berusaha membuat gadis itu menegakkan kepala

Gadis yang dipanggil hanya menggeleng mengisyaratkan pria itu untuk segera pergi.

"Aku harus pamit denganmu" katanya masih dengan nada lembut. Pria itu berpikir gadis di depannya sedang menangis.

'Ya Allah hamba tidak sanggup melihatnya mengeluarkan air mata' begitu katanya dalam hati

Ara mengangkat kepala membuat pria di depannya terkejut

'Tak ada air mata, tak ada jeritan, tak ada permintaan untuk tetap tinggal. Gadis gue tegar, calon istri gue sangat tangguh.' pikirnya

"Selamat berjuang, Sersan. Jaga negara ini, seperti ibumu menjagamu dan lindungi ibu pertiwi karna di dalamnya ada wanita yang selalu mendukung tugasmu yaitu ibumu dan aku" kata Ara mantap disertai senyum tulus.

Prajurit Waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang