Detik Terakhir Menuju ....

983 33 1
                                    

"Kok benderanya setengah tiang sih? Emangnya ada yang gugur di operasi kali ini?"

Deru baling-baling helikopter semakin dekat, menciptakan gelombang angin yang cukup deras.

Gadis itu ketar-ketir menunggu kehadiran seseorang. Siapa yang gugur dalam operasi kali ini merupakan pertanyaan yang terus berkecamuk dalam pikirannya.

Tak ingin membuang waktu lebih lama satu persatu prajurit dipersilahkan menemui keluarga masing-masing.

Kepala gadis itu celingak-celinguk mencari keberadaan Putra dibarisan belakang. Matanya berbinar ketika mendapati Putra sedang berjalan dengan gagahnya.

Ransel besar puluhan kilo serta kacamata hitam membuatnya semakin berkharisma kendati banyak goresan dan sayatan kecil di wajah dan tangannya.

Pria berkulit coklat eksotis itu tersenyum lebar, jangan lupa baret hijau yang bertengger manis di kepalanya, jantung Ara berdebar lebih kencang dua kali lipat.

Bibirnya merapalkan kalimat pujian serta ucapan syukur atas kembalinya Putra dengan selamat.

"Assalamualaikum," katanya begitu sampai di hadapan tiga orang yang paling ia cintai.

"Wa'alaikumsalam, Angga ...." lirih Ratna dan dibalas pelukan hangat dari Putra.

Keluarga kecil itu saling melepas rindu setelah lima bulan berpisah, hingga tiba saatnya bagi Ara

"Kita harus bicara," kata Putra singkat lalu berjalan di depan, sementara Ara menatap nanar pria itu.

Keduanya berhenti setelah dirasa cukup jauh.

"Kangen," kata Putra cepat

"Hah?" Ara mengerjapkan matanya, "tadi Kakak ngomong apa?"

"Kangen," ulang Putra diakhiri seulas senyum

"Gak salah ngomong?" pertanyaan Ara barusan sangat merusak suasana

Putra mendecak kesal, "Emangnya gak boleh kangen sama tunangan sendiri?"

"Tu-tunangan?" Ara membeo

"Aku calon suami kamu, dan kamu calon istri aku," kata Putra memperjelas

Hmm. Geli ya Putra ngomong aku-kamu gitu :)

"Ka-kakak udah ingat?" Putra mengangguk antusias

Ara tak lagi bisa menahan air matanya, ia amat bahagia

"Kenapa nangis?"

"Ini tangis bahagia," kata Ara sambil menyeka air matanya.

"Waktu itu aku liat kamu sama laki-laki di supermarket sedang ... pelukan," ucap Putra yang membuat Ara tercekat

"Kak, aku ga sengaja ketemu sama dia, Kakak harus percaya," kata Ara berusaha menjelaskan.

"Dia masih ganggu kamu?" tanya Putra tak suka

Gadis itu hanya menggeleng sambil tersenyum.

••••

Ara menatap tak percaya pada pantulan dirinya di cermin, seragam persit tanpa lencana, dilengkapi dengan tas jinjing dan sepatu pantofel membuat penampilannya sangat berbeda.

Bersama dengan adik sepupu dan calon suaminya ia melengkapi berkas persyaratan nikah kantor.

Banyak yang harus dilengkapi sebagai syaratnya. Pemeriksaan kesehatan oleh dokter dan bidan, mendapatkan pembinaan mental, menghadap ketua persit, dan masih banyak lagi.

"Cape, nggak?" tanya Putra pada Ara saat dalam perjalanan pulang

"Cape," jawab gadis itu

"Mas, masa mbak Zahra aja yang ditanyain? Aku enggak?" tanya Mila --adik sepupu Ara.

"Kamu 'kan cuman nontonin," balas Putra sambil terkekeh

"Tau gitu aku ga ikut tadi," keluhnya

Sampai di rumah Ara langsung membersihkan badan lalu terlelap terbang ke alam mimpi, pengajuan nikah kantor sangat menguras tenaganya.

°°°°

Kalo ada salah mohon dikoreksi ya :)
Soalnya, Author bukan dari kalangan militer, cuman berbekal riset kecil-kecilan dari abang google.

Btw aku mau spoiler di bab selanjutnya, tapi bab ini harus dapat 15 vote dan 10 komen, okei:>

Alhamdulillah

Prajurit Waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang