💙 Pamit 💙

648 41 4
                                    

"Pah, izinkan Angga. Angga ingin melamar seorang gadis malam ini"

"Siapa, Nak?"

Kak Putra berdiri menghadap ke ayah dan ibu gue

"Pak, izinkan saya menyampaikan niat suci saya untuk melamar putri bapak. Zahra Shakila Ramadhani ...."

Ayah gue terkejut, begitu juga Ibu sementara komuk gue? gue gatau lagi gimana ekspresi gue saat itu

"Saya memang tidak bisa menjanjikan harta berlimpah untuk putri bapak, saya tidak bisa memastikan untuk selalu berada di sampingnya. Tapi saya berjanji, saya akan memastikan putri bapak tetap aman dan bebas dari ancaman, sekalipun nyawa saya jadi taruhannya."

Kak Putra mengembuskan napas pelan setelah mengucapkan kalimat tadi. Ayah gue terlihat berpikir

"Saya serahkan semuanya pada Shakila" kata ayah sambil menolehkan pandangannya ke arah gue

Gue bingung, sangat. Dan kak Putra tau itu. Dia kembali menarik napas, sepertinya dia ingin meyakinkan gue dengan kalimat-kalimatnya yang ... panjang itu.

"Zahra Shakila Ramadhani. Mau kah kamu mendampingi saya di sisa umurmu, menjadi persit saya, mengantarkan saya pergi bertugas, menyelipkan nama saya di setiap doamu di sepertiga malam, memohon keselamatan untuk saya di medan tugas dan menjemput kedatangan saya dengan seragam hijau pupusmu. Menjadi ma'mum dan madrasah pertama untuk anak-anak saya kelak?"

Yang dia ucapkan tadi adalah pertanyaan, tapi di telinga gue terdengar seperti pernyataan.

Gue masih diam dan menunduk, mencerna baik-baik apa yang barusan kak Putra ucapkan ke gue

Aduh jantung, jangan jedag-jedug dulu dong! Ga enak ini elah

"Bagaimana, nak Zahra? Apa bersedia menerima putra saya?" pertanyaan dari mamanya kak Putra membangunkan gue dari lamunan.

Gue mengucapkan bismillah dalam hati, berdoa semoga keputusan yang gue pilih ini tepat. Gue menganggukkan kepala

"Zahra bersedia. Zahra mau mendampingi Kakak di sisa umur Zahra, menjadi persit Kakak, mengantarkan Kakak pergi bertugas, menyelipkan nama Kakak di setiap doa yang Zahra panjatkan di sepertiga malam, memohon keselamatan untuk Kakak di medan tugas dan menjemput kedatangan Kakak dengan seragam hijau pupus. Menjadi ma'mum dan madrasah pertama untuk anak-anak Kakak kelak."

Setelah mengucapkan kalimat barusan, gue buru-buru menunduk. Pipi gue panas, perut gue terasa aneh, kayak ada kupu-kupu yang berterbangan di perut gue. Gue rasa gue sakit.

Aduh plis deh, mbak Ara itu ga sakit tapi mbak Ara malu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aduh plis deh, mbak Ara itu ga sakit tapi mbak Ara malu. Gimana sih ....
#Authorgreget

Dan begitulah ceritanya gimana gue bisa mempersiapkan semua pernikahan ini sama Sersan gue.

Duileh, mas sersannya udah diklaim sama mbak Ara ixixi ....

••••

"Halo Assalamualaikum, Mah, ada apa?"

"Walaikumsalam, Zahra bisa ke rumah, nggak?"

"Kapan, Mah? Sekarang?"

"Iya. Bisa kan?"

"Bisa, Mah. Zahra siap-siap dulu"

"Ya sudah. Hati-hati di jalan ya, Nak. Assalamualaikum"

"Iya, Mamah. Walaikumsalam"

Sambungan telpon terputus, terlihat seorang gadis berlari menuju kamarnya. Dia membuka lemari pakaian, menimbang-nimbang pakaian apa yang cocok untuk dipakai hari ini.

Tak butuh waktu lama, kini ia telah siap dengan pakaian casual tapi, tetap menutup auratnya dengan benar.

"Ibu, Shakila pergi dulu, ya. Dipanggil sama Mamah" pamit Ara saat sampai di dapur.

Gadis itu beranjaks setelah mendapat izin dari ibunya.

Setelah berbincang ringan, akhirnya Putra mengatakan hal yang mengganggu pikirannya dua hari ini.

"Ara, aku harus pergi. Ada misi yang harus aku jalankan" kata Putra pelan

Napas Ara tercekat, air mukanya berubah drastis.

°°°°

Alhamdulillah


Ara sama Putra ldr-an ixixi

Prajurit Waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang