Zahra
Setelah melalui hari yang melelahkan buat gue. Berdiri seharian menyambut para tamu cukup membuat kaki gue pegel luar biasa.
Gue lagi nunggu kak Putra yang mendapat panggilan dadakan di kesatuannya. Setelah sholat isya, gue bersiap untuk tidur, kak Putra nyuruh gue disuruh tidur duluan.
Gue udah nyoba buat tidur, tapi nyatanya gak bisa. Gue kembali merenung. Ini semua terlalu indah, gak nyangka rasanya.
Gimana kalo ternyata ini cuman mimpi? dan saat gue terbangun nanti, gue masih nunggu kak Putra yang belum juga pulang dari Kalimantan.
Gimana kalo semua ini cuman halu?
Gimana kalo ternyata, kak Putra masih bersikap dingin sama gue?
Apa gue sanggup?
-
Gue terbangun jam tiga dini hari. Gue ketiduran semalam dan ... ya, itu tadi cuman mimpi.
Gue sendirian di kamar. Gue tersenyum nanar, mimpi semalam terasa menyenangkan. Gue berada di bawah payungan sangkur sama kak Putra.
Tapi, ....
Itu semua gak nyata. Gue mulai merutuki diri sendiri, merasa bodoh dan berdosa.Gimana bisa lo mimpi nikah sama dia, Ra?!
Bahkan dia aja lupa sama lo!
Harusnya lo itu sadar diri, dong!
Saat kak Putra mengucap qabul lo malah nangis?! Padahal itu semua cuman halu, Ra!
Gue merasa bodoh, gak seharusnya gue bisa mimpi kayak gitu. Gue bahkan gak bisa bedain antara dunia nyata sama dunia mimpi. Gue mulai terisak di kamar, sesak banget rasanya.
'Ampuni hamba, ya Allah,' lirih gue dalam hati. Gue merasa berdosa banget karena udah berani berkhayal terlalu jauh.
Saat lagi asik nangis, gue merasakan langkah kaki seseorang di depan kamar. Mungkin itu ibu yang mau bangunin gue untuk sholat malam.
Pintu kamar terbuka, gue mengangkat kepala, "Iya, Bu. Shakila udah ba--" ucapan gue terpotong kala melihat seseorang dengan tubuh tegap di depan kamar.
"Kak Putra?!" gue buru-buru memakai jilbab instan
"Kakak ngapain di sini?!" kak Putra justru terkekeh, langkahnya makin dekat
"Kak! Ngapain sih?!"
Kak Putra justru ketawa kencang seraya memperlihatkan punggung tangannya tanpa berbicara.
"Apaan sih, Kak!"
"Liat cincinnya," kata kak Putra yang berusaha ngomong meski masih dalam mode tertawa.
Gue bingung, cincin apa maksudnya? Ya emang sih kak Putra pake cincin, tapi apa hubungannya sama gue?
Kak Putra masih tertawa kencang, "Masih gak ngerti juga?" kak Putra narik tangan gue lembut
Tawanya mulai mereda, sekarang ia lagi dalam mode serius. Ia menunjuk jari manis gue, "Ini cincin apa, hm?"
"Aku gak ngerasa punya cin-- Astagfirullah, Kak!" gue memekik tertahan, "bukan mahram!" buru-buru gue menarik tangan dari genggamannya.
Kak Putra justru mengambilnya lagi, bukan cuman tangan tapi badan gue juga dia tarik ke dalam dekapannya.
"Gak ingat, ya? Kemaren kita jadi raja dan ratu," katanya lembut sambil mengusap punggung gue.
Gue kembali terisak, kali ini lebih nyaring dari sebelumnya.
"Kok nangis?" kak Putra mundur lalu menatap gue
"Aku kira yang kemaren cuman mimpi," kata gue yang membuat dia terkekeh lalu kembali memeluk gue
"Ini nyata. Semua yang kamu lihat dan rasakan, semua nyata"
Gue mengangguk lalu membalas dekapannya. Setelah itu dia mengecup kening gue lama, lalu dengan gerakan kilat kak Putra mencium gue tepat di bibir.
Gue speechless!
'FIRST KISS GUE!'
Spontan gue membulatkan mata, menyentuh bibir sendiri dalam keadaan ternganga.
"Terima kasih sudah menjaganya, aku bahagia." dengan senyuman dia mengusap pipi kanan gue.
Gue ikut tersenyum lalu mengangguk.
°°°°Nah, sudah epilog, baper ga? Baper dong! Author maksa nih!
Maaf, ya kalo endingnya ga sesuai sama ekspektasi kalian:(
Author buka tanya jawab seputar cerita ini, siapa tau ada yang penasaran dapat ide atau dapat motivasi dari mana buat nulis ini wkwk
Btw, kalian dapat amanat apa dari cerita ini? Jawab di komen, ya:>
Yang jawab author doain masuk surga:vAlhamdulillah
KAMU SEDANG MEMBACA
Prajurit Waktu [END]
Teen Fiction"Tapi kenapa? Kasih tau aku alasan yang bisa aku terima, aku tau kamu ga mau ini semua terjadi iya kan?" - - - - "Kita pisah sekarang?" "Semoga kamu jadi lebih baik. Ini perpisahan terindah." -Bintang Anggara "Aamiin, kamu juga semangat hijrahnya, K...