☀️ maaf ☀️

610 35 1
                                    

"Brengsek!" Rian mengumpat kasar sembari melayangkan bogem mentah tepat di rahang Putra.

"Lo apa-apaan sih, Yan?!"

"Lo yang apa?!" Rian kembali mengambil ancang-ancang untuk memukul Putra yang kedua kalinya, beruntung Putra berhasil menghindar.

Sekarang Putra lah yang berhasil memukul Rian. Cowok itu oleng sebentar.

"Kenapa kamu mengucapkan hal yang tidak pantas kepada perempuan?" tanya Rian dengan napas terengah-engah, Putra diam.

"Jawab, Sertu Bintang Anggara Saputra!" kata Rian sekali lagi

"Siap, salah!"

"Jika tau salah, harus ngapain?"

"Siap, minta maaf!"

"Minta maaf dengan tulus!"

"Siap!"

Setelah mendengar kata 'siap' Rian mengembuskan napasnya kasar, rahangnya sudah mulai mengendur. Cowok itu berjalan menuju Putra

"Maaf," Rian mengangkat tangan mengajak Putra bersalaman. Putra mengangguk

"Ijin bertanya, Kapten" kata Putra meminta izin

"Tanya apa, Bang?"

Mendengar jawaban Rian yang santai membuatnya ikut mengembuskan napas, "Lo suka sama Zahra?"

'Pertanyaan macam apa itu?' batin Rian bergulat.

Pria itu mencoba mengalihkan topik, "Bang, bukannya lo udah ditunggu orang rumah? Sana pulang," Rian mengetuk-ngetuk jam tangannya. Entah untuk apa

Putra menepuk dahinya, "Oh iya gue lupa. Gue duluan, Yan" pamitnya. Rian mengangguk.

Tapi, baru tiga langkah Putra berbalik, "Lo pikir gue bakal terkecoh sama pengalihan lo?" Rian hanya bisa memasang cengiran lebar, gagal mengalihkan pembicaraan dengan abang dunia militernya itu.

"Jadi, lo suka sama Zahra?" ulangnya

"Iya" jawab Rian singkat

Mengapa rasanya Putra kesal, ya?

"Kenapa? Maksud gue, kenapa lo bisa suka sama Zahra? apa yang menjadi alasan lo?"

"Dia cantik, pintar, sabar, lembut, dan terpenting dia mau belajar dan mau dibimbing" kata Rian jelas

Menyebalkan ketika mendengar ada orang lain yang memuji gadis itu di depannya. Tapi, kenapa juga Putra harus peduli?

"Ohh" pada akhirnya hanya itu yang berhasil keluar dari mulut Putra

"Kalo gue jadi suaminya, gue kurung dia di kamar. Gak bakal gue izinkan keluar, biar gak diliatin bapak-bapak komplek sebelah. Gue bahagiakan dia dan gak bakal gue biarkan sedih" ucap Rian menggebu-gebu

"Dia cewek baik, Bang," pria itu menepuk pundak Putra, "jangan pernah lo sakitin Ara, apa lagi berani menyia-nyiakan dia. Karna kalo sampai itu terjadi, lo bakalan nyesel." ucapnya tegas

"Mudah baginya buat nyari pendamping, dia punya segudang daya tarik. Ketika dia lelah, bisa aja dia berpaling pada yang lebih menghargai." Rian menutup pidatonya dengan kalimat bijak yang menohok.

••••

"Zahra, makan yang banyak, ya."

Ara tersenyum, bersyukur karena diberikan calon mertua sebaik Ratna dan seramah Arsen.

"Iya, Mah"

"Kalo perlu abisin aja makanannya. Si Angga kan gak boleh banyak makan, harus jaga badan," kata Arsen lalu tertawa

Gadis manis itu turut tertawa, "Siap om!" kata Ara yang masih tertawa. Tawa yang-- terlihat tidak dipaksakan, tapi juga tidak seperti biasanya.

"Cantik." gumam Putra tanpa sadar. Pria itu menggeleng, lalu kembali melanjutkan makannya.

-

"Zahra, Mamah tinggal, ya"

"Iya, Mah. Ini udah mau selesai kok"

Ratna melirik ke arah Putra yang baru memasuki area dapur, "Hati-hati ya, Nak"

"Hati-hati kenapa, Mah?" gadis itu masih belum menyadari keberadaan Putra di belakangnya.

"Ya pokoknya hati-hati aja. Kalo ada yang jahatin teriak aja." Ara tersenyum menanggapi ucapan Ratna.

"Astagfirullah," kata gadis itu ketika berbalik dan mendapati Putra berada di belakangnya.

"Saya mau cuci tangan"

"I-iya, maaf" gadis itu segera menyingkir dari sana lalu berlari menuju ruang tengah

"Manis" gumam Putra lagi. TANPA SADAR

Sekarang netranya menyorot tajam pada Ara yang sedang bermain bersama kucing peliharaan ibunya.

"Kakak ngapain berdiri di situ?" katanya tanpa mengalihkan perhatiannya dari si kucing.

"Mau ikutan main?"

Merasa tak ada jawaban, gadis itu menggeser tubuhnya, memberikan Putra ruang untuk duduk.

Putra tak bergerak, masih setia dengan posisi berdiri, "Maaf," ucapnya spontan

"Maaf untuk apa?"

"Memangnya saya punya banyak salah sama kamu?" Ara diam menunduk.

"Maaf karna telah membentakmu, maaf karna sudah berteriak padamu, dan maaf ... karna sudah mengatakan hal yang tidak pantas"

"Iya." hanya itu yang diucapkan Ara sebagai balasan

Harusnya pria itu lega, tapi ... jawaban Ara barusan kembali membuatnya bingung, apa ia masih mempunyai kesalahan?

"Mana cincinnya?" Putra menjulurkan tangannya

"Cincin?" tanya Ara cengo, "oh iya. Ini, Kak," tangannya terulur pada orang di depannya

Pria itu menatapnya sebentar, "Kamu tidak mau memakaikannya?" tanya pria itu yang lagi-lagi spontan. Ara gelagapan dibuatnya.

Lantas ia tertawa, "Tidak jadi, nanti saja setelah terucap kata 'sah' dari para saksi." pipi Ara bersemu saat pria itu tertawa, hatinya menghangat. Batinnya terus mengucap syukur.

Sementara Putra? Pria itu sadar ada yang aneh. Tidak seharusnya ia tertawa di depan orang asing bukan? Tapi ... menyenangkan menggoda gadis itu, bagaimana bisa Putra menahan tawanya lebih lama?

"Bantu saya jatuh cinta padamu, ya," kata pria itu hangat sembari mengusap kepala Ara yang tertutup kerudung.

°°°°

Alhamdulillah

Ya ampun, setelah sekian lama ga up:D

Kalian kangen ga sama Putra? Sama Ara? Atau sama kapten Rian?

Ah aku tau ... kalian pasti kangen sama authornya, iya kaaannnn :v

Gimana sama bab kali ini?
Uwu ga? Uwu dong wkwk

Maapin ya kalo ga ngefeel:)

Prajurit Waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang