-Arvelo'21

3K 323 140
                                    

🍭🍭🍭

Puas bergelut dengan kertas ulangan selama dua minggu membuatku pada akhirnya bisa bernafas dengan lega. Entah hasilnya akan bagus atau tidak, aku benar-benar tak perduli. Kata Bunda, yang terpenting adalah usahaku untuk belajar, karena hasil pasti akan menyesuaikan diri dengan usaha yang telah dilakukan.

Untuk merayakan berakhirnya ulangan semester ganjil, Randi si cowok loyal mengajak sahabat-sahabatnya---termasuk aku---untuk hang out.

Itulah sebabnya kenapa kami berada di mall sekarang. Berjalan beriringan dengan si kembar yang mengapitku kanan kiri.

"Eza mana, sih? Lama amat. Mau main timezone nih gue." Emilly Marissa yang bahunya berada dalam rangkulan Randi  terus menggerutu sejak beberapa menit lalu akibat keterlambatan Eza.

Kata Kak Vela, Eza sedang menjemput adiknya dulu dari gereja.

"Gak usah dorong-dorong, anying!"

Seringnya mendengar umpatan dari mulut Asep kadang membuatku heran bagaimana bisa cowok absurd itu adalah anak dari seorang kiyai.

Saat hendak memasuki area timezone, Eza datang dengan seorang gadis yang kuyakini adalah adiknya. Cowok itu menampilkan cengiran innoncent saat Milly mengomelinya.

"Hallo, Elle! Makin cakep aja. Ikut ke sini kangen sama Bang Gilang, ya?" Gilang menyapa dengan senyuman menggoda yang sialnya malah mendapat toyoran dari Eza.

"Elle ikut gak papa, ya? Di rumah gak ada siapa-siapa soalnya."

"Santai aja kali, Za," balas Randi.

"Kenalan dulu, Shen. Bingung amat muka lo," kekeh Eza.

Aku mencabikan bibir, namun tak urung menyambut uluran tangan gadis yang ternyata bernama Ellena Wiraguna. Gadis ini cantik dengan senyuman manis yang dimilikinya. Tidak heran, sih, wajah abangnya saja sangat tidak bisa dikatakan jelek.

"Kak Shena cantik, deh."

"Kalau muji suka gak sadar muka sendiri, ya?"

Dia tertawa, lalu beralih menyapa Kak Vela dan Arvelo.

Wajah lugu seperti Ellena itu sangat mudah ditebak. Apalagi oleh orang sepertiku yang mudah peka pada keadaan sekitar.

Aku tahu, kalau ada sesuatu yang tidak beres saat Ellena menatap wajah Arvelo. Pipi bersemu dan mata berbinar membuatku yakin bahwa Ellena mengagumi cowok di sampingku. Atau mungkin lebih dari itu.

"Kelas berapa?" tanyaku.

"Kelas sepuluh, Kak. Aku sekolah di Rajawali. Kayaknya aku pernah liat muka Kakak deh di mading sekolahku."

"Gue pernah sekolah di Rajawali," jelasku.

"Oh, pantesan."

Perbincangan kami berakhir karena Milly merengek ingin segera main timezone. Kak Vela yang tak tega, menyeretnya masuk duluan diikuti Gilang, Asep, dan Leo di belakangnya.

Eza juga ikut masuk dengan kedua tangan merangkul bahu Kak Rhea dan Ellena.

Aku sudah akan mengikut mereka jika saja Arvelo tidak menahan lenganku.

Terkadang aku bingung kenapa cowok itu hobby sekali menahan-nahan lenganku seperti ini.

"Kenapa?"

"Tali sepatunya dibenerin dulu." Arvelo jongkok di depanku, lalu melakukan ritual yang sepertinya tidak pernah absen setiap kali aku tengah bersamanya.

Setelah memastikan tali sepatuku terikat dengan benar, Arvelo kembali berdiri dengan helaan nafas pelan yang masih bisa kudengar.

"Makasih."

ARVELO (Want You With Me)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang