"Sep, gue mau pantun, nih. Dengerin, ya?"
Asep yang diajak bicara oleh Gilang mengangguk-anggukkan kepalanya. Ukulele yang sejak tadi ia mainkan ditaruhnya ke atas meja.
"Makan bubur pake sumpit." Gilang memulai pantunnya.
"Lah? Sejak kapan makan bubur pake sumpit?" komentar Asep.
Kami yang menonton hanya bisa menahan tawa melihat tingkah absurd keduanya.
"Kan gue lagi pantun, bazeng!"
"Oh, gitu. Ya udah, ulang-ulang. Entar gue nyaut cakep gitu, ya?" Gilang mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Asep.
"Makan bubur pake sumpit." Ia mengulang pantunnya dari awal.
"Cakep!" Asep menyahut tanpa berpikir.
"Ya, gak bisalah, anying! Mana ada makan bubur pake sumpit." detik itu juga, seluruh penghuni kantin menjadi saksi bagaimana sepatu Asep melayang memburu Gilang yang kini sudah terbirit keluar dari kantin.
Sebagian ada yang menatap aneh, juga ada yang tertawa. Apalagi saat Asep mengejar Gilang dengan sepatu yang hanya ia kenakan sebelah. Tawaku benar-benar pecah dibuatnya.
Bahkan, Arvelo yang terkenal jarang sekali tertawa pun ikut tertawa untuk kali ini. Walaupun, terkesan receh namun, entah kenapa kalau yang melakukan tingkah absurd itu Asep dan Gilang, pasti akan mengundang tawa banyak orang.
"Udah mau lulus SMA kelakuan masih kayak bocah SD. Masa depannya gimana ya, tuh anak dua?" Leo berujar dramatis. Sialnya mengundang toyoran telunjuk Kak Rhea pada keningnya.
"Sok iya banget lo!"
Dari pada menonton perdebatan Kak Rhea dan Leo, aku lebih tertarik memperhatikan wajah lesu Eza yang baru saja tiba di kantin. Sepertinya cowok itu juga baru sampai di sekolah. Telah usai menyelesaikan ujian membuat kelas dua belas bebas mau hadir ke sekolah atau tidak. Sahabat-sahabatku ini memilih menghabiskan waktu di sekolah walau hanya nangkring di kantin atau di taman. Mereka ingin menciptakan moment seru sebanyak-banyaknya sebelum benar-benar angkat kaki dari SMA Garuda.
"Muka lo kenapa lesu amat, Za?" tanyaku.
Perasaan nada suaraku tidak tinggi namun, kulihat Eza sempat berekspresi seolah terkejut. Apa ia sedang melamun?
"Kemana aja lo selama dua hari ini gak bisa gue hubungin?" Arvelo ikut bertanya.
Eza memandang kami was-was. Sepertinya ada yang ia sembunyikan, entah apa itu. Yang pasti, dari mata Eza, ia seperti tengah memikul beban berat. Wajahnya benar-benar putus asa.
"Za, lo kenapa?" Kak Rhea berusaha meraih tangannya namun, dengan cepat ditepis oleh cowok itu.
Seolah mengerti situasi, Arvelo mengintruksikan kami untuk diam. Sedangkan ia mulai pasang badan untuk mengorek apa yang terjadi pada Eza.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARVELO (Want You With Me)✔
Teen Fiction(DIHARUSKAN FOLLOW SEBELUM BACA!) =Proklisi Series= ARVELO 'There are so many people you want to be with me' 🍭🍭🍭 Sejak kepindahanku yang terjadi atas permintaan Bunda, duniaku seolah berubah. Semesta mempertemukanku dengan orang-orang baru yang m...