🍭🍭🍭
Aktifitasku di sekolah masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Yang berbeda hanya ada pada suasana di mana tak ada lagi ocehan sahabat-sahabatku tentang aku dan Arvelo.
Sudah hampir satu bulan berlalu, aku masih belum terbiasa. Rasanya masih aneh. Seperti ada yang kosong.
"Shen, kayaknya Fathur beneran suka deh, sama lo." penuturan Kak Rhea yang tiba-tiba membuat dahiku mengerut bingung.
"Apaan, sih? Tiba-tiba bahas Kak Fathur," balasku.
"Lo tuh lemotnya natural banget, ya. Heran gue. Jelas-jelas kelakuan Fathur ke elo tuh beda."
Aku menggeleng kecil. Entah bagaimana cewek itu bisa menyimpulkan hal semacam itu. Aku sendiri merasa tidak ada yang aneh kecuali, akhir-akhir ini aku dan Kak Fathur lebih sering mengobrol. Tapi, kurasa tidak ada yang aneh dari itu. Kak Rhea saja yang terlalu cepat menyimpulkan.
"Kalau pun iya, gak papa kali, Shen. Fathur orangnya baik kok. Buktinya, si Vela aja pernah suka sama dia. Iya gak, La?" cewek berjaket pink yang ditanyai Kak Rhea membalas dengan deheman. Matanya tak lepas dari layar ponsel. Kuyakini ia sedang bermain game. Terbukti dari posisi miring ponselnya, serta Randi dan Leo yang melakukan hal sama di sampingnya.
"Kalau Fathur-nya emang suka sama lo, ya terima ajalah, Shen. Dari pada lo berharap sama hati yang gak jelas buat siapanya, mending sama si Fathur yang jelas-jelas," ujar Kak Vela sembari meminum susu cokelat miliknya di atas meja.
"Gak! Gak! Gak suka gue sama si Fathur. Kek gak ada cowok lain aja."
"Yeeuu, masih sensi aja lo ama si Fathur." Kak Rhea mencibiri komentar Gilang.
Malas mendengar ocehan ngelantur mereka, aku lebih tertarik memperhatikan Arvelo yang setahuku tadi sedang vidio call dengan pacarnya. Ponselnya masih berada di atas meja, menyandar pada kotak tissue dengan layar menghadap ke arahnya.
Yang aku herankan, kalau dia masih vidio call dengan Elle, kenapa hanya diam saja? Wajahnya bahkan datar tanpa ekspresi.
Kalau aku yang sedang vidio call dengannya, mungkin sudah kuakhiri sambungan telponnya dari pada harus menatap wajah datar cowok itu.
Entah untuk alasan apa, walaupun masih terlihat tampan, wajah datar Arvelo menurutku mengerikan.
Segera kualihkan pandanganku pada Gilang yang sedang berebut gorengan dengan Asep.
Sial! Aku kepergok.
"Gue balik ke kelas duluan. Lo pada buruan nyusul, bentar lagi salat dzuhur. Jangan lupa juga, tar pulang sekolah langsung ke besacamp dulu, kita rapat Proklisi inti." setelah memberi beberapa peringatan pada kelima sahabatnya, Arvelo beranjak keluar dari kantin.
Kupandangi punggung lebar cowok itu yang kian menjauh.
"Jangan gitu banget Shen, lihatinnya. Tar makin suka." aku berdecak. Tidak lupa balas menyikut lengan Kak Vela yang menyikut lenganku barusan.
"Jodoh gak bakal kemana, Shen. Lo tenang aja," ucap Eza diiringi senyuman. Kali ini benar-benar senyuman tulus, bukan tengil seperti biasanya.
"Bener tuh. Kali aja jodoh lo, gue, Shen." celetukan Leo kubalas dengan silangan bibir. Sementara cowok itu terbahak sambil memukul-mukul paha Randi yang masih anteng dengan game-nya.
"Cewek banget lo, anjir. Abs doang mantep, ketawa sambil mukul-mukul orang. Jijay!" cibiran Randi kontan membuatku tergelak. Apalagi melihat raut tak terima Leo yang amat enak dipandang, menurutku. Konyol sekali.
"Salat woy, salat! Si Velo bentar lagi bikin gempar grup kalau kita belom balik ke kelas juga. Lo pada mah enak, dengerin omelan si Velo doang. Lah, gue? Bisa mogok transferan uang bulanan dari Abi. Kalian gak tau kan, kalau----"
KAMU SEDANG MEMBACA
ARVELO (Want You With Me)✔
Teen Fiction(DIHARUSKAN FOLLOW SEBELUM BACA!) =Proklisi Series= ARVELO 'There are so many people you want to be with me' 🍭🍭🍭 Sejak kepindahanku yang terjadi atas permintaan Bunda, duniaku seolah berubah. Semesta mempertemukanku dengan orang-orang baru yang m...