-Arvelo'44

2.7K 305 87
                                    

Satu bulan rasanya terlewati begitu cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu bulan rasanya terlewati begitu cepat. Detik berganti menit, jam berganti hari, dan hari berganti bulan. Saat-saat yang paling tak kutunggu akhirnya tiba. Saat-saat dimana aku harus dipaksa menerima. Menerima sebuah perpisahan yang akan menciptakan rindu nantinya.

Satu bulan kemarin aku tidak pernah bisa jauh dari Arvelo. Banyak hal yang kulewati bersamanya. Dia juga memintaku ikut andil dalam penggelaran bazar amal anak Proklisi.
Arena bermain skateboard mereka sulap jadi bazar amal. Dimulai dari menjual takjil, nasi kotak, dan lainnya. Disebut bazar amal karena mereka melakukan pembayaran seikhlasnya. Dalam artian, mereka tidak menentukan harga jual namun, membiarkan pembeli membayar seikhlas mereka saja. Mereka berjualan bukan semata-mata untuk mendapat penghasilan melainkan untuk bersedekah juga.

Bukannya rugi, mereka malah dapat keuntungan yang lumayan besar. Modal yang mereka pakai kembali masuk kas Proklisi sedangkan keuntungannya disedekahkan pada orang-orang yang membutuhkan. Ah, mulia sekali bukan?

Kata Arvelo, mereka memang sudah terbiasa menggelar acara seperti itu setiap ramadhan. Bazar amalnya juga tersebar di beberapa tempat.

Geng Proklisi sukses menarik perhatian masyarakat. Tentunya mereka memberi tanggapan positif. Terlebih, atas aksi anggota Andrikí Próklisi yang membantu mengemasi masjid sebelum dan seusai salat idul fitri.

Proklisi membuktikan bahwa tidak semua geng remaja masa kini itu diisi dengan hal-hal berbau negatif.

Terlepas dari itu semua, aku harus kembali dihempas oleh realita yang terjadi di depan mata saat ini.

Dia---Razriel Arvelo Gadriana---laki-laki yang telah mengisi hati serta hariku satu tahun terakhir, kini sudah siap dengan kepergiannya.

Aku bersembunyi di belakang Gilang, tak sanggup melihat sosok bertubuh atletis yang berdiri tiga meter di depan sana. Dadaku rasanya sesak namun, aku bersusah payah untuk tak mengeluarkan air mata. Sebelumnya aku sudah berjanji pada Arvelo untuk tak menangis di hari kepergiannya.

"Shen," panggil Gilang.

Aku mengeratkan cengkraman pada hoodie bagian pinggang Gilang saat suara bariton Arvelo menanyakan keberadaanku.

Wajahku menempel pada punggung Gilang. Menggigit bibir kuat agar tak kelepasan menangis. Namun, kenapa rasanya susah sekali?

Dalam satu tarikan nafas, tangisku pecah. Aku tak perduli kalau Gilang akan marah karena aku membasahi hoodie-nya.

Sebuah tarikan lembut membuatku terlepas dari Gilang. Kepalaku mendongak, menatap wajah tampan Arvelo yang entah sejak kapan sudah berdiri di sampingku.

Ia tersenyum yang sontak membuat tangisku kian pecah. Biar saja aku melanggar janjiku padanya. Perasaanku benar-benar tak keruan sekarang.

Arvelo melilitkan kedua lengannya di pinggangku. Kubalas dengan pelukan pada lehernya. Ia sedikit menunduk seolah memudahkanku untuk semakin kuat memeluknya. Walaupun begitu, kedua kakiku masih dipaksa berjinjit. Terlebih saat ini aku hanya memakai sendal jepit rumahan yang tidak ber-hak sama sekali.

ARVELO (Want You With Me)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang