-Arvelo'25

2.9K 287 138
                                    

🍭🍭🍭

Kata Bunda, sesuatu yang sudah ditakdirkan menjadi hak kita, pasti akan menjadi milik kita. Dan sesuatu yang sudah ditetapkan menjadi milik kita, tentu tak akan tertukar dengan milik orang lain.

Jadi, kalau memang Arvelo ditakdirkan untukku, suatu saat nanti pasti ia tetap kan jadi milikku. Kalau pun tidak, Tuhan pasti menggantinya dengan siapa yang sudah ditetapkan untukku.

Ikhlas bukan berarti melepas rasa yang kupunya begitu saja. Tidak ada yang salah dari menyimpan tanpa mengusik, bukan?

Aku tahu ini gila. Tapi, kenyataannya memang aku tak bisa mengenyahkan rasaku begitu saja.

"Shen!"

Aku terhenyak tat kala mendapati Arvelo duduk di sampingku. "Eh, hey?"

Arvelo tersenyum tipis. Senyuman yang selalu sukses membuatku bingung. Menurutku, senyuman tipisnya itu misterius. Penuh makna yang tak sampai untuk kutangkap maksudnya.

"Maaf," katanya pelan.

Tanpa harus bertanya, aku sudah tahu apa maksud dari kata yang diucapkannya. "Maaf juga."

"Untuk?"

"Kelancangan gue yang jatuh hati sama lo." senyumku terukir tipis. "Lo gak perlu merasa terusik sama perasaan gue, Vel. Waktu itu 'kan gue udah pernah bilang. Hati gue, biar jadi urusan gue. Silahkan jalani apapun yang menurut lo baik untuk diri lo sendiri. Gue gak mau mengekang rasa, apalagi memaksa. Rasanya emang sulit, tapi gue bisa apa?"

Arvelo menatap lekat kedua bola mataku yang kuyakini sekarang sudah memerah. Bahkan penglihatanku mulai kabur, rasanya panas. Aku ingin menangis, namun tak ingin membuat cowok di depanku ini semakin merasa bersalah.

Dasar Shena cengeng!

"Lo bakal lupain perasaan lo ke gue?" tanyanya.

Aku menunduk. Memutus kontak mata lebih dulu. "Mungkin. Tapi prosesnya pasti bakal panjang. Gue harus mengikhlaskan lo dulu sebelum gue lupain perasaan gue buat lo."

Ia mengusap puncak rambutku. "Gue yakin lo bisa nemuin orang yang lebih baik dari gue, Shen. Kalau takdir gue emang sama lo, gue gak akan bisa lari kemana pun. Ending-nya gue pasti tetap balik sama lo."

Arvelo itu memang paling bisa menjungkir balikan perasaanku. Sikap sederhananya seperti ini yang telah sukses membuatku salah faham.

"Vel, gue boleh peluk lo?" Persetan dengan apapun. Aku menginginkan hal ini. Setidaknya, untuk yang terakhir kali. Setelahnya, aku berjanji tak akan bersikap setidak tahu diri ini.

Arvelo tak memberikan respon apapun. Hal itu membuatku sadar, bahwa---

"Boleh."

Semuanya terjadi begitu saja.

Arvelo memeluk pinggangku yang spontan kubalas dengan lilitan kedua lengan di lehernya. Dengan tidak tahu malu, tangisku tumpah begitu saja. Membasahi kaos polo hitam yang dikenakannya.

Di malam pergantian tahun, di bawah pancaran sinar rembulan, dan ditemani terpaan angin malam, aku merasakan bagaimana nafas Arvelo berhembus menyapu bagian leherku.

Kucengkram kaosnya saat kurasakan ia semakin menenggelamkan wajahnya di leherku.

Hey! Perasaan tadi aku yang ingin memeluknya, kenapa jadi ia yang lebih erat memelukku?

Setelah beberapa menit berada dalam posisi seperti ini, aku menarik diri darinya. Sebelum ada yang melihat kami dan berakhir dengan kesalahfahaman.

Cowok itu ikut melepaskan lingkaran tangannya dari pinggangku dengan wajah ..., terpaksa?

Hell! Mungkin aku yang halu!

ARVELO (Want You With Me)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang