Sejak kejadian di bandara pagi tadi, senyumku seolah tak pernah luntur. Setiap mengingat pergantian statusku sekarang, rasanya seperti ada yang menggelitik. Asing namun, ini membahagiakan.
Setelah membuat teh manis hangat, aku berjalan menuju balkon sambil mengangkat panggilan yang masuk di ponselku. Senyumku kian melebar membaca nama si pemanggil.
Suara salam dari sebrang telpon kubalas lirih. Baru beberapa jam tapi aku sudah rindu dengannya.
"Kamu udah di mana?" tanyaku.
"Udah di mansion-nya Oppa Albert."
"Kamu gak istirahat? Capek banget 'kan, pasti?"
"Denger suara kamu capek aku ilang." aku tersedak minumanku sendiri. Mataku membelalak kaget. Baru tahu kalau Arvelo bisa menggombal.
"Mau ngegembel di pinggir jalan, Bang," kataku seraya terkekeh.
Di sebrang telpon, ia ikut terkekeh. Aku benar-benar sedang membayangkan wajah tampannya yang amat kurindukan.
"Lusa udah mulai sekolah 'kan? Anak-anak Proklisi yang bakal jagain kamu. Minta bantuan sama mereka kalau lagi kesusahan, jangan sungkan," pesannya.
Aku berdehem meng-iyakan.
Mungkin ini akan sulit. Menjalani sebuah hubungan jarak jauh tidaklah semudah kelihatannya, aku tahu itu. Namun, tekadku sudah bulat. Apapun yang terjadi nanti, selagi Arvelo mau berjuang bersama, aku pasti sanggup, dan harus sanggup.
"Vel!" dia berdehem pelan. "Kita sama-sama tahu ini gak mudah. Banyak kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi nanti. Tapi, aku berharap kamu mau berjuang sama-sama bareng aku. Kunci hubungan jarak jauh itu saling percaya. Aku bakal berusaha buat percaya sama kamu, dan aku berharap kamu juga."
Arvelo belum bersuara. Entah apa yang di pikirkannya sekarang.
"Aku yang ngajak kamu pacaran. Artinya, aku siap dengan semua kemungkinan yang akan terjadi nanti. Maaf kalau nanti aku bakal sibuk, jarang ngabarin kamu. Kamu jangan terlalu menaruh percaya lebih sama aku, sewajarnya aja. Kita gak tahu apa yang terjadi nanti. Aku cuma gak mau kamu jadi yang paling tersakiti kalau sesuatu terjadi sama kita." terdengar helaan nafas panjang Arvelo. "Terlepas dari itu semua. Kita jalanin aja yang ada sekarang. Ayo sama-sama berjuang. Bagaimana nantinya, biar sang Pencipta yang atur semuanya."
Kedua mataku memanas. Tidak pernah sedikitpun terbayangkan olehku akan menjalani hubungan jarak jauh seperti ini. Hidupku memang terlalu ikut alur, hingga tak pernah merencanakan sesuatu yang menjurus percintaan seperti ini.
"Vel, aku mau bilang sesuatu. Aku tahu kamu pasti bakal kesel dengernya."
"Apa?"
"Seandainya suatu saat nanti kamu jatuh hati sama cewek lain, jangan lupa kenalin ke aku. Kalau aku ngerasa dia lebih baik dari aku, bisa bahagiain dan sayangi kamu lebih dari aku, aku siap lepasin kamu." jujur, berat mengatakan ini. Namun, sejak dulu aku memang tipe orang yang tak pernah mengedepankan sisi egois. Karena aku sadar, egois tak akan mengubah semuanya menjadi lebih baik. Malah yang terjadi sebaliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARVELO (Want You With Me)✔
Teen Fiction(DIHARUSKAN FOLLOW SEBELUM BACA!) =Proklisi Series= ARVELO 'There are so many people you want to be with me' 🍭🍭🍭 Sejak kepindahanku yang terjadi atas permintaan Bunda, duniaku seolah berubah. Semesta mempertemukanku dengan orang-orang baru yang m...