Walaupun, dari luar terlihat mainly namun, aku tahu persis siapa itu Shaidan Fernando. Dia itu lumayan manja, lihat saja bagaimana tubuhnya masih menempel di tubuhku bahkan ketika Abi sejak tadi memanggil-manggilnya untuk segera masuk ke pesantren.
"Dhan, ih. Malu-maluin banget sih, lo," kataku.
Bukannya melepas pelukan, Shaidan malah menyandarkan kening di bahuku.
Hey, apa ia sesulit itu untuk berpisah denganku?
"Dhan, itu temen-temen lo udah masuk. Manja banget, sih. Pulang aja lo! Anak manja gak pantes jadi ketua Proklisi," ujarku pedas. Biar saja dia tersinggung, salah sendiri manja sekali.
"Lo jaga diri ya, Kak. Jangan kebiasaan saur mepet imsyak. Dan lo harus janji sama gue, pas gue pulang nanti, lo harus masih hidup. Jangan sampe gue dapet kabar kakak gue ini meninggal kesandung tali sepatu. Gak elit banget." kalau tidak ingat dia adikku, sudah kupukul kepalanya. Dalam keadaan seperti ini pun dia masih sempat mengejekku.
"Ngeselin!" kudorong tubuh Shaidan yang memiliki tinggi sedikit di atasku. Wajar saja jika sahabat-sahabatku sering menganggap aku adik Shaidan.
Setelah mencuri ciuman sekilas di pipiku, Shaidan berlari membawa ranselnya. Menyusul Abi serta dua kandidat calon ketua Proklisi lainnya.
Kata Randi, kandidatnya itu ada enam namun, yang empatnya non muslim. Dan akan diurus oleh Eza serta Leo.
Seperti yang telah direncanakan sebelumnya, hari ini kami pergi ke Bandung. Aku menumpang di mobil Randi bersama ketiga sahabat perempuanku. Sedangkan Eza membawa mobil dengan ketiga kandidat yang dibawanya. Sisanya membawa motor.
Asep membawa kami menuju gazebo belakang pesantren. Aku benar-benar dibuat terpukau oleh pemandangan danau serta hamparan rumput hijau yang amat menyejukan mata. Tempat ini bersih tanpa sampah plastik. Hanya ada dedaunan kering yang berasal dari pepohonan di sekitarnya.
"Asli seger banget. Tempat favorite gue ini mah." Gilang langsung merebahkan tubuhnya di lantai gazebo.
Kak Vela asyik berfoto dengan Randi sebagai photografer dadakan. Kak Rhea dan Milly berlari menuju tepi danau dan saling mencipratkan air.
Aku tersenyum tipis, memasukan kedua tangan ke saku hoodie, lalu memandang keindahan danau dari sisi gazebo. Udaranya benar-benar menyegarkan. Sejuk dan nyaman.
Aku sempat terlonjak tat kala sepasang telapak tangan bertengger di bahuku. Bibirku mengerucut mendapati Arvelo berdiri di belakangku. Kedua tangannya turun, bertumpu pada sisi pembatas gazebo yang kududuki, dagunya bertumpu pada puncak rambutku. Kuharap kalian bisa membayangkan sendiri sedekat apa posisi kami.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." kalimat salam kelewat lembut tersebut sukses membuat kami kompak menoleh. Hatiku bahkan terenyuh mendengarnya. Tidak menyangka bahwa ada orang yang memiliki suara selembut kapas seperti yang baru saja kudengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARVELO (Want You With Me)✔
Teen Fiction(DIHARUSKAN FOLLOW SEBELUM BACA!) =Proklisi Series= ARVELO 'There are so many people you want to be with me' 🍭🍭🍭 Sejak kepindahanku yang terjadi atas permintaan Bunda, duniaku seolah berubah. Semesta mempertemukanku dengan orang-orang baru yang m...